Setiap zaman rupanya terdapat lembaga yang berperan mewariskan ilmu pengetahuan. Pada zaman dulu, orang tua-tua bercerita, terdapat lembaga pendidikan bernama padepokan. Di tempat itu, para cantrik belajar kepada resi yang dianggap kaya ilmu. Tidak semua orang bisa menjadi resi. Seseorang disebut resi, manakala yang bersangkutan memang benar-benar kaya ilmu dan keilmuannya itu diakui oleh masyaakat.
Perkembangan lebih lanjut, tatkala Islam datang di Indonesia muncul lembaga pendidikan yang disebut dengan pondok pesantren. Di lembaga ini terdapat para santri belajar ilmu tentang Islam kepada kyai. Sebagaimana resi, disebut kyai manakala seseorang diakui telah memiki ilmu agama Islam dan mengamalkannya secara istiqomah. Baik resi maupun kyai tugasnya sehari-hari adalah mendidik para cantrik di padepokan dan para santri yang ada di pesantren. Resi dan kyai menunaikan tugasnya atas dasar kecintaan yang mendalam terhadap ilmunya. Mereka memelihara dan memegang teguh ilmu pengetahuan yang dikuasai. Selain mengajar pada setiap saat, para resi dan juga kyai, selalu mengembangkan ilmunya. Dengan demikian, ilmu yang dikuasai oleh mereka semakin lama semakin mendalam. Padepokan dan juga di pesantren, oleh karena bersifat pribadi dan informal, maka tidak ada lembaga khusus yang mengawasi. Tidak ada akreditasi terhadap padepokan dan juga terhadap pesantren. Namun demikian, kualitas keilmuannya dijaga sendiri oleh resi dan juga oleh para kyai pesantren. Sekalipun pendidikan dijalankan secara sederhana dan informal, tetapi tidak pernah ditemukan padepokan palsu dan atau juga pesantren palsu. Pengawasan terhadap lembaga pendidikan tersebut datang dari masyarakat, sehingga tidak bisa dipalsukan. Masyarakat datang ke padepokan dan juga ke pesantren biasanya tertarik pada kehebatan resi dan atau kyainya. Resi atau kyai yang hebat akan didatangi oleh banyak cantrik dan santri dari berbagai penjuru. Semakin terkenal kehebatan para resi dan kyai tersebut, maka semakin banyak didatangi oleh para calon cantrik dan atau calon santri. Kehebatan nama resi dan juga kyai bukan berasal dari pengakuan penguasa atau pemerintah, melainkan dari masyarakat sendiri. Pada zaman modern sekarang ini, terdapat lembaga pendidikan, --------semacam pedepokan dan juga pesantren, disebut sekolah dan perguruan tinggi. Para pengajarnya disebut guru dan dosen atau guru besar. Bedanya dengan padepokan dan pesantren, perguruan tinggi bersifat formal. Lembaganya diakui atas dasar surat keputusan pemerintah dan demikian pula para guru besarnya. Lembaga pendidikan modern yang disebut perguruan tinggi, ------tidak sebagaimana padepokan dan pesantren, semua hal yang terkait dengan pendidikan didasarkan pada aturan yang jelas. Misalnya, berapa lama pendidikan harus ditempuh, kapan waktu belajar, buku-buku yang harus dibaca, dosen atau guru besar yang boleh mengajar, kapan pelajaran harus dimulai dan diakhiri pada setiap tahunnya, pelaksanaan ujian, upacara kelulusannya, bahkan termasuk biaya yang harus dibayar oleh para mahasiswanya, dan lain-lain. Berbagai macam peraturan itu dibuat dan diberlakukan untuk menjaga kualitas hasil pendidikan yang dijalankan. Memang dengan peraturan itu, sebagian berhasil memberikan pedoman dan sekaligus ukuran yang semestinya dicapai. Akan tetapi,------tidak sedikit, bahwa justru dengan peraturan itu pelaksanaan pendidikan diselewengkan. Peraturan dijalankan pada batas-batas minimal dan bersifat formalitas. Bagi mereka, yang terpenting adalah telah menjalankan peraturan yang ada sekalipun secara substantive masih jauh dari yang diharapkan. Pendekatan formal itu kadangkala dijalankan dalam berbagai aspeknya, baik terkait dengan pengajarnya, waktu belajar, tugas-tugas yang harus dijalankan dan lain-lain. Misalnya tentang tenaga pengajar, seseorang yang sebenarnya bukan dosen diperankan sebagai dosen, dan bahkan diguru-besarkan, ------ seorang bupati atau pejabat dikukuhkan sebagai profesor. Waktu belajar direkayasa, dipadatkan, dan atau dipersingkat. Diselenggarakan berbagai jenis kelas, sehingga dikenal kelas eksekutif, kelas Sabtu Minggu, kelas jauh, dan atau kelas terlalu jauh, hingga ke desa-desa. Memperhatikan kenyataan-kenyataan tersebut, membuktikan bahwa pendekatan modern, belum tentu, hasilnya lebih baik atau berkualitas. Pendidikan di padepokan atau pesantren, sekalipun tidak diatur secara formal dan tidak modern, akan tetapi oleh karena didasari oleh niat atau motivasi belajar yang benar, maka kualitas pendidikannya tetap terjaga. Sebaliknya, pendidikan modern, ------bahkan hingga tingkat perguruan tinggi sekalipun, oleh karena niat atau motivasinya hanya mengejar ijazah dan gelar, maka ilmunya belum tentu didapat. Akhirnya, bahkan pendidikan menjadi berjalan tidak karu-karuan. Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang