KALA INGIN PENSIUN DINI

Saya sungguh mewanti-wanti kalau ada teman atau kenalan yang mau pensiun dini. Berhati-hati karena pertaruhannya besar sekali yaitu masa depan keluarga. Kalau tidak memiliki persiapan memadai maka keputusan pensiun dini bisa mencelakaan masa depan keluarga sendiri.

Pensiun dini adalah berhenti dari perusahaan sebelum usia pensiun yang seharusnya. Pensin dini bisa lantaran ditawari perusahaan maupun atas inisiatif pilihan sendiri si karyawan. Di Indonesia, rata-rata usia pensiun adalah 55 tahun dan 56 tahun. Di negara tertentu, seperti Perancis atau Italia usia pensiun adalah 60 tahun.

Beberapa perusahaan menawarkan opsi pensiun dini kepada karyawan-karyawan tertentu sesuai standar penilaian yang sudah mereka lakukan. Bagi perusahaan, skema pensiun dini merupakan salah satu cara untuk menurunkan beban biaya SDM. Bagi karyawan sendiri, pensiun dini ibarat dua sisi mata pedang: bisa berdampak baik bagi yang memang sudah menyiapkan diri, namun bisa menyebabkan celaka bagi mereka yang tidak siap namun nekat tetap mengambil pensiun dini.

Satu penelitian terhadap 14.000 pekerja Perancis yang pensiun dini pada usia 55 tahun menyimpulkan bahwa pensiun dini dinilai menguntungkan, khususnya dari segi kesehatan mental. Keputusan pensiun dini telah mengurangi beban pekerja dari stres dan kelelahan fisik.

Penelitian Hugo Westerlund dan rekannya di Universitas Stockhlom yang dipublikasikan pada tahun 2010 itu telah mencatat kesehatan pekerja Perancis selama 15 tahun. Beberapa tahun sebelum pensiun, seperempat pekerja menderita gejala depresi dan satu dari sepuluh orang memiliki penyakit deabetes atau jantung. Setelah pensiun, ternyata ada penurunan signifikan pada tingkat kelelahan mental dan fisik para responden.

Namun penelitian yang lain justru menyimpulkan sebaliknya, yaitu pensiun dini dapat memperburuk kesehatan. Satu penelitian di tahun 2009 menemukan, mereka yang berhenti bekerja dan tidak mengerjakan apa-apa lagi pada usia 55 tahun justru berisiko terkena serangan jantung, kanker dan penyakit lainnya, dibandingkan mereka yang mengisi masa pensiunnya dengan kerja paruh waktu.

Psikolog mengatakan, hal itu terjadi karena bekerja di tempat yang tepat dapat meningkatkan harga diri dan perasaan aman serta berpengaruh terhadap kesehatan fisik. Sebaliknya, tetap bekerja di pekerjaan yang penuh tekanan akan berdampak negatif bagi kesehatan.

Poinnya adalah pensiun dini hanya akan berdampak baik pada seorang karyawan apabila setelah pensiun tetap memiliki kegiatan seperti kerja paruh waktu atau kegiatan produkif lainnya serta punya dukungan keuangan yang memadai. Apabila kondisi tersebut tidak terpenuhi, maka keputusan memilih pensiun dini justru akan memperburuk kondisi psikis dan kesehatan si karyawan.

Suatu hari saya mendapat telepon yang mengagetkan yaitu teman yang dua tahun sebelumnya pensiun dini, telah meninggal dunia saat tidur di malam hari. Almarhum terkena serangan jantung saat tidur sekitar jam 02.00 dini hari. Saat meninggal dunia dia berusia 43 tahun sedangkan anak-anaknya masih bersekolah di SMP dan SD. Isterinya tidak bekerja sehingga sepeninggal suaminya, si isteri beserta anak-anaknya boyongan pulang ke rumah orang tuanya.

Saat masih bekerja, almarhum memiliki karir yang cukup bagus dengan posisi terakhir level general manager. Ketika ada paket pensiun dini dan merasa yakin bisa menopang hidupnya maka dia mengajukan untuk ikut program pensiun dini. Rupanya kenyataan di luar tidak seperti yang dia perkirakan. Saat saya bertemu dengannya di satu siang, dia menceritakan bahwa dirinya bekerja lagi di perusahaan sejenis namun kondisinya tidak lebih baik dari perusahaan tempat bekerja sebelumnya. Enam bulan setelah pertemuan terakhir itu, saya mendapat kabar bahwa beliau tutup usia.

Sudah tentu masalah usia adalah rahasia Tuhan. Namun kondisi kesehatan seseorang tentu saja erat kaitannya dengan caranya menjalani hidup. Seseorang yang menjadi perokok berat tentu memiliki risiko lebih besar terkena penyakit yang berhubungan dengan paru-paru dan jantung dibandingkan orang yang tidak merokok. Orang yang memilih pensiun dini dengan kesiapan keuangan baik dan kegiatan yang produktif tentu akan lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki kesiapan memadai.

Lalu mengapa perusahaan perlu membuat skema pensiun dini?
Dalam kompetisi dunia bisnis yang semakin ketat dewasa ini setiap perusahaan dituntut untuk lebih efisien, lebih ramping dan mampu bergerak lebih cepat. Perusahaan yang lambat merespon persaingan akan kalah dan semakin tidak kompetitif. Secara perlahan perusahaan ini akan mundur terdepak oleh pemain lain yang lebih hebat. Karena itu, kualitas SDM juga harus ditingkatkan. Karyawan yang sudah tidak bisa di-upgrade perlu diganti oleh SDM yang muda dengan kualifikasi lebih tinggi.

Langkah tersebut merupakan konsekwensi logis yang harus ditempuh demi menyelamatkan perusahaan. Penggantian SDM juga mempermudah jalannya proses transformasi budaya kerja dengan memasukkan tenaga-tenaga yang masih fresh lulusan perguruan tinggi.

”Perusahaan mencanangkan menjadi pemain global yang harus siap bersaing dengan perusahaan sejenis di negara-negara maju. Sedangkan SDM kita tidak mampu untuk support tujuan tersebut. Karena itu, perusahaan harus merekrut tenaga-tenaga muda terdidik yang siap untuk mendukung objective perusahaan,” ujar Elvyn F. Saputra, direktur PT Biofarma yang sebelumnya menjabat Kepaala Divisi SDM.

Untuk itulah, lanjut dia, perusahaan menggulirkan program golden shake hand atau pensiun dini dengan paket istimewa yang ditawarkan kepada karyawan-karyawan yang memang perlu pensiun dipercepat. ”Alhamdulillah, program tersebut kami lakukan dalam dua tahun berturut-turut dan berjalan cukup baik,” tambahnya.

Lalu, apa yang perlu dipersiapkan oleh karyawan yang memilih pensiun dini? Sama seperti menyiapkan pensiun biasa, karyawan yang hendak pensiun dini harus memiliki dukungan keuangan, memiliki kegiatan yang produktif dan pastikan dalam badan yang sehat wal afiat.

Ada dua pilihan setelah pensiun dini, yaitu berbisnis secara mandiri atau bekerja lagi di tempat lain. Jangan sampai ketika mengambil pensiun dini tapi setelah itu tidak punya kegiatan yang jelas dan tidak memiliki penghasilan pasti. Kalau sampai hal itu terjadi maka kondisi yang akan terjadi justru lebih buruk.

Seorang teman tengah mengembangkan kebun sawit di Bengkulu untuk menyiapkan pensiunnya. Setiap tahun dia menanam sekitar 20 hektar sehingga ketika sampai lima tahun ke depan akan memiliki 100 hektar. Dengan prospek harga CPO yang bagus, dia yakin langkah yang sudah dilakukan tersebut sesuatu yang benar untuk masa depannya.

”Kami menanam terus bung, sedikit-demi sedikit sesuai dana yang ada. Lahan yang tersedia 100 hektar, silakan lho kalau mau inves kebun sawit di sini,” ungkap Bimo Nugroho yang pernah menjadi Komisioner di Komisi Penyiaran Indonesia selama dua periode.

Pak Dadang di Bandung, terlebih dulu menyiapkan 24 kamar kos-kosan sebelum memutuskan mengambil pensiun dini. Untuk mewujudkan 24 kamar kos-kosan tersebut sudah pasti dia berjuang habis-habisan. ”Tidak masalah karena hasilnya juga sepadan,” ungkapnya.

Saat pensiun dini, Pak Dadan sudah tidak punya tunggakan utang di bank maupun di koperasi. Tabungan dari pesangon lumayan besar, sedangkan penhasilan dari menyewakan kos-kosan sebulan sekitar Rp10 juta. Masih lebih besar dibandingkan gaji terakhirnya di perusahaan.

Jadi, sekali lagi jangan sampai kita mengambil pensiun dini jika tanpa kesiapan yang memadai.

Rekomendasi Artikel: