Muhammad Al-Asi, Imam di Islamic Center Washington D.C menyatakan, ibadah haji merupakan model efektif yang mengajarkan negara-negara muslim dan rakyatnya untuk menjadi masyarakat yang independen, bebas dari pengaruh kekuatan hegomoni bangsa-bangsa lain.
Dalam wawancara dengan Press TV, Imam Al-Asi mengupas bagaimana ibadah haji mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi dan politik masyarakat Muslim. Berikut petikannya ...
Apakah Anda melihat ibadah haji tahun ini memiliki makna khusus yang penting, karena ibadah haji kali ini merupakan yang pertama kalinya setelah gerakan "Kebangkitan Islam" (revolusi rakyat di sejumlah negara Muslim), dan apakah Anda merasakan ibadah haji tahun ini nuansanya agak sedikit berbeda?
Ya, tentu saja, untuk hal yang sederhana bahwa kebangkitan masyarakat Muslim masih terus dalam proses sejak pelaksanaan ibadah haji tahun lalu, dan ini membawa kepercayaan diri bagi masyarakat Muslim yang sekarang sedang menunaikan ibadah haji.
Saya mengasumsikan, ada proporsi yang lebih baik bagi mereka yang menunaikan ibadah haji pada tahun ini. Mereka yang begitu berharap dan memiliki aspirasi untuk untuk menumbangkan pemerintahan-pemerintahan diktator dari manapun asal negara mereka. Mayoritas muslim berasal dari negara-negara semacam itu, negara yang diperintah oleh seorang presiden atau raja yang berkuasa tapi tidak sesuai dengan konsep islami.
Di sisi lain, ada pengamananan yang meningkat. Ada beberapa laporan yang menyebutkan, sekira 100.000 aparat keamanan dari berbagai kekuatan yang disiagakan di dalam dan di sekitar Mekkah dan Madinah. Saya kira, mengetahui bagaimana pemerintah Arab Saudi melakukannya, mereka dimaksudkan untuk membendung pemikiran dan perasaan paling dalam umat Islam dalam mengekspresikan keinginan politiknya seperti yang diinginkan oleh kaum musrikin.
Dalam konteks ini, kaum musrik adalah kalangan imperialis dan kekuatan zionis yang ingin menancapkan disain hegemoni dan eksploitasinya ke seluruh negeri Muslim.
Maksud Anda, pemerintah Saudi lebih berhati-hati, karena Anda bilang bahwa pada dasarnya ibadah haji berkaitan dengan sikap perlawanan terhadap imperialisme dan kekuasaan hegemoni. Apakah menurut Anda Saudi menaruh perhatian besar atas situasi tersebut, pada tahun ini dan mengapa itu terjadi?
Baiklah, pertama, mari kita definisikan pemerintah Arab Saudi. Pemerintah Arab Saudi selama setahun belakangan ini memantau dengan sangat seksama perkembangan di negara-negara tetangganya. Utamanya di Mesir. Setelah itu, yang menjadi pusat perhatian Arab Saudi, perkembangan di negara Yaman dan Bahrain.
Situasi di kawasan itu memberikan pengaruh yang sangat dalam dalam level internal, yaitu kalangan masyarakat Arab Saudi. Dan karena ada ekspresi publik yang sangat membuncah dalam bentuk aksi-aski unjuk rasa, dalam bentuk kerusuhan, bentrokan dan konfrontasi, pemerintahan dan para bangsawan kerajaan Saudi mengambil posisi untuk lebih berpihak pada penguasa, bukan pada rakyat.
Dalam kasus Mesir, Bahrain, juga Yaman, ada dua pihak--pihak popular (rakyat) dan pihak pemerintah--pemerintahan Arab Saudi berpihak pada sisi pemerintah dalam kasus yang terjadi di beberapa negara Muslim. Dan sekarang, Anda melihat gelombang dari kelompok popular datang ke Mekkah dan Madinah untuk menunaikan ibadah haji. Merekalah yang menjadi perhatian utama pemerintah Arab Saudi sekarang, karena sentimen kelompok populis itu sangat jelas.
Saudi mengawasi semua ini, jadi jelas bahwa pemerintah Saudi akan melakukan tindakan pencegahan apapun yang mereka bisa.
Menurut Anda, apakah umat Islam sudah berada dalam level yang berbeda dalam hal kecanggihan politik mereka, seperti yang disebutkan Ayatullah Khamenei (pemimpin spiritual Iran) bahwa umat Islam sekarang sudah siap untuk memasuki fase persatuan dengan sesama negara Muslim lainnya?
Jadi begini ... Umat Islam di seluruh dunia selama berabad-abad, beribu-ribu tahun, jika kita perhatikan dengan seksama sistem pemerintahan yang diberlakukan di masyarakat Muslim, dalam beberapa abad belakangan ini masyarakat Muslim di dunia--kalau boleh saya menggunakan istilah ini--sedang mengalami "kehamilan" politik.
"Kehamilan" ini sudah berlangsung selama sangat alam, mereka membawa jabang bayi berupa "keinginan untuk menentukan nasib sendiri". Apa yang kita saksikan hari ini, dalam bentuk gerakan popular di berbagai tempat adalah kelahiran si jabang bayi itu.
Dan umat Islam di seluruh dunia, lupa ada pengecualian, mayoritas muslim di berbagai penjuru dunia sedang menunggu masa-masa mereka secara politik dilahirkan kembali. Seperti yang sudah saya katakan, saya harus menggaris bawahi kata "berabad-abad", karena selama bertahun-tahun lamanya umat Islam hampir tidak terlihat perannya dalam menentukan masa depan mereka baik dari sisi politik maupun sistem pemerintahan, seperti yang mereka inginkan.
Kelihatannya saja, di banyak tempat, ada pemilu yang bebas dan adil. Apa yang disebut pemilu yang bebas dan adil dalam beberapa generasi merupakan pemilu yang palsu, yang sebenarnya tidak ada. Tapi sekarang, untuk pertama kalinya, di beberapa negara terbuka peluang untuk menunjukkan diri mereka sendiri. Oleh sebab itu, kekuatan dan kecenderungan gerakan populis berusaha memanfaatkan peluang itu, keinginan untuk menentukan nasib sendiri dan merealisasikannya ... tumbuh subur.
Berkaitan dengan "kelahiran" itu, ada kesulitan dan bahaya. Ada tantangan. Di sinilah kita sedang berada, dan jika kita ingin mengeneralisir buat semua Muslim di seluruh dunia, ini merupakan momen bersejarah mereka. Mereka dengan cepat mencapai era kesadaran berpolitik yang matang.
Itulah sebabnya, ibadah haji tahun ini merupakan ibadah di awal masa gerakan popular (rakyat) yang sedang berusaha merasakan posisi mereka di masa depan.
Dari semua itu, saya harus mengatakan dan menekankan bahwa situasi sekarang sangat penting dan kritis bagi semua Muslim yang menginginkan kebebasan, untuk mengikuti instruksi yang telah diajarkan Nabi Muhammad Saw.--seperti yang diinstruksikannya di hajinya yang terakhir--bahwa perayaan haji, musim haji, hari-hari menjalani ibadah haji adalah hari-hari yang kita alami sekarang, yang harus ditunjukkan pada publik dan menjadi deklarasi bahwa umat Islam adalah masyarakat yang independen, dan karenanya mereka selayaknya umat Islam tidak memiliki ketergantungan baik secara politik maupun ekonomi dengan kekuatan musrik di dunia ini.
Dalam bahasa sekarang, artinya kaum Muslimin harus punya kekuatan militer, pemerintahan, dan mata uang yang tidak berhutang pada aliansi manapun dan tidak menerima bantuan dari negara superpower, dari kekuatan hegemoni atau dari kekuatan yang ingin mengeksploitasi dunia. Ini sangat integral.