Tantangan pertanian di masa mendatang adalah penyediaan pangan yang cukup bagi penduduk, yang lebih dikenal dengan istilah ketahanan pangan. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, lahan subur untuk pertanian banyak beralih fungsi menjadi lahan non pertanian. Sebagai akibatnya, kegiatan budidaya pertanian bergeser ke lahan-lahan marginal yang membutuhkan input tinggi untuk menghasilkan produk pangan yang memadai.
Beberapa tahun kebelakang, peningkatan produksi pangan di Indonesia dicapai melalui penggunaan input pertanian yang tinggi, terutama input luar (eksternal input) seperti penggunaan pupuk kimia, pestisida/herbisida, benih hibrid dan sebagainya. Penggunaan eksternal input yang tinggi menyebabkan timbulnya masalah lingkungan yang serius seperti polusi, degradasi lahan serta kematian musuh alami hama dan penyakit.
Petani menghargai pupuk buatan karena efek yang cepat dan peng-gunaannya relatif mudah. Penggunaan pupuk buatan yang berlebihan dapat mengganggu kehidupan dan keseimbangan tanah, meningkatkan dekomposisi bahan organik, yang kemudian menyebabkan degradasi struktur tanah, kerentanan yang lebih tinggi terhadap kekeringan dan menurunnya hasil panen. Sebagai contoh, Reijntjes et al. (1992) menyatakan penggunaan pupuk N, P dan K yang terus-menerus menyebabkan penipisan unsur-unsur mikro dan aplikasi N yang tidak seimbang dari pupuk mineral nitrogen menyebabkan menurunnya pH tanah dan ketersediaan fosfor bagi tanaman. Namun demikian, dengan langsung mengganti alternatif non kimia belum tentu akan membuat pertanian lebih berkelanjutan, misalnya penggunaan pupuk kandang secara tidak bijaksana dapat mencemarkan tanah dan air permukaan seburuk pencemaran yang ditimbulkan oleh penggunaan pupuk kimia yang berlebihan.
Berdasarkan uraian di atas pemberian pupuk atau nutrisi, baik yang bersumber dari bahan organik maupun pupuk buatan (anorganik) perlu dilakukan secara hati-hati dan bijaksana. Artinya adalah pemberian pupuk tidak semata-mata untuk mengejar pertumbuhan agar tanaman berproduksi secara maksimal, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek kualitas lingkungan dan lestarinya sumber daya alam dalam rangka mewujudkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) (Reijntjes et al. 1992). Berkait-an dengan hal tersebut, dalam manajemen produksi pertanian modern kedepan rekomendasi pemberian nutrisi harus didahului dengan diagnosis hara mineral pada tanaman, misalnya melalui diagnosis berdasarkan gejala visual (visible symptoms) dan analisis tanaman (plant analysis). Untuk mencegah dampak negatif yang timbul, pemberian pupuk tertentu baru dilakukan bila status hara mineral tersebut pada kisaran defisiensi (“deficiency range”) (Grundon, 1987).