MENGUKUR DALAMANYA PERSAHABATAN

Oleh : Dr. H. Uril Bahruddin, M.A

Disebutkan dalam buku-buku pendidikan cerita tentang seorang laki-laki yang terpaksa harus mengetuk pintu sahabatnya dengan maksud ingin meminjam beberapa rupiah untuk memenuhi kebutuhannya. Setelah dipenuhi kebutuhannya laki-laki itu tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada sahabatnya dan minta ijin untuk pulang. Sahabatnya sekaligus pemilik rumah itu setelah menutup pintu dan masuk rumah, kemudian menagis sejadi-jadinya, seakan-akan menyesali perbuatannya.

Melihat suaminya tidak berhenti menangis, istrinya memberanikan diri untuk bertanya, apa yang membuat sang suami menangis dan bersedih sedalam itu. Apakah dia menyesal karena telah memberikan uang kepada sahabatnya? Suaminya menjawab: “Yang membuatku menangis bukan karena saya telah memberi uang kepada sahabat saya, namun saya menangis karena saya tidak peduli dengan kebutuhan sahabatku, mengapa saya baru mengetahui kebutuhannya ketika dia mengetuk pintu itu dan meminta bantuan kepadaku”.

Kawan…
Kisah di atas mungkin pernah terjadi pada kita, kemudian kita juga menangis sebagaimana cerita di atas. Namun bisa jadi cerita itu terjadi pada kita dan kita tidak menangis, atau bahkan kita tidak memberi bantuan yang perlukan oleh sahabat kita.

Persahabatan atau ukhuwah yang telah diajarkan oleh baginda nabi Muhammad saw. kepada kita menduduki posisi yang sangat penting dalam menyelelesaiakan masalah-masalah sosial di sekitar kita, khususnya sesama sahabat dekat kita. Saling memberi perhatian dan kepedulian terhadap kondisi sahabat adalah keharusan, karena persahabatan bukan hanya ta’āruf atau saling mengenal, namun harus ditingkatkan lagi menjadi tafāhum saling memahami, ta’āwun saling tolong menolong dan takāful saling meringankan beban.

Saling memahami kebutuhan masing-masing akan mengantarkan kepada proses persahabatan berikutnya yaitu saling tolong-menolong. Kepekaan kita terhadap bebutuhan sahabat, sehingga kita dapat membantunya sebelum dia meminta adalah makna dari sabda rasulullah saw dalam hadisnya yang mengatakan bahwa perumpamaan persahabatan sesama muslim itu bagaikan satu tubuh, jika satu bagian tubuh ini merasa sakit, maka anggota tubuh yang lain akan merasakan sakit juga.

Itulah persahabatan yang ideal, masing-masing kita dapat merasakan apa yang dirasakan oleh sahabat kita. Jika dia sedih, kita ikut merasakan kesedihannya. Jika dia bahagia, kita ikut merasakan kebahagiaannya. Apabila persahabatan kita belum sampai pada derajat merasakan apa yang dirasakan oleh sahabat kita, maka kita harus mengakui bahwa proses persahabatan itu masih jauh dari ideal dan perlu kita tingkatkan. Mungkin kita harus banyak menangis ketika banyak diantara sahabat kita yang sesungguhnya membutuhkan bantuan, namun mereka tidak sampai hati menyampaikannya kepada kita.

Persahabatan juga menuntut agar dapat saling mendoakan kebaikan antara kita, dan lebih baik lagi jika mampu melakukannya ketika dia tidak berada bersama kita. Doa kebaikan yang tidak diminta sebelumnya dan dilakukan tidak sepengetahuan sahabat kita termasuk doa yang tidak akan ditolak oleh Allah atau mustajāb, karena Allah memberi tugas kepada Malaikat secara khusus untuk mendoakan kita sama seperti doa yang kita panjatkan buat sahabat kita, dan doa Malaikat itu mustajāb. Bukankan diantara ciri keimanan itu adalah mencintai sesuatu untuk sahabat kita sebagaimana kita mencintainya untuk diri kita.

Karena itulah perilaku yang menjadi kebiasaan para salafus shalih, kalau mereka menginginkan sesuatu untuk dirinya, mereka berdoa terlebih dahulu untuk sahabatnya, dengan harapan efek doa itu akan memantul kepada dirinya dan dia akan mendapatkan sesutu yang sama sebagaimana yang dia minta untuk sahabatnya. Sungguh menarik apa yang dikatakan oleh salah seorang ulama bernama Yahya bin Mu’adz, dia pernah berkata: “Seburuk-buruk persahabatan adalah jika sahabatnya masih harus mengatakan: ‘tolong doakan saya ya!’”.

Semoga di bualn Ramadhan ini Allah membuka hati kita untuk memiliki kepedulian kepada sesame sahabat, dengan demikian persahabatan kita semakin berkualitas sesuai dengan yang diajarkan oleh tauladan utama kita Muhammad saw. Wallau a’lam.
===============
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Go to top