BELAJAR MUFRADᾹT BAHASA ARAB

Oleh : Dr. H. Uril Bahruddin, M.A

Bagi kita yang pernah belajar di pesantren, kebanyakan pernah belajar tafsir Jalālain. Tafsir yang ditulis oleh guru dan murid yang sama-sama memiliki nama Jalal itu sepertinya sudah menjadi kurikulum wajib di setiap pesantren, utamanya pesantren salaf.

Saat pertama kali kami belajar mengartikan tafsir Jalālain pada halaman pertama, terlihat pada halaman tersebut penuh dengan jenggotan, karena kami menuliskan arti hampir pada setiap kata. Pada halaman kedua, jenggotan sudah mulai berkurang karena ada kata-kata yang terulang sehingga kami tidak perlu lagi menuliskan maknanya karena sudah faham. Setelah selesai belajar tafsir dengan cara seperti itu setiap hari selama bertahun-tahun, ternyata pada halaman-halaman terakhir dari tafsir itu sudah tidak ada jenggotan sama sekali, artinya kami telah mampu memahami seluruh mufradāt yang ada dalam tafsir itu tanpa perlu lagi menuliskan arti kata lagi.

Kawan…
Ada pelajaran menarik terkait dengan belajar mufradāt atau kosa kata bahasa Arab melalui membaca tafsir Jalālain, yaitu bahwa kami pada saat yang sama telah belajar mufradāt yang disajikan dengan menyebutkan sinonim dari suatu kata. Pada saat yang sama, kami juga memahami mufradāt melalui konteks ayat atau kalimat yang ditulis oleh pengarang dalam rangka menafsirkan ayat. Dua cara belajar mufradāt itu ternyata termasuk sebagian cara yang direkomendasikan oleh ahli linguistik terapan modern. Sayang sekali belajar mufradāt kami saat itu tidak dilanjutkan dengan belajat aktif berbahasa Arab sehingga saat itu kami hanya mampu membaca teks tertulis.

Apabila kita melihat fenomena belajar mufradāt di beberapa sekolah atau pesantren sekarang ini, kebanyakan mereka belajar dengan menggunakan cara menghafal. Logika yang dipakai oleh mereka adalah seandainya setiap hari santri mampu menghafal 5 mufradāt saja, maka selama satu tahun sudah dapat menghafal minimal 1500 mufradāt. Kemudian guru-guru mereka menilai seorang santri bisa bahasa Arab hanya dengan jumlah mufradāt yang dihafal. Maka yang kita lihat saat tespun pertanyaannya adalah menerjemahkan sekian puluh mufradāt ke dalam bahasa Indonesia.

Cara seperti itu menurut hemat kami tidak terlalu tepat, karena tidak akan dapat membuat santri bisa bahasa Arab, karena mufradāt yang dipelajari jauh dari konteks, bagaimana mungkin mereka bisa bahasa Arab hanya dengan menghafal mufradāt dan tidak belajar bagaimana menggunakannya dalam kalimat? Karena itu, cara yang tepat belajar mufradāt adalah dengan memahaminya dalam konteks kalimat disertai contoh-contoh penggunaannya yang tepat.

Cara belajar seperti itu juga kebanyakan hanya sekedar menghafal mufradāt apa saja, tanpa dilakukan seleksi mufradāt mana yang akan digunakan dalam komunikasi. Santri wajib menghafal mufradāt apa saja, padahal yang mungkin bisa digunakan untuk komunikasi hanya sepertiga bahkan seperempat dari yang dihafal. Karena itu, dalam belajar mufradāt yang lebih tepat mestinya harus selektif, hanya mufradāt yang diperlukan dalam komunikasi saja yang diutamakan untuk dipelajari. Mufradāt yang dipelajari seharusnya adalah yang dibutuhkan oleh pembelajar.

Dalam belajar mufradāt juga sering kita mendapati mufradāt yang dihafal tidak komunikatif. Mufradāt itu dibutuhkan oleh pembelajar, tetapi dalam komunikasi sehari-hari penutur asli bahasa Arab ternyata tidak memilih menggunakan kosa kata yang telah dihafal oleh pembelajar. Akibatnya ketika seorang pembelajar menggunakan kosa kata itu, penutur asli tidak dapat memahaminya, berarti kosa kata yang dipelajari tidak komunikatif. Misalnya, kita sudah capek-capek menghafal kata (إِمْضَاء) yang berarti tanda tangan, ternyata penutur asli memilih menggunakan kata yang lain yaitu (تَوْقِيْع).

Target yang ingin dicapai dalam belajar mufradāt bukan sekedar memahami artinya, namun ada enam hal yang perlu diperhatikan oleh siapa saja yang meu belajar mufradāt. Enam target belajar mufradāt itu adalah: (1) dapat mengucapkan mufradāt dengan benar, (2) dapat mengetahui maknanya, (3) dapat menggunakannya dalam kalimat, (4) dapat menggunakannya dalam konteks yang tepat, (5) dapat mengeja dan menuliskannya, dan (6) dapat mengetahui asal usul kata atau derivasinya.

Buku ajar bahasa Arab yang disusun berdasarkan teori linguistik terapan biasanya sudah memperhatikan prinsip-prinsip dalam pemilihan mufradāt, sehingga mufradāt yang disajikan sudah sesuai dengan standar pembelajaran bahasa Arab yang baik. Namun demikian, tetap saja buku ajar itu dibuat untuk kawasan yang luas, kebutuhan pembelajar dalam kawasan tertentu yang lebih sempit biasanya belum terakomodasi. Wallahu a’lam.
===============
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

Rekomendasi Artikel: