Artikel Ilmiah

linguistik kufah


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi al-qur’an merupakan faktor utama yang menjadikan bahasa arab mampu meningkatkan kedudukannya dari suatu dialek menjadi bahasa internasional, dan kegiatan kodifikasi arab telah membangkitkan motivasi para linguis arab untuk melakukan kajian bahasa (chejne, 1996:41). Mereka adalah bashrah dan kufah dua aliran utama dalam khasanah pemikiran linguistik arab. Hasil pemikiran tentang linguistik arab yang sampai pada kita saat ini adalah buah pemikiran mereka.

Pendekatan aliran Kufah terhadap penggunaan riwayah bukan tanpa alasan. Maka apa yang menjadi karakteristik aliran kufah, sejarah perkembangan mazhab kufah, kemudian para tokoh pengembang kajian bahasa pada mazhab kufah, studi bahasa pada mazhab kufah, korpus yang menjadi objek kajian mazhab kufah, kemudian pendekatan mendasara mazhab kufah serta metode penelitian yang digunakan di dalam mengkaji bahasa, serta hasil kajian mazhab Kufah.

Berdasarkan pemaran di atas, penulis akan mencoba memaparkan makalah yang berjudul karakteristik mazhab Kufah. Mudah-mudahan makalah ini bisa memberikan sumbangan ilmiyah, berupa pemaparan singkat tentang karakteristik mazhab Kufah.

1.2 Rumusan Masalah

  1. Bagaimana sejarah linguistik kufah?
  2. Apa tujuan dari tokoh linguistik kufah?
  3. Siapa saja tokoh-tokoh linguistik kufah?

1.3 Tujuan

  1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah linguistik kufah
  2. Untuk mengetahui tujuan dari tokoh linguistik kufah.
  3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh linguistik kufah

1.4 Manfaat

Dengan mengetahui sejarah, tujuan, dan tokoh-tokoh linguistik kufah, kita dapat mengetahuinya. Sehingga kita dapat menambah wawasan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Linguistik Kufah

2.1.1. sejarah perkembangan mazhab kufah

Kufah terletak di tepian lembah sungai Efrat yang terkenal dengan kesuburan tanahnya. Di sebelah Timur berbatasan langsung dengan sungai Efrat, di sebelah Selatan berbatasan dengan Najf, dan di sebelah Barat dan Utaranya berbatasan langsung dengan padang pasir yang sangat luas dan membentang hingga ke kota Syam. Kufah didirikan oleh Sa’d ibn Abi Waqash pada tahun 16-17 H, atau antara 2-3 tahun setelah berdirinya kota Bashrah.

Nahwu aliran Kufah terdapat di negeri Kufah yang terkenal sebagai negerinya para muhadditsin, penyair dan ahli qira’ah. Sehingga, terdapat di dalamnya tiga ulama yang masyhur dalam qira’ah, yaitu Kisai, Ashim bin Abi an-Nujud, dan Hamzah. Kisai adalah salah satu pendiri madzhab Kufah. Pendapatnya terhadap suatu masalah gramatika bahasa Arab selalu menjadi acuan, baik pengikutnya atau yang lain. Ciri khas madzhab ini adalah lebih sering menggunakan qiyas dalam memecahkan sebuah masalah yang berkaitan dengan gramatika Arab. Mayoritas para ahli bahasa dan ahli Nahwu membandingkan antara madzhab Kufah dengan Basrah. Sebagai contoh, nama-nama seperti Abu Ja’far ar-Ruasi mengikuti madzhab ulama Basrah Abu Amr al-A’la dan Isa bin Umar. Begitu juga Khalah Muaz bin Muslim al-Hara’i juga memanfaatkan madzhab keduanya dalam memelajari Nahwu dan Sharaf. Kisai menganut madzhab Isa bin Umar, Khalil bin Ahmad, Yunus bin Habib yang mereka semua mengadopsi pemikiran-pemikiran Sibawaih.

Lepas dari siapa pendiri madzhab Kufah, ada seorang tokoh Kufah yang paling berjasa dalam proses ilmiah bahasa Arab, yaitu Khalil bin Ahmad al-Farahidi (100-170 H). Ia adalah seorang yang sangat luas pengetahuannya (ilmu hadits, fiqh, bahasa, matematika, logika formal) dan didukung dengan kecerdasan yang sangat luar biasa. Ilmu Nahwu ia kembangkan sedemikain rupa, sehingga dengan kata lain bahasa Arab benar-benar menjadi bahasa ilmiah dan dapat dipelajari secara metodologis dan sistematis. Khalil tidak saja melengkapi dan memperluas teori-teori Abu Aswad dan para muri dnya, tetapi secara spektakuler telah mencetuskan teori baru, yaitu tentang Mubtada’, Khabar, Kana, Inna dan saudara-saudaranya berserta fungsi dan cara kerja masing-masing. Ia juga sebagai pembuat kategori atau klasifikasi kata kerja transitif (al-af’al al-muta’diyah) baik yang sebagai obyek (maf’ul bih) satu, dua atau beberapa obyek. Ia juga perumus al-fail dan berbagai jenis al-maf’ul, al-khal, al-tamyiz, al-tawabi’, al-Nida’ berikut macamnya, kata benda (tanwin musharif) dan sebaliknya. Semuanya ia definisikan dan disusun metode-metodenya secara rapi.

Tidak hanya di situ bentuk inovasi Khalil. Lebih jauh lagi, ia membuat teori-teori bahasa lain yang kemudian disebut dengan Ilmu Sharf. Ia kategorikan semua (yang kita kenal sekarang dengan stulasi, ruba’i, khumasi dan lain-lain). Karena pengetahuan matematika dan musiknya yang mendalam, ia mampu membuat rumusan berbagai nada bunyi puisi-puisi Arab dan aturan-aturannya yang kemudian dikenal dengan ilmu Arud wal Qawafi. Pengaruh matematika pada metode Khalil dalam penyusunan kata-kata Arab ini telah memengaruhi dan mengilhami ia untuk mengelola huruf-huruf Hijaiyah. Dari dua puluh delapan huruf Hijaiyah oleh Khalil dijadikan derivasinya dan dikelompokkan dalam cabang-cabangnya (dalam pandangan Khalil pada dasarnya kata dalam bahasa Arab hanya berjumlah dari penggabungan dari lima huruf lebih, maka dikategorikan sebagai huruf ziddah). Ia juga yang merumuskan a-ba-ja-dun. Dengan kata lain, Khalil lebih mengedepankan qiyas daripada mencari informasi langsung dari masyarakat (sima’i). Sejak kemunculan Khalil dengan qiyas-nya itu, sekarang qiyas berperan sangat besar dalam berbagai perdebatan dalam dunia kebahasan (linguistik) Arab.

Sebenarnya, berdirinya Nahwu mazhab Kufah adalah karena jasa Ali Ibn Hamzah al-Kasai beserta muridnya Yahya Ibn Ziyad al-Fara’i, dan bahwasanya promotor utama bagi pembentukan Nahwu mazhab Kufah ini adalah al-Akhfasy al-Ausath Said Ibn Mas’adah yang terinspirasi dari ide-ide dan pemikiran gurunya Sibawaih dan al-Khalil. Aliran Kufah muncul sebagai suatu aliran tersendiri dalam bidang kajian nahwu sesudah satu abad lamanya dari lahirnya aliran Basrah. Para tokoh aliran Kufah tidak ikut bersama-sama dengan para tokoh aliran Basrah dalam kajian nahwu disebabkan mereka memusatkan perhatiannya dalam bidang lain, seperti periwayatan puisi dan pengumpulannya, periwayatan jenis-jenis qira at, di samping perhatian mereka dalam kajian yang mempunyai hubungan dengan masalah-masalah fikih (Daif, 1972: 153). Awal munculnya aliran Kufah sebagai suatu aliran nahwu tersendiri terjadi perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah. Menurut Al-Makhzumi (1958: 67-68), ada yang berpendapat bahwa aliran Kufah dimulai oleh Abu Ja far Al-Ruasidan Mu adh bin Muslim Al-Harra (187 H). Ada juga yang berpendapat bahwa aliran Kufah dimulai dengan munculnya Al-Kisai (189 H) dan Al-Farra’ (207 H). Sekalipun demikian, Al-Tantawi (1973: 69) tetap membagi aliran Kufah berdasarkan periode dan tokoh-tokohnya menjadi lima tingkatan,mulai dari Al-Ru a – si- dan Mu a-dh bin Muslim Al-Harra- (187 H) sampai Tha lab (291 H). Sumber kajian aliran Kufah dalam menetapkan kaidah-kaidah nahwu dan kebahasaan adalah (a) Alquran Al-Kari-m, (b) bahasa kabilah-kabilah Arab, (c) puisi puisi Arab, dan (d) nahwu aliran Basrah (Al-Makhzumi,1958:337, Al-Qifti, 1958: 258, Al-Anbari, 1953: 208, Abd. Hamid, 1976: 202). kufah mulai diduduki kaum muslimin pada masa pemerintahan umar bin khattab, menurut beberapa riwayat, setelah kaum muslimin menempati bashrah pada tahun lima belas hijriyah, sembilan bulan kemudian kaum muslimin menempati kufah(al-thanthowi,2005:73).

mazhab kufah muncul setelah berkembangnya mazhab bashrah, syalabi(2003:167 jilid 111) mengemukakan mazhab kufah merupakan pecahan dari mazhab bashrah. Menurut ibnu hamadan didalam bukunya al-buldan menyatakan bahwa adanya perbeaan antara mazhab bashrah dan kufah dalam mempertahankan pendapat, dan hal itu terjadi pada generasi kedua mazhab bashrah antara al-kholil dan al-rua’asi(thanthowi,2005:75).

Meskipun mazhab kufah muncul lebh akhir dari mazhab bashrah dalam bidang kajian filologi arab, namun banyak tokoh yang memberikan banyak sumbangan pemikiran, dan karya, dalam pengembangan bahsa arab.

2.1.2. Tokoh pengembang kajian bahasa mazab kufah

Adapun tokoh-tokoh aliran kufah beserta karakteristik pemikiran nahwu pada masing- masing angkatan atau al-thabaqah yang dikutip dari al-thantowi(2005:69-72) dan mustafa showi al-fadhili(2002:45-46) adalah sebagai berikut:

  • Generasi pertama al-thabaqatu al-ula

Setelah ilmu nahwu terkodifikasi baik dari segi kaidah, kaidah ushul, dan metode penelitiannya, lalu abu umar bin al-ula dan rekan beliau abdullah bin abi ishaq beserta para muridnya, menge,bangkan kajian dikufah, ibnu muaz bin muslim hara’i sebagai tokoh pertama yang melakukan kajiannya di masjid kufah, kemudian dilanjutkan oleh hara’i.

  1. Tokoh

v Al- Ru’asi

Nama asli beliau adalah abu ja’far muhammad ibnu al-hasan. Beliau dijuluki ar-ru’asi karena mempunyai kepala yang besar, dibesarkan dikufah, datang ke basrah dan belajar kepada isa ibnu umar, abu amr ibnu al-‘ala’i, dan kembali ke kufah untuk mempelajari nahwu bersama pamannya, mu;adz al-hara’i. Selain belajar dari al-kisa’i al-ru’asi mengarang kitab nahwu al-fashal, yaitu kitab yang pertama kali muncul dan membahas tentang studi nahwu madzhab kufah. Ibnu nadim dan ibnu anbari juga menyebutkan bahwa ar-ru’asi ini memiliki banyak karya dalam ilmu nahwu, diantaranya yaitu: al-faisal, at-tashghir, ma’ani al-qur’an, al-waqf wal-ibtida’, dan sebagainya. Al-ru’asi wafat dikufah pada masa pemerintahan harun ar-rasyid.

v Mu’adz al-Hara’i

Nama alinya adalah abu muslim mu’adz ibn muslim al-harra;i. Tinggal dikufah dan mendalami nahwu bersama anak dari saudaranya atau keponakan beliau adalah al-ru’asi dan menyebarkan prinsip-prinsip nahwu madzhab bashrah di kufah. Beliau sangat mahir dalam mengasai nahwu dan shorf. Orang pertama yang menyusun buku tentang tashrif adalah mu’adz. Karya mu’adz ini diadopsi dari kumpulan pengetahuan tentangnahwu dan shorf dari buku masail al-tadrib, namun ilmu sharaf pada masa itu belum diketahui pemisahan kajian sharaf dan nahwu. Beliau juga manambahkan bahwa pemisahan kajian antara nahwu dan sharaf setelah masa shibawaih.

Sejak saat itu, tashrif mulai dikenal sebagai pengetahuan yang mandiri sejak abad ke-2 H ketika susunannya diprbaharui oleh uthman ibn baqiyah al-maziniy dalam kitabnya at-tahsrif setelah sekian lama menjadi bagian dari studi nahwu. Mu;adz wafat di kufah pada tahun 187 H.

  1. Sumbangan buah pemikiran, dan karakteristiknya

Studi nahwu masih menggunakan pembelajaran bashrah dan belum ada pendapat yang dapat diperhitungkan sebagai pendapat asli dari ulama kufah. Dugaan yang betedar pemasukan dua tokoh generasi awal yakni al-hara’i ar-ru’asi ke dalam kelompok ini tidak tepat karena sejatinya keduanya masih merupakan tokoh nahwu bashrah.

Kedua pendahulu nahwu madzhab bashrah ini telah memberikan dasar-dasar pijakan yang relatif sangat kuat dalam pembelajaran nahwu meskipun kecenderungan ini bermula dari kajian mereka terhadap nahwu madzhab bashrah.

  • Generasi kedua al-thabaqotu al-tsani
  1. Tokoh

v Al-kisa’i(119H-189H)

Nama lengkapnya abu hasan ali ibn hamzah, berkebangsan persia. Sedangkan al-kisa’i merupakan julukan yang diberikan kepadanya. Sebagaimana diriwayatkan bahwa julukan tersebut diperoleh karena beliau menghadiri sebuah majlis hamzah ibn habib az0ziyat dengan memakai baju hitam yang mahal. Beliau lahir di kufah, pada tahun 119 H dan wafat pada 189 H dalam perjalanannya menuju tus(sebuah wilayah di persia). Al-kisa’i giat mengikuti beragam majlis qira’ah dengan guru-guru yang beraneka pula. Salah satunya, pembacaan syair yang dipimpin oleh khalil ibn ahmad. Hingga akhirnya al-kisa’i paham bahwa syair-syair tersebut bersumber dari masyarakat badui yang atau yang bemukim di hijaz, nejed dan tihamah. Beliau merupakan pengganti imam qira’ah, yaitu setelah meninggal gurunya hamzah, karya-karya beliau adalah ma’ani al-qur’an, kitabu al-qiroat, kitab al-a’dad, dan kitab al-nawadir al-shogir wa al-kbir.

  1. Sumbangan pemikiran al-kisa’i yang diambil dari munajat adalah sebagai berikut:
  • Pertama, diperbolehkannya ta’kid kata yang sebenarnya berhubungan, tetapi kata tersebut terhapus dalam penggunaannya dan digantikan oleh waw athaf sebagai gantinya.
  • Kedua, tambahan huruf jar من dalam perkataan atau firman Allah swt yang positif.
    • Ketiga, diperbolehkannya penggunaan kata ان setelah bertemu dengan kata ما .
    • Bahwa لعل bermakna taqlil (minimal).
    • Bahwa لولا terkadang juga bermakna هلا .
  1. Karakteristik generasi kedua

Pembahasan yang mendalam didasarkan penelitian lapangan menggunakan siasat untuk meraih pengetahuan, mambaca kitab sibawaih secara sembunyi-sembunyi, berdiskusi dengan para tokoh aliran bashrah, penulisan dan pembukuan, seperti buku yang ditulisnya: ma’anil qur’an, mukhtashirun fi an-nahwi, al-hudud an-nahwiyah, dan lainnya.

  • Generasi ketiga al-thabaqatu al-tsalis
  1. tokoh

v Al-ahmar (w 194 H)

Terlahir dengan nama lengkap abu hasan ali ibn hasan, tetapi terkenal dengan nama al- ahmar dengan nama lengkap ali ibnu mubarak. Beliau merupakan salah seorang murid al-kisa’i. Wafat dalam pelaksanaan haji pada tahun 194 H.

Disebutkan oleh tsa’lab bahwa beliau hapal 40 ribu syahid tentang nahwu. Adapun karyanya, tafannun al-balgha’i.

v Al-fara’(144-207H)

Nama lengkapnya abu zakariyah yahya ibnu ziyad ibn abdullah ibn marwan al-dailumiy. Lahir dikufah pada tahun 144 H, berkebangsaan persia dan meninggal pada tahun 207. Baliau memiliki minat yang sangat tinggi terhadap ilmu, ketekunan dalam belajar serta rajin mengikuti kajian-kajian yang dihadiri para ulama, baik dikufah maupun bashrah, seperti qiroat, fiqih, dan hadits, perowi puisi arab, yang menjadikan beliau berilmu tentang ilmu bahasa arab, islam, dan ilmu lain.

Menghabiskan hidupnya dengan mempelajari qira’ah, tafsir, syair dari abu bakar ibnu ‘ayyas vdan sufyan ibnu ‘iyyinah. Sedangkan guru bahasa dan nahwunya adalah abi ja’far ar-ru’asiy dan al-kisa’. Beliau jugab seorang murid al-kisa’i yang banyak mendapat pengetahuan riwayat mengenai bangsab arab dari gurunya.

Selanjutnya, beliau juga meneruskan studinya ke bashrah setelah kematian khalil ibn ahmad, yang kemudian posisinya digantikan oleh yunus ibn habib. Hingga akhirnya, dia belajar kepada yunus mengenai nahwu dan bahasa. Adapun karya-karyanya cukup banyak, diantaranya adalah: lughatu al-qur’an, an-nawadir, al-kitab al-kabir fi al-nahwi, dan karangan yang sampai pada kita saat ini adalah ma’ani al-qiur’an.

Ibnu nadim didalam(al-makhzumi,1958:126) bahwa al-fara memberikan gambaran semua pemvahasan tentang nahwu, dan hal itu akan kita ketahui didalam buku karangannya nyaitu ma’ani al-qur’an.

v Al-lihyani(w.220)

Nama lengkap abu hasan ali ibn mubarak, sedangkan nama al-lihyan sebagai bentuk penghormatan terhadap lihyan-nya(jenggot). Wafat pada tahun 220 H. Selain berguru kepada al-kisa’i, dia juga belajar kepada abi zayd, abi ubaidah dan lainnya.

  1. Karakrteristik generasi ketiga

Semakin maraknya penulisan baik dalam ilmu agama maupun ilmu bahasa, maka mulai otonomnya sharf, konsentrasi penulisan tentang nahwu secara terpisah perhatian khusus terhadap kesalahan lisan secara umum dan upaya memperbaikinya, merebaknya perdebatan antara kelompok kufah dan bashrah, lahirnya istilah-istilah nahwu kufah.

  • Generasi keempat al-thabaqotu al-rabi’
  1. Tokoh

v bnu sa’dan(161-231 H)

Nama lengkapnya abu ja’far muhammad ibnu sa’dan al-dharir. Lahir di baghdad pada tahun 161 H, sedangkan tumbuh besar dikufah. Kemudian meninggal dunia pada tahun 231 H, dengan menulis satu buku nahwu dan lainnya buku-buku mengenai qira’at.

v Ath-thuwai(w 234 H)

Beliau bernama lengkap abu abdullah muhammad ibn ahmad ibn abdullah al-thuwai, dan tumbuh dikufah. Wafat pada tahun 234 H. Belajar nahwu kepada al-kisa’i. Kemudian ke baghdad dengan mengikuti majlis qira’ah abu umar dan al-dauri.

v Ibnu qadim(w 251 H)

Nama lengkapnya abu ja’far muhammad ibnu abdullah ibnu qadim. Wafat pada tahun 251 H. Ibnu qadim mempelajari nahwu dari al-farra, dan tsa’lab. Adapun karya nahwunya adalah: al-kahfi dan al-mukhtashir dan beliau wafat di baghdad.

  1. Karakteristiknya generasi keempat

Karakteristik generasi ini secara umum tidak jauh berbeda dengan generasi sebelumnya(ketiga), hanya sudah mulai berkurang kegiatan menyusun karangan sampai batas tertentu. Tidak muncul pendapat-pendapat khas pada bidang nahwu dan sharf karena sebagian besar generasi tersebut memperbincangkan pendapat-pendapat ahli nahwu kufah sebelumnya.

  • Generasi kelima al-thabaqatu al-khamisah
  1. Tokoh

v Tsa’lab(lahir 200 H)

Nama lengkapnya adalah abu al-abbas ahmad ibn yahya ibn yazid, tetapi terkenal dengan tsa’lab. Beliau berkebangsaan persia, namun lahir dan tumbuh di baghdad dan beliau adalah pimpinan bani ayaiban. Tahun kelahiran baliau pada 200 H.

Sejak kecil sudah mempelajari berbagai ilmu; membaca, menulis, menghapal al-qur’an dan sya’ir arab. Karya beliau adalah majalis tsa’lab di dalamnya merangkum berbagai pemikirannya tentang nahwu, bahasa, makna al-qur’an dan syair-syair asing, al-fashih qawaidu al-syi’ri. Adapun karyanya yang membahas tentang nahwu adalah akhtilafu al-nahwiyin, ma yansharifu wa ma la yansharif, haddu al-nahwi.

  1. Karakteristik generasi kelima

Adapun karaktristik pada generasi yang kelima adalah pengetahuan yang beraneka ragam, nahwu, bahasa, balaghah dan lainnya, dan banyaknya penulisan dari berbagai ilmu pengetahuan.

2.1.3 Sumber kajian mazhab kufah

dikenal sebagai daerah yang banyak didiami sahabat nabi disamping para ahli nahwu mereka kebanyakan merupakan ahli qira’at. Dengan demikian bagi mereka riwayat merupakan sesuatu yang lebih penting ketimbang penalaran falsafi. Itulah madzhab kufah. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh al-fara bahwa sumber kajian-kajian yang dilakukan oleh madzhab kufah adalah sebagai berikut:

  1. Al-qur’an

Al-fara menjadikan al-qur’an sebagai objek kajian dengan empat syarat, sebagai sumber yang paling esensial di dalam penetapan kaidah nahwu

  1. Al-hadits

Menurut najmudin berpendapat bahwa al-fara seorang tokoh nahwu dari aliran kufah yang menjadikan al-hadits sebagai sumber dalam menetapkan kaidah nahwu. Beliau menambahkan bahwa al-fara di dalam bukunya ma’ani al-qur’an terdapat tiga belas hadits, topik kajiannya tentang lam amr masuk pada fi’il mudhari’.

2.1.4. Studi Kajian Bahasa Madzab Kufah

Pendapat mengenai kajian Nahwu menurut al-Kasa’I dan al-Farâ’ sama pernyataan para linguis Bashrah, menurut Shibawih di dalam (Makhjumi, 1958: 163) adalah sebagai beriku:

دراسة في النحو الاصطلاحي : إلى جانب دراسات في التصريف أو الاشتاق, و ما يتعلق ببناء الكلمة العام, إلى جانب عرض لبعض الظواهر اللغوية, التي تنبى على ما للأصوات من خصائص حين يتألف مع بعضها بعض في ثنايا الكلمات كالادغام, و الإمالة, و الإبدال, وغيرها

Menurut istilah, adalah sutudi kajian pada aspek morfologis atau al-Tashsif, derivasi kata atau al-Isytâq serta dengan hal yang berkaitan dengan aspek struktur kata. Berdasarkan aspek luar bahasa, studi nahwu mencakup studi fonologi. Yang mengkaji struktur kata yang terusun dari suara yang keluar dari alat ucap, seperti idhgham, imâlah, ibdâl, dan lain lain.

Berdasarkan pemaparan ada kajian yang dilakuakan oleh pendahulu mazhab Kufah yaitu al-Kasâ’i dan al-Farra: Pertama adalah kajian fonologi, mencakup idhgam,imâlah, ibdâl, dan lain lain. Kedua adalah kajian Morfologis atau Sharaf, dengan objek kajian Isyatâq atau derivasi. Dan ketiga adalah kajian Nahwu atau sintaksis. Al-Makhjumi (1958: 162) mengemukakan bahwa makna dari studi nahwu atau dirôsatu al-nahwi bermaksna khusus atau kajian kebahasaan. Sebagaimana kita ketahui bahwa ketika masa tersebut, objek kajian belum terpisah, karena masih di dalam satu kategori kajian yaitu nahwu.

Namun al-Makhjumi (1958: 163) ada dua ciri kajian madzhab Kufah pada masa itu:

1. Para pendhulu mazhab Kufah belum memiliki memiliki landasan filsafat tersendiri di dalam mengkaji bahasa, mengapa demikian karena studi mereka masih pada tataran mulâhadoh atau pengematan dan ikhtibâr atau evaluasi, karena masih bersandar pada pirsip-prinsip bahasa secara umum.

2. Para pendiri kufah kebanyakan mengajar di istina khalifah, namun studi yang dilakuakn oleh ulama kufah seperti yang dilakuakn al- Faro di dalam kitabnya ma’âni al-Quran masih tercampur pembehasan kajiannya.

Pemaparan di atas merupakan sedikit gambaran yang di lakukan oleh pendahulu mazhab Kufah pertama hingga kedua bahwa memberikan dasar-dasar pijakan yang relatif sangat kuat dalam pembelajaran Nahwu meskipun kecenderungan ini bermula dari pembelajaran mereka terhadap Nahwu mazhab Bashrah.

Di dalam kajian bahasa, pertama yang harus dilakukan adalah kajian yang berkaitan dengan suatu bentuk, dan karakteristik, lalu sharaf, dan nahwu. Dan berikut ini kajian kebahasaan yang dilakuakn oleh mazhab Kufah:

  1. Kajian Fonologis al-dirôsah al-shautiyah

Kajian fonologis yang dilakukan oleh ulama terdahulu masih pada tataran artikulatoris atau makhôriz al-Hurȗf. Perlu diketahui pencetus pertama kajian pada bidang ini adalah para ulama bashrah yaitu al-Halîl memberikan delapan pembagian articulator pada bahasa Arab dan Syibawaih memebrikan enam belas pembagian articulator pada huruf bahasa Arab (Husan A, 2004: 44-47). Lalu bagaimana studi kajian ulama Kufah di dalam bidang ini,

Namun menurut al-Mahkjumi (1958: 169) sebelum al-Farâ belum ada kajian mengenai bidang ini. Namun ilmu al-alshwât kajian yang dilakuan oleh ulama kufah adalah adalah qiro’âh yang dilakukan oleh para qori’ terhadap al-Qur’an baik dari segi al-Makhôrij dan al-Tajwîd.

Pada kajian ini mazhab Kufah berada dibelakang, menurut al-Makhjumi (1958: 171) ada dua faktor, pertama adalah karena kajian ini telah dilakukan oleh pendahulunya di bashrah yaitu al-Halîl yang memiliki hubungan erat dengan al-Kasâ’i. Kemudian Al-Faro menerima hasil kajian Shibawaih. Kedua, ulama Kufah lebih terfokus pada tataran qirô’ah dan ilmu-ilmunya, hal tersebut merupakan dasar serta keunggulan dari mazhab Kufah, sebagaimana kita ketahui bahwa al-Kasî’i merupakan salah satu imam qoroatu al-sab’ah, dan al-Farra adalah periwayat huruf al-Qur’an, dan tafsir.

Adapun masalah-masalah yang dikaji oleh al-Kasâ’i dan al-Farâ mazhab Kufah pada kajian ini (Makhjuni 1958: 171) adalah sebagai berikut:

a) Idghamu al-ra’ fi al-lâm ( إدغام الراء في اللام )

Hal yang medasari perlu adanya idhgham adalah apabila Huruf ra diidgham kan dengan lam, maka ra menjadi lâm. Seperti pada kata ويغفر لكم.

b) Kemudian al-Farâ menambahkan di dalam bukunya ma’âni al-Qur’an, bahwa kasus idhgham terjadi pada banyak kasus, beliau menambahkan idgham tiga ( الطاء, الظاء, الذال ) terhadap huruf tha.

(1) Kasus أحتَّ antara tha dengan dza

(2) Kasus أحطتَ بما لم تُحِطْ به, al-Farra menjelaskan bahwa apabila terjadi pertemuan antara tho dengan ta maka tho disukunkan, dan tho menjadi ta, maka menjadi أَحتَّ.

(3) Kasus أوعتَّ أم لم تكن من الواعظين antara dho dan ta.

Bedasarkan pemaparan di atas, sedikit dari banyak penemuan mengenai bidang kajian fonologi yang dilakukan oleh ulama mazhab Kufah, bahasan selanjutnya adalah kajian nahwu dan sharaf.

BAB III

PENUTUP

3.1 kesimpulan

setelah membahas sedikit tentang karakteristik madzhab kufah, dapat disimpulkan bahwa:

kufah mulai diduduki kaum muslimin pada masa pemerintahan umar bin khattab pada tahun lima belas H. Perbedaan metode dalam mengkaji bahasa yang menjadi sebab munculnya madrasah al-kufah. Madzhab kufah terdiri atas lima generasi, mereka adalah: al-kasa’i, al-ru’asi, al-ahmar, dan abu laistsu. Kajian ulama kufah dalam bidang nahwu mencakup aspek, ilmu al-ashwat mengkaji struktur luar bahasa lewat bunyi yang mencakup idgham, imalah dan lain-lain. Binyau al-kalimah bahasannya mencakup masalah isytaq dan tashrif. Lalu kajian bahwa mencakup dua masalah, pertama pada tataran mustolah fi al-nahwi, wa al-farqu fi usulihi. Studi bahasa yang dilakukan oleh madzhab kufah di dalam mengkaji bahasa adalah al-riwayah, qiyas keduanya lebih fleksibel. Sumber kajian madzhab kufah adalah al-qur’an, al-hadits, pusisi, dialek, badui, pendapat ulama bashrah, dan lain-lain.

3.2 Saran

Setelah melakukan pembahasan tentang karakteristik madrosatu al-kufah. Maka kajian ini dikembangkan dan diterapkan baik dikalangan akademis, maupun masyarakat umum, sebagai upaya pencapaian dan penambahan pengetahuan mengenai linguistik arab.

Daftar Rujukan

Abd al-Hadi al-Fadlali. 1986. Marakiz al-Dirasat al-Nahwiyya. Maktaba al-Mannaar, al-Urdun.

Afandi, A. 2009. Ibnu Jinni Menembus Sekat Madzhab Linguistik. Adbiyyat.8, (1), 50-75.

Al-Bahnasaawi, H. 2004. ‘ilmu al-ashwat’. Qohirah: Maktabatu al-Tsaqofatu al-Diniya.