Selama ini orang sudah sangat membenci tindakan korupsi, kecuali bagi mereka yang memang sehari-hari menjalankannya. Didorong oleh rasa kebenciannya itu, tidak sedikit orang mengusulkan agar pelaku korupsi dihukum seberat-beratnya, misalnya dihukum mati. Dulu juga ada usul agar para koruptor diberi seragam khusus baju koruptor. Seragam itu dimaksudkan agar pelaku korupsi menjadi malu.
Kebencian secara meluas seperti itu ternya tidak menyurutkan orang melakukan tindak kejahatan yang dibeci itu. Sebab aneh, pelaku korupsi kadangkala masih dihormati, karena mereka berasal dari kalangan orang-orang tertentu yang tidak semua orang berhasil meraihnya. Korupsi seolah-olah masih identik dengan status sebagai orang terhormat. Apalagi ternyata, korupsi tidak selalu dilakukan secara senidiri-sendiri, melainkan adakalanya bersamaan dan hasilnya akan digunakan untuk kegiatan bersama-sama pula. Korupsi yang demikian ini akan semakin sulit diberantas. Jika korupsi itu dilakukan secara pribadi, maka hukumannya akan jatuh terhadap pribadi yang bersangkutan. Ia sendiri yang akan merasakan tersiksa. Berbeda kalau korupsi itu dilakukan secara bersama-sama, dan apalagi kelompok itu sedemikian kuat, akan sangat sulit dihentikan. Para pelakunya, -----jika dihukum, juga tidak terlalu tersiksa, karena dirasakan secara bersama-sama pula. Korupsi yang melilit bangsa ini rupanya sudah seperti itu. Bahkan yang lebih parah lagi, sudah dilakukan oleh pihak-pihak yang semestinya memberantasnya, dan bahkan juga telah dilakukan secara bersama-sama. Semula orang percaya bahwa korupsi akan berhasil diberantas oleh kepolisian. Namun ternyata, justru di isntitusi tersebut juga terdapat kasus yang tidak pantas dilakukan itu. Hal yang sama juga kedapatan di lembaga kehakiman,kejaksanaan, partai politik, dan bahkan di pusat-pusat pemerintahan, hingga di KPK sekalipun. Lalu apa lagi yang bisa diharapkan menjadi kekuatan untuk memberantasnya. Korupsi yang sedemikian meluas, menjadikan istilah koruptor bukan lagi sesuatu yang dianggap aib, rendah, atau buruk. Korupsi menjadi sesuatu yang biasa dilakukan orang. Penyandang identitas koruptor adalah dianggap hal biasa, karena banyak orang melakukannya. Di mana-mana, orang yang melakukan hal itu saling bertemu dan tidak malu lagi disebut sebagai koruptor. Jika demikian, maka akan semakin sulit menghentikan jenis tindak kejahatan itu. Atas dasar kenyataan itu, kata korupsi kiranya perlu diubah agar menjadi kata yang paling buruk bagi siapa yang melakukannya. Misalnya kata itu disamakan atau bahkan diubah dengan kata maling atau pencuri. Siapapun yang mengambil uang negara secara tidak sah, maka disebut saja dengan sebutan maling atau pencuri. Sebutan itu agar yang bersangkutan menjadi merasa lebih malu daripada sekedar disebut sebagai koruptor. Seorang koruptor, oleh sementara orang dianggap membanggakan. Karena istilah itu identik dengan pemilik jabatan terhormat, yang tidak sembarang orang bisa meraihnya. Sebutan pencuri atau maling akan dirasakan lebih hina dan menyiksa bagi pelakunya. Sebutan itu terkesan sangat rendah. Oleh karena itu kalau sebutan itu diberikan kepada pejabat yang mengambil uang negara dengan cara tidak sah untuk kepentingan pribadinya, maka yang bersangkutan akan merasakan dirinya hina, sangat aib, dan sangat rendah. Sebutan sebagai maling atau pencuri, bagi para pejabat yang menyimpangkan uang negara akan sekaligus menjadi bagian dari hukuman. Selain itu, pengadilan yang mengadili para penyerobot uang negara disebut mengadili pencuri atau maling. Demikian pula polisi yang menangkapnya, disebut polisi telah menangkap pencuri atau maling. Dan demikian pula KPK, juga disebut lembaga yang sehari-hari berburu pencuri atau maling. Dengan demikian, maka koruptor benar-benar terhukum baik secara fisik maupun jiwanya, agar mereka berpikir panjang sebelum melakukan tindakan jahat itu. Pengambil uang negara secara tidak sah, akan benar-benar menjadi aib, hina, rendah, dan benar-benar jatuh martabatnya. Sementara ini, seorang koruptor, setelah bebas dari penjara masih dibolehkan mencalonkan diri menjadi pejabat politik. Dengan begitu identitas sebagai koruptor seolah-olah bukan buruk, rendah atau jelek. Sebab, setelah hukuman dijalani, namanya masih dianggap tidak seburuk perbuatan yang dilakukannya. Umpama koruptor disebut pencuri atau maling, mungkin orang akan menghindari perbuatan itu. Sebab, siapa yang mau disebut dengan sebutan seburuk itu. Orang pada umumnya tidak mau identitasnya disebut terlalu jelek. Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang