Keluarga

Televisi Bikin Judes Anak-anak

Sumber : Senior

Menonton acara bermuatan pendidikan seperti Sesame Street 1-3 jam seminggu, efeknya terbukti positif bagi kecerdasan anak.

Namun, menonton acara hiburan dan film kartun lebih lama, nilai akademik anak rendah. Perilaku judes pun menambah panjang daftar efek negatif TV setelah kegemukan, agresivitas, dan inatensi.

"Kenapa ya anak-anak sekarang kok judes-judes, kalau diajak bicara lebih galak daripada kita orangtuanya? Padahal, kita tidak pernah mengajarkan begitu,” tanya seorang ibu kepada temannya. Teman itu menimpali, “Oh, memang lain dibanding zaman kita kecil dulu. Boro-boro galak, ngomong pun sama orangtua mesti sopan dan halus. Mana berani kita membantah?”

Zaman memang telah berubah, yang berani sama orangtua bukan hanya anak si A atau si B, tetapi sudah menjadi fenomena umum. Begitu juga gaya bicara anak yang semakin ceplas ceplos, terkesan judes, suka membentak, dan seolah tanpa sopan santun.

Banyak orangtua menuding TV sebagai sumber perubahan tersebut. Lebih-lebih acara bermutu yang pas buat pendidikan dan hiburan anak kelewat sulit ditemukan di TV, meski jumlah saluran semakin banyak.

Program Pendidikan

* Kita memang tidak bisa gegabah menggeneralisasi bahwa TV itu buruk bagi kepentingan tumbuh kembang anak. Tak lain karena begitu banyak saluran televisi dan sedemikian rupa ragam bentuk dan isi acara yang dapat dipilih.

Jika kedua ibu di atas dapat mengatur anak hanya menonton acara TV yang bermutu, mungkin mereka tak akan menghadapi problem berkaitan dengan perilaku negatif anak.

Sebuah penelitian di Texas, Amerika Serikat, yang dilakukan selama lebih dari tiga tahun terhadap 200 anak usia 2-7 tahun menunjukkan hasil yang memberi nuansa optimistis. Anak-anak yang berasal dari keluarga kelas sosial ekonomi bawah dan menengah itu secara periodik mendapatkan tes membaca, matematika, perbendaharaan kata, dan kesiapan bersekolah.

Anak-anak yang menghabiskan waktu beberapa jam saja setiap seminggunya untuk menonton program pendidikan seperti Sesame Street, Mister Rogers’ Neighborhood, Reading Rainbow, Captain Kangaroo dan Mr. Wizard’s World ternyata memperoleh nilai akademik lebih baik tiga tahun kemudian, dibandingkan anak-anak yang tidak menonton program pendidikan itu.

Riset tersebut juga menemukan, anak-anak yang banyak menonton program hiburan dan film-film kartun terbukti memperoleh nilai akademik lebih rendah, dibanding anak-anak yang sedikit saja menghabiskan waktunya untuk menonton program yang sama.

Kalau diperhatikan alokasi waktunya, anak-anak memang menghabiskan waktu lebih sedikit untuk menonton program pendidikan. Rata-rata anak-anak tersebut menonton 1-3 jam program pendidikan setiap minggunya, jika dibandingkan rata-rata 10 hingga 16 jam anak-anak menonton program hiburan, dan 5 sampai 8 jam menonton film kartun.

Karena itu, peneliti tidak dapat memastikan apakah seandainya anak-anak itu menonton program pendidikan lebih lama juga akan menimbulkan efek negatif, dengan lebih banyak waktu terbuang untuk duduk di depan TV.

Hasil positif juga dipaparkan dari riset tersebut, berkaitan dengan tingkat usia anak. Pada anak-anak yang lebih kecil, usia 2-3 tahun, efek program pendidikan itu jauh lebih kuat.

“Program pendidikan yang bagus memberikan keuntungan jangka panjang pada semua usia, tetapi khususnya pada anak-anak yang belum mendapat pendidikan di sekolah, kebiasaan menonton yang baik itu dibentuk sejak usia dini,” ungkap Aletha C. Houston, Ph.D, dari Universitas Texas di Austin, yang memimpin riset.

Pelajaran Judes

* Di samping memberikan efek berupa nilai akademik yang buruk, ternyata televisi juga menyuburkan perilaku negatif lain pada anak-anak, yaitu suka membentak alias judes.

Menurut Journal of the American Medical Association belum lama ini, anak-anak usia empat tahun yang menerima dukungan emosional dan rangsangan kognitif dari orangtuanya tidak menunjukkan gejala berperilaku judes. Sebaliknya, anak-anak usia sama yang lebih banyak “didukung dan dirangsang” oleh televisi terbukti lebih judes.

Apa yang perlu dikhawatirkan dari perilaku judes itu, sehingga para peneliti sampai menaruh perhatian sedemikian rupa?

Ternyata mereka memprediksi dampak buruknya bagi anak di masa depan, antara lain meningkatnya agresivitas, rendahnya kemampuan bergaul dan berempati, dan rendahnya kemampuan kognitif.

Dengan demikian, perilaku judes ini menambah daftar efek negatif televisi terhadap anak-anak, antara lain: kegemukan, gangguan pemusatan perhatian (inatensi), dan agresivitas.

Para peneliti menyarankan supaya orangtua lebih banyak memberikan dukungan emosional dan rangsangan kognitif bagi anak, menggantikan jam-jam mereka menonton TV. Ini berarti membatasi anak menonton televisi sangat disarankan. Pilih hanya yang betul-betul baik bagi pendidikan anak. (Senior)

Go to top