Sebelum Indonesia merdeka, Malang sudah dikenal dan terkenal hingga mancanegara. Kota ini sangat menarik setiap orang yang berkunjung dan bermukim di dalamnya. Udarnya sejuk dan menyejukkan. Penduduknya ramah dan santun, membuat kondusif bagi setiap orang yang ingin mendalami ilmu pengetahuan agama atau umum. Banyaknya pesantren dan kampus, menjadikan kota Malang sebagai rujukan utama bagi para pemburu ilmu agama dan umum dari seluruh pelosok nusantara, bahkan hingga mancanegara.
Sampai sekarang, kota Malang ini masih menjadi tujuan utama para pelajar yang ingin mendalami ilmu agama dan umum. Kota Malang telah melahirkan tokoh-tokoh nasional, mulai pemimpin nasional, politisi, ilmuawan dan cendikiawan, agamawan (ulama), menteri, Jenderal, guru besar. Malang itu saya ibaratkan tempat istimewa bagi setiap sarjana yang ingin meraih cita-citanya. Cukup banyak orang-orang kampung yang sukses hingga bisa menuju kampus. Jika mampu menaklukkan kota Malang, berarti akan bisa menaklukkan Indonesia.
Dalam tulisan ini, saya akan mengangkat sosok ulama dan cendikiawan muslim NU. Beliau adalah KH Muhammad Tholkhah Mansoer. Kyai yang satu ini bukan saja sosok cendikiawan yang kaya dengan gagasan-gagasan cemerlang. Lebih itu, beliau adalah sosok ulama yang memahami pesan-pesan Al-quran dan sunnah Rosulullah SAW kemudian membumikan dalam bentuk nyata.
Salah satu ciri khas ulama, sebagaimana penjelasan Al-Quran ialah memiliki rasa khosyah (takut) kepada Allah SWT. Sudah menjadi karakter ulama, semakin tinggi ilmu dan pengetahuan agamanya, semakin tinggi pula tingkat khosyahnya kepada Allah SWT. (QS Fathir (35:28). Sebagai pewaris para Nabi, KH Muhammad Tholkah Mansoer benar-benar memberikan manfaat bagi umat. Salah satu gagasan yang bisa dirasakan oleh warga NU, ternyata yang memiliki gagasan dan mendirikan IPNU (Ikatan Pelajar NU itu adalah KH Muhammad Tholkah Mansoer).
Teringat sebuah hadis Rosulullah SAW yang artinya:’’ “Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun (HR Muslim).
KH Tholhah Mansoer telah merintis kebaikan, dengan cara mendirikan IPNU. Selama IPNU itu dipergunkan untuk kebaikan, maka beliau akan mendapatkan pahala, sebanyak anggota IPNU di seluruh nusantara. Begitulah salah satu ciri khas ulama dan cendikiawan asal Malang yang menjadi tokoh Nasional.
Nama lengkap beliau adalah KH. Prof Mohammad Tolhah Mansoer (1930-1986). Beliau lagir di Malang Jawa Timur. Tepatnya pada tanggal 10 September 1930. Beliau putra dari seorang ulama dan pedagang kecil yang bernama KH. Mansoer yang berasal dari Pulau Garam Madura. Sang ayah ingin sekali Muhammad Tholhah seperti kakaknya yaitu Usman Mansoer). Wajar, jika seorang ayah mengingkan anaknya menjadi penerus perjuangan dan penyambung lisan Rosulullah SAW. Tidak berlebih-lebihan jika kemudian Muhammad Tholhah Mansoer menjadi ulama, karena sang ayah juga seorang ulama’. Sedangkan Ibu KH Tholkah Mansoer berIstri beliau bernama Umroh Mahfudzah, putri dari KH. Wahab Chasbullah.
Beliau mengawali pendidikan pertamanya di Madrasah Ibtidaiyah Nahdhotul Ulama Jagalan (Sekarang Daerah Embong Arab) Malang (1937-1945). Beliau melanjutkan MTS (Madrasah Tsanawiyah ditempat yang sama hingga kelas III.
Madrasah Ibtidaiyah NU atau yang di singkat dengan MINU, dimana KH Tholhah Mansoer beljar, ternyata di dirikan oleh KH Nahrowi Thahir, Tholhah Mansur di asuh langsung oleh seorang kyai yang bernama KH Murtaji Bisri. Pada usia 17 tahun, Tholhah Mansoer sudah dipercaya menjadi Sekertaris Sabilillah daerah pertempuran Malang Selalatan. Karena itulah beliau ahirnya meninggalkan sekolahnya karena berjuangan menengakkan agama Allah SWT. Usai kemerdekaan, barulah Tholhah Mansoer melanjutkan sekolahnya hingga selesai tingkat SMP (Taman Madya) dan Taman Dewasa (SMU) di kota Madya Malang. Beliau lulus tahun 1951.
Tidak puas dengan ilmu yang dimiliki, Muhammad Tholhah Mansoer melanjutkan study kejenjang sarjana. Pada tahun 1951, beliau melanjutkan kuliah di UGM (Universitas Gajah Mada) di Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Budaya (HESP). Pada tahun 1953. Kemudian pada 1959 beliau lanjutkan kuliah sampai mendapat gelar Sarjana Hukum pada 1964, kemudian di lanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi hingga mendapat gelar doctor dalam bidang Hukum ketatanegaraan di bawah bimbingan Prof. Dr. Abdul Ghaffar Pringgodigdo, dan berhasil memperhahankan desertasi dengan judul Pembahaasan Beberapa Aspek Tentang Kekuasaan Eksekutif Dan Legislatif Negara Indonesia (17 Desember 1969). Pada tahun 1970 Disertasi KH Tholhah Mansoer diterbitkan menjadi buku oleh penerbit Radya Indria Yokjakarta.
Guru-guru beliau dalam ilmu agama cukup banyak. Sebagai santri, beliau selalu menyempatkan belajar ilmu agama (nyantri) ke beberapa ulama sepuh NU. Di antara guru-guru ngaji Tholhah Mansoer ialah, KH Sykuri Gozali, KH Murtaji Bisri. Sudah menjadi sebuah tradisi, setipa bulan puasa, para santri ngaji kilatan di beberpa ulama. Tholhan Mansoer menyempatkan diri ngaji di beberpa pondok pesantren, di antaranya Tebu Ireng, Al-Hidayah, Soditan, Lasem di bawah asuhan KH Ma’shum. Berkah dari ngaji di beberapa kyai, Tholhah Mansoer ahirnya menjadi ulama dan intelektual hebat dan berkualitas.
Sejak remaja, Tholhah Mansoer sudah aktif berorganisasi, khususnya organisasi ke NU-an. Ketika masih Tsanawiyah, Tholhah Mansoer sudah pernah menjadi sekertaris IMNU (Ikatan Murid Nahdhotul Ulama) kota Malang, pada tahun 1945. Beliau juga pernah menjadi Ketua Departemen Penerangan Pengurus Besar PII (Pelajar Islam Indonesia), saat itu Tholkah Mansoer masih kuliah di Jokjakarta. Beliau juga pernah menjadi ketua I HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) untuk wilayah Jokjakarta.
Dalam dunia pendidikan, Tholhah Mansoer juga mengajar dibeberapa perguruan tinggi, seperti; IAIN sunan Kalijaga, IKIP Yogyakarta, IAIN Sunan Ampel, dan Akademi Militer di Magelang. Beliau juga pernah menjadi Direktur Akademi Administrasi Niaga Negeri (1965-1975), menjadi Rektor Universitas Hasyim Asy’ari, Jombang (1970-1983), Rektor Perguruan Tinggi Imam Puro, Purworejo (1975-1983) serta menjadi Dekan Fak. Hukum Islam di Universitas Nahdlatul Ulam di Surakarta. Melalui lisan dan tulisan, Muhammad Tholhah Mansoer membumikan gagasan-gagasanya untuk untuk negera Indonesia lebih maju dan bermartabat.
NU memang tidak lepas dari politik, walaupun NU tidak boleh berpolitik praktis. Tetapi dalam catatan sejarah, hampir sebagian besar tokoh-tokoh NU sangat mumpuni dama urusan politik. KH Tholah Mansoer, yang aktif dan menjunung tinggi nilai-nilai ke-NU anya, juga terjun dalam dunia politik. Tentu saja politiknya bersih dan santun, bukan menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan. Akan, tetapi dalam karirnya KH Tholhah Mansoer lebih banyak mengabdikan diri pada jamiyah Nahdhotul Ulama.
Di sisi lain, sang istri ternyata sangat aktif dalam politik praktis. Dra Hj. Umrah Mahfudhzoh aktif dalam partai politik berlambang Ka’bah (PPP). Pernah menjadi ketua DPW Jokjakarta, hingga menjadi anggota DPRD I Jokjakarta, bahkan pernah melenggang di DPR/MPRI RI, sebagaimana sang suami yang pernah menjadi anggota DPR mewakli NU pada tahun 1958. Hampir semua hidupnya di darma baktikan untuk NU.
Ciri khas seorang ulama NU jaman ialah mampu menjadi pemimpin di masyarakat. Mampu menyampaikan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah Nabi SAW melalui lisan (ceramah, khutbah) dengan santun. Bisa juga menyampaikan pesan-pesan Al-Quran dan Hadis Nabi SAW melalui artikel, buku. Seolah-olah mereka ulama itu mampu menangkap pesan QS Al-Alaq (96:1-5) yang intisarinya adalah perintah untuk membaca (belajar). Kemudian ilmu yang telah di peroleh melalui mendengar (menyimak) dan membaca (qiroah) di sampaikan melalui Al-Qolam (tulisan) dan ceramah (lisan).
Selanjutnya, semua itu akan bermakna jika di dasari dengan selalu menyebut nama Allah SWT. Rosulullah SAW pernah mengatakan: “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan sesuai apa yang diniatkan, barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang akan didapatkan atau wanita yang akan dinikahi maka hijrahnya sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari Muslim). Niat yang baik itu ibrat mata air yang jernih yang selalu mengalir air yang jernih. Begitulah kisah sang Begawan NU dari kota Malang, KH Muhammad Tholhah Mansoer.