1.1 Pentingnya Penelitian Tindakan Kelas
Dalam menjalankan tugasnya, secara ideal guru merupakan agen pembaharuan. Sebagai agen pembaharuan, guru diharapkan selalu melakukan langkah-langkah inovatif berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukannya. Langkah inovatif sebagai bentuk perubahan paradigma guru tersebut dapat dilihat dari pemahaman dan penerapan guru tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK sangat mendukung program peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah yang muaranya adalah peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini, karena dalam proses pembelajaran, guru adalah praktisi dan teoretisi yang sangat menentukan. Peningkatan kualitas pembelajaran, merupakan tuntutan logis dari perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Ipteks) yang semakin pesat. Perkembangan Ipteks mengisyaratkan penyesuaian dan peningkatan proses pembelajaran secara berkesinambungan, sehingga berdampak positif terhadap peningkatan kualitas lulusan dan keberadaan sekolah tempat guru itu mengajar.
Berdasarkan penjelasan tersebut, peningkatan kompetensi guru merupakan tanggung jawab moral bagi para guru di sekolah. Peningkatan kompetensi guru mencakup empat jenis, yaitu (1) kompetensi pedagogi (2) kompetensi profesional, (3) kompetensi sosial, dan (4) kompetensi kepribadian. Berdasarkan UURI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan UURI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, peningkatan kompetensi guru menjadi isu strategis dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Bahkan menurut PPRI Nomor 19 Tahun 2005 tersebut pada pasal 31 ditegaskan, bahwa selain kualifikasi, guru sebagai tenaga pendidik juga dituntut untuk memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan tingkat dan bidang keahlian yang diajarkannya.
Upaya peningkatan keempat kompetensi merupakan upaya peningkatan profesionalisme guru. Peningkatan profesionalisme dapat dicapai oleh guru dengan cara melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) secara berkesinambungan. Praktik pembelajaran melalui PTK dapat meningkatkan profesionalisme guru (Ahmar, 2005; Jones
& Song, 2005; Kirkey, 2005; McIntosh, 2005; McNeiff, 1992). Hal ini, karena PTK dapat membantu (1) pengembangan kompetensi guru dalam menyelesaikan masalah
pembelajaran mencakup kualitas isi, efisiensi, dan efektivitas pembelajaran, proses, dan hasil belajar siswa, (2) peningkatan kemampuan pembelajaran akan berdampak pada peningkatan kompetensi kepribadian, sosial, dan profesional guru (Prendergast, 2002). Lewin (dalam Prendergast, 2002:2) secara tegas menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan cara guru untuk mengorganisasikan pembelajaran berdasarkan pengalamannya sendiri atau pengalamannya berkolaborasi dengan guru lain. Sementara itu, Calhoun dan Glanz (dalam Prendergast, 2002:2) menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu metode untuk memberdayakan guru yang mampu mendukung kinerja kreatif sekolah. Di samping itu, Prendergast (2002:3) juga menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas merupakan wahana bagi guru untuk melakukan refleksi dan tindakan secara sistematis dalam pengajarannya untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa. Cole dan Knowles (Prendergast (2002:3-4) menyatakan bahwa, penelitian tindakan kelas dapat mengarahkan para guru untuk melakukan kolaborasi, refleksi, dan bertanya satu dengan yang lain dengan tujuan tidak hanya tentang program dan metode mengajar, tetapi juga membantu para guru mengembangkan hubungan-hubungan personal. Pernyataan Knowles tersebut juga didukung oleh Noffke (Prendergast (2002:5), bahwa penelitian tindakan kelas dapat mendorong para guru melakukan refleksi terhadap praktek pembelajarannya untuk membangun pemahaman mendalam dan mengembangkan hubungan-hubungan personal dan sosial antar guru. Whitehead (1993) menyatakan, bahwa penelitian tindakan kelas dapat memfasilitasi guru untuk mengembangkan pemahaman tentang pedagogi dalam rangka memperbaiki pemberlajarannya.
Penjelasan-penjelasan teoretis tersebut mengindikasikan, bahwa pemahaman dan penerapan PTK akan membantu guru untuk mengembangkan keempat kompetensi yang dipersyaratkan oleh UURI Nomor 14 Tahun 2005. PTK akan memfasilitasi guru untuk meningkatkan kompetensi-kompetensi profesional, pedagogi, kepribadian, dan sosial.
Agar PTK tidak lepas dari tujuan perbaikan diri sendiri, maka sebelum seorang Guru atau para Guru memulai merancang dan melaksanakan PTK, perlu memperhatikan hal-hal berikut.
1. PTK adalah alat untuk memperbaiki atau menyempurnakan mutu pelaksanaan tugas sehari-hari (mengajar yang mendidik), oleh karena itu hendaknya sedapat mungkin
memilih metode atau model pembelajaran yang sesuai yang secara praktis tidak mengganggu atau menghambat komitmen tugasnya sehari-hari.
2. Teknik pengumpulan data jangan sampai banyak menyita waktu, sehingga tugas utama
Guru tidak terbengkalai.
3. Metodologi penelitian hendaknya memberi kesempatan kepada Guru untuk merumuskan hipotesis yang kuat, dan menentukan strategi yang cocok dengan suasana dan keadaan kelas tempatnya mengajar.
4. Masalah yang diangkat hendaknya merupakan masalah yang dirasakan dan diangkat dari wilayah tugasnya sendiri serta benar-benar merupakan masalah yang dapat dipecahkan melalui PTK oleh Guru itu sendiri.
5. Sejauh mungkin, PTK dikembangkan ke arah meliputi ruang lingkup sekolah. Dalam hal ini, seluruh staf sekolah diharapkan berpartisipasi dan berkontribusi, sehingga pada gilirannya Guru-Guru lain ikut merasakan pentingnya penelitian tersebut. Jika kepedulian seluruh staf berkembang, maka seluruh staf itu dapat bekerja sama untuk menentukan masalah-masalah sekolah yang layak dan harus diteliti melalui PTK.
1.2 Pengertian PTK
Penelitian tindakan telah mulai berkembang sejak perang dunia kedua. Oleh sebab itu, terdapat banyak pengertian tentang PTK. Istilah PTK dideferensiasi dari pengertian- pengertian berikut.
Kemmis (1992): Action research as a form of self-reflective inquiry undertaken by participants in a social (including educational) situation in order to improve the rationality and justice of (a) their on social or educational practices, (b) their understanding of these practices, and (c) the situations in which practices are carried out.
McNeiff (2002): action research is a term which refer to a practical way of looking at your own work to sheck that it is you would like it to be. Because action research is done by you, the practitioner, it is often referred to as practitioner based research; and because it involves you thinking about and reflecting on your work, it can also be called a form of self-reflective practice.
Berdasarkan penjelasan Kemmis dan McNeiff tersebut, dapat dicermati pengertian PTK secara lebih rinci dan lengkap. PTK didefinisikan sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan. Tindakan tersebut dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas sehari-hari, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi di mana praktik-praktik pembelajaran tersebut dilakukan. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, PTK dilaksanakan dalam proses berdaur (cyclical) yang terdiri dari empat tahapan, planing, action, observation/evaluation, dan reflection.
1.3 Karakteristik PTK
Karakteristik PTK yang sekaligus dapat membedakannya dengan penelitian formal adalah sebagai berikut.
1. PTK merupakan prosedur penelitian di kelas yang dirancang untuk menanggulangi masalah nyata yang dialami Guru berkaitan dengan siswa di kelas itu. Ini berarti, bahwa rancangan penelitian diterapkan sepenuhnya di kelas itu, termasuk pengumpulan data, analisis, penafsiran, pemaknaan, perolehan temuan, dan penerapan temuan. Semuanya dilakukan di kelas dan dirasakan oleh kelas itu.
2. Metode PTK diterapkan secara kontekstual, dalam arti bahwa variabel-variabel yang ditelaah selalu berkaitan dengan keadaan kelas itu sendiri. Dengan demikian, temuan hanya berlaku untuk kelas itu sendiri dan tidak dapat digeneralisasi untuk kelas yang lain. Temuan PTK hendaknya selalu diterapkan segera dan ditelaah kembali efektivitasnya dalam kaitannya dengan keadaan dan suasana kelas itu.
3. PTK terarah pada suatu perbaikan atau peningkatan kualitas pembelajaran, dalam arti bahwa hasil atau temuan PTK itu adalah pada diri Guru telah terjadi perubahan, perbaikan, atau peningkatan sikap dan perbuatannya. PTK akan lebih berhasil jika ada kerja sama antara Guru-Guru di sekolah, sehingga mereka dapat sharing permasalahan, dan apabila penelitian telah dilakukan, selalu diadakan pembahasan perencanaan tindakan yang dilakukan. Dengan demikain, PTK itu bersifat kolaborasi dan kooperatif.
4. PTK bersifat luwes dan mudah diadaptasi. Dengan demikian, maka cocok digunakan dalam rangka pembaharuan dalam kegiatan kelas. Hal ini juga memungkinkan
diterapkannya suatu hasil studi dengan segera dan penelaahan kembali secara berkesinambungan.
5. PTK banyak mengandalkan data yang diperoleh langsung atas refleksi diri peneliti.
Pada saat penelitian berlangsung Guru sendiri dibantu rekan lainnya mengumpulkan informasi, menata informasi, membahasnya, mencatatnya, menilainya, dan sekaligus melakukan tindakan-tindakan secara bertahap. Setiap tahap merupakan tindakan lanjut tahap sebelumnya.
6. PTK sedikitnya ada kesamaan dengan penelitian eksperimen dalam hal percobaan tindakan yang segera dilakukan dan ditelaah kembali efektivitasnya. Tetapi, PTK tidak secara ketat memperdulikan pengendalian variabel yang mungkin mempengaruhi hasil penelaahan. Oleh karena kaidah-kaidah dasar penelitian ilmiah dapat dipertahankan terutama dalam pengambilan data, perolehan informasi, upaya untuk membangun pola tindakan, rekomnedasi dan lain-lain, maka PTK tetap merupakan proses ilmiah.
7. PTK bersifat situasional dan spesisifik, yang pada umumnya dilakukan dalam bentuk studi kasus. Subyek penelitian sifatnya terbatas, tidak representatif untuk merumuskan atau generalisasi. Penggunaan metoda statistik terbatas pada pendekatan deskriptif tanpa inferensi.
1.4 Prinsip PTK
Menurut Hopkins (1993: 57-61), terdapat 6 prinsip penelitian tindakan kelas. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1. Sebagai seorang guru yang pekerjaan utamanya adalah mengajar, seyogyanya PTK yang dilakukan tidak mengganggu komitmennya sebagai pengajar. Ada dua hal penting terkait dengan prinsip ini. Pertama, mungkin metode pembelajaran yang diterapkannya dalam PTK tidak segera dapat memperbaiki pembelajarannya, atau hasilnya tidak jauh berbeda dengan metode yang digunakan sebelumnya. Sebagai pertanggungjawaban profesional, Guru hendaknya selalu secara konsisten menemukan sebabnya, mencari jalan keluar terbaik, atau menggantinya agar mampu memfasilitasi para siswa dalam belajar dan meningkatkan hasil belajar secara lebih optimal. Kedua, banyaknya siklus yang diterapkan hendaknya mengutamakan pada ketercapaian kriteria keberhasilan, misalnya pembentukan pemahaman yang mendalam (deep understanding) ketimbang
sekadar menghabiskan kurikulum (content coverage), dan tidak semata-mata mengacu pada kejenuhan informasi (saturation of information).
2. Teknik pengumpulan data tidak menuntut waktu dan cara yang berlebihan. Sedapat mungkin hendaknya dapat diupayakan prosedur pengumpulan data yang dapat ditangai sendiri, sementara Guru tetap aktif sebagai mana biasanya. Teknik pengumpulan data diuapayakan sesederhana mungkin, asal mampu memperoleh informasi yang cukup signifikan dan dapat dipercaya secara metodologis.
3. Metodologi yang digunakan hendaknya dapat dipertanggung jawabkan reliabilitasnya yang memungkinkan Guru dapat mengidentifikasi dan merumuskan hipotesis secara meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelas, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk membuktikan hipotesis tindakannya. Jadi, walaupun terdapat kelonggaran secara metodologis, namun PTK mestinya tetap dilaksanakan atas dasar taat kaidah keilmuan.
4. Masalah yang terungkap adalah masalah yang benar-benar membuat Guru galau, sehingga atas dasar tanggung jawab profesional, dia didorong oleh hatinya untuk memiliki komitmen dalam rangka menemukan jalan keluarnya melalui PTK. Komitmen tersebut adalah dorongan hati yang paling dalam untuk memperoleh perbaikan secara nyata proses dan hasil pelayanannya pada siswa dalam menjalankan tugas-tugas kesehariannya dibandingkan dengan proses dan hasil-hasil sebelumnya. Dengan demikian, mengajar adalah penelitian yang dilakukan secara berkelanjutan dalam rangka mengkonstruksi pengetahuan sendiri agar mampu melakukan perbaikan praktiknya.
5. Pelaksanaan PTK seyogyanya mengindahkan tata krama kehidupan berorganisasi.
Artinya, PTK hendaknya diketahui oleh kepala sekolah, disosialisasikan pada rekan- rekan Guru, dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan, dilaporkan hasilnya sesuai dengan tata krama penyusunan karya tulis ilmiah, dan tetap mengedepankan kepentingan siswa layaknya sebagai manusia.
6. Permasalahan yang hendaknya dicarikan solusinya lewat PTK hendaknya tidak terbatas hanya pada konteks kelas atau mata pelajaran tertentu, tetapi tetap mempertimbangkan perspektif sekolah secara keseluruhan. Dalam hal ini, pelibatan lebih dari seorang pelaku akan sangat mengakomodasi kepentingan tersebut.
1.5 Tujuan PTK
Tujuan PTK dapat digolongkan atas dua jenis, tujuan utama dan tujuan sertaan. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Tujuan utama pertama, melakukan perbaikan dan peningkatan layanan profesional Guru dalam menangani proses pembelajaran. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan melakukan refleksi untuk mendiagnosis kondisi, kemudian mencoba secara sistematis berbagai model pembelajaran alternatif yang diyakini secara teoretis dan praktis dapat memecahkan masalah pembelajaran. Dengan kata lain, guru melakukan perencanaan, melaksanakan tindakan, melakukan evaluasi, dan refleksi.
2. Tujuan utama kedua, melakukan pengembangan keteranpilan Guru yang bertolak dari kebutuhan untuk menanggulangi berbagai persoalan aktual yang dihadapinya terkait dengan pembelajaran. Tujuan ini dilandasi oleh tiga hal penting, (1) kebutuhan pelaksanaan tumbuh dari Guru sendiri, bukan karena ditugaskan oleh kepala sekolah, (2) proses latihan terjadi secara hand-on dan mind-on, tidak dalam situasi artifisial, (3) produknyas adalah sebuah nilai, karena keilmiahan segi pelaksanaan akan didukung oleh lingkungan.
3. Tujuan sertaan, menumbuh kembangkan budaya meneliti di kalangan Guru.
1.6 Manfaat PTK
PTK dapat memberikan manfaat sebagai inovasi pendidikan yang tumbuh dari bawah, karena Guru adalah ujung tombak pelaksana lapangan. Dengan PTK Guru menjadi lebih mandiri yang ditopang oleh rasa percaya diri, sehingga secara keilmuan menjadi lebih berani mengambil prakarsa yang patut diduganya dapat memberikan manfaat perbaikan. Rasa percaya diri tersebut tumbuh sebagai akibat Guru semakin banyak mengembangkan sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman praktis. Dengan secara kontinu melakukan PTK, Guru sebagai pekerja profesional tidak akan cepat berpuas diri lalu diam di zone nyaman, melainkan selalu memiliki komitmen untuk meraih hari esok lebih baik dari hari sekarang. Dorongan ini muncul dari rasa kepedulian untuk memecahkan masalah- masalah praktis dalam kesehariannya.
Manfaat lainnya, bahwa hasil PTK dapat dijadikan sumber masukan dalam rangka melakukan pengembangan kurikulum. Proses pengembangan kurikulum tidak bersifat
netral, melainkan dipengaruhi oleh gagasan-gagasan yang saling terkait mengenai hakikat pendidikan, pengetahuan, dan pembelajaran yang dihayati oleh Guru di lapangan. PTK dapat membantu guru untuk lebih memahami hakikat pendidikan secara empirik.
1.7 Prosedur PTK
PTK merupakan proses pengkajian suatu masalah pada suatu kelas melalui sistem daur ulang dari berbagai kegiatan, seperti yang ditunjukkan pada Bagan 01.
Merencanakan Melakukan Tindakan Mengamati dan menilai Merefleksikan
Merencanakan Melakukan Tindakan Mengamati dan Menilai
Merefleksikan dan seterusnya.
Bagan 01
Daur Ulang dalam Penelitian Tindakan Kelas
Daur tersebut dapat dilaksanakan bertolak dari hasil refleksi diri tentang adanya unsur ketidakpuasan diri sendiri terhadap kinerja yang dilakukan dan yang dilalui sebelumnya. Misalnya, Guru sadar bahwa hasil belajar siswa pada bidang studi yang diasuh selalu terpuruk. Guru saat itu berpikir tentang strategi pembelajaran yang diterapkan selama ini, fasilitas yang mendukung pelajaran, lalu mencari kelemahan-kelemahan kinerja yang telah dilakukan yang diduga sebagai penyebab terpuruknya hasil belajar siswa. Untuk merencanakan tindakan perbaikan, ada beberapa pertanyaan yang dapat membantu Guru, sebagai berikut. (1) Apa kepedulian anda terhadap kelas itu? (2) Mengapa anda peduli terhadap hal tersebut? (3) Apa yang menurut pendapat anda, anda dapat lakukan berkenan dengan hal itu? (4) Bukti-bukti yang bagaimana yang dapat anda kumpulkan untuk membantu menelaah apa yang terjadi? (5) Bagaimana anda akan mengumpulkan bukti- bukti itu? (6) Bagaimana anda akan memeriksa bahwa pertimbangan anda mengenai apa yang terjadi itu cukup tepat dan cermat?
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu akan menghasilkan penilaian praktis tentang situasi yang dihadapi dan menghasilkan pula rencana yang mungkin digunakan untuk menangani situasi itu. Dalam hal seperti itu, daur ulang yang serupa dengan yang dikemukakan tersebut terjadi pula, yaitu dengan terjadinya apa yang dirasakan Guru.
1. Guru mengalami suatu masalah dalam mengajar apabila sistem nilai yang diperoleh tidak sesuai dengan tuntutan kurikulum.
2. Guru membayangkan pemecahan masalah tersebut.
3. Guru bertindak sesuai dengan cara pemecahan yang dibayangkan.
4. Guru menilai hasil upaya pemecahan itu.
5. Guru memperbaiki praktik, rencana, dan gagasan-gagasan mengajar dengan strategi baru sesuai dengan hasil penilaian itu.
6. Guru menerangkan hasil perubahan itu sambil menelaah dampaknya terhadap hasil kerjanya.
1.8 Proses PTK
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa keseluruhan proses PTK
selengkapnya terdiri atas tahapan-tahapan seperti yang dilukiskan pada Bagan 02, yang pada pokoknya terdiri dari empat tahapan.
Refleksi Awal
Gagasan Umum
Penelaahan Lapangan Tema Kepedulian
Perencanaan Umum
Perencanaan Tindakan
Observasi Refleksi
Bagan 02
Proses Siklus Penelitian Tindakan kelas
1.8.1 Refleksi Awal, Gagasan Umum, Penelaahan Lapangan, dan Tema Kepedulian
Keempat tahapan berpikir ini adalah langkah awal yang merupakan akumulasi dan rasa ketidakpuasan seorang Guru atau hasil renungannya terhadap kinerja yang dilakukan. Refleksi awal tidak lain merupakan latar belakang masalah untuk melahirkan gagasan
umum. Penelaahan lapangan adalah keberhasilan dalam mengidentifikasi permasalahan yang ada. Menganalisis sumber penyebabnya, dan berdasarkan logika ilmiah diwujudkanlah tema kepedulian yang merupakan permasalahan pokok yang akan diteliti. Agar hasil penelaahan lapangan dapat seakurat mungkin, maka Guru dianjurkan menyimak kepustakaan penelitian pendidikan (jurnal dan buku sumber) dan pengalaman pribadinya. Hal ini akan membantu kerja yang lebih tepat. Di samping itu, kajian kepustakaan akan menyadarkan Guru ke arah kesiapan pengenalan nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai sosial, minat siswa dan atau kelompok kerjanya, yang semuanya akan mempengaruhi rasionalitas, keterbukaan, dan keserasian kerja.
Sebagai ilustrasi, misalkan seorang Guru Biologi sangat peduli terhadap hasil belajar siswanya yang selalu terpuruk (dilihat dari nilai formatif, sumatif, dan ebtanas). Guru mulai bertanya-tanya mengapa nilai siswa selalu buruk? Padahal pembelajaran telah dilakukan sesuai dengan tuntutan kurikulum, banyak pembahasan masalah-masalah nyata, sering ulangan, dan sebagainya. Setelah diselidiki lebih jauh, misalnya dengan mengadakan wawancara pada beberapa siswa, terungkap bahwa siswa kurang puas dengan model pembelajaran diskusi biasa yang diterapkan selama ini. Disinyalir bahwa Guru tidak pernah mengubah cara memfasilitasi pembelajaran, tidak pernah mengajak siswa bereksperimen atau penyelidikan. Berdasarkan data tersebut, Guru mulai memikirkan tema kepeduliannya, misalnya Penerapan Model Problem-Based Learning Sebagai Upaya Peningkatan Kompetensi Dasar Siswa Pada Bidang Studi Biologi. Rumusan-rumusan tema tersebut selanjutnya dijabarkan ke dalam rumusan masalah, misalnya apakah penerapan model Problem-Based Learning dapat meningkatkan kompetensi dasar siswa? Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran biologi dengan model Problem-Based Learning? Untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut, Guru hendaknya menyimak tentang peranan Model Problem-Based Learning dalam peningkatan kompetensi dasar siswa, sehingga dia dapat merumuskan hipotesis tindakan.
1.8.2 Perencanaan
Perencanaan selalu mengacu kepada tindakan apa yang dilakukan, dengan mempertimbangkan keadaan dan suasana obyektif dan subyektif. Dalam perencanaan tersebut, perlu dipertimbangkan tindakan khusus apa yang dilakukan, apa tujuannya. Mengenai apa, siapa melakukan, bagaimana melakukan, dan apa hasil yang diharapkan.
Setelah pertimbangan itu dilakukan, maka selanjutnya disusun gagasan-gagasan dalam bentuk rencana yang dirinci. Kemudian gagasan-gagasan itu diperhalus, hal-hal yang tidak penting dihilangkan, pusatkan perhatian pada hal yang paling penting dan bermanfaat bagi upaya perbaikan yang dipikirkan. Sebainya perencanaan tersebut didiskusikan dengan Guru yang lain unutk memperoleh masukan.
Berkaitan dengan contoh permasalahan dan tema kepedulian yang telah diuarikan tersebut, alternatif perencanaan untuk melaksanakan PTK adalah menyiapkan rancangan pembelajaran dan lembaran kerja siswa dengan model Problem-Based Learning, mengalokasikan waktu sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran model Problem- Based Learning, menyiapkan pedoman observasi, pedoman penilaian kinerja, , menyiapkan tes kompetensi kognitif, menyiapkan tes sikap, meyiapkan format observasi, menyiapkan angket respon siswa.
1.8.3 Pelaksanaan Tindakan
Jika perencanan yang telah dirumuskan sebelumnya merupakan perencanaan yang cukup matang, maka proses tindakan semata-mata merupakan pelaksanaan perencanaan itu. Namun, kenyataan dalam praktik tidak sesederhana yang dipikirkan. Oleh sebab itu, pelaksanaan tindakan boleh jadi berubah atau dimodifikasi sesuai dengan keperluan di lapangan. Tetapi jangan sampai modifikasi yang dilakukan terlalu jauh menyimpang. Jika perencanaan yang telah dirumuskan tidak dilaksanakan, maka Guru hendaknya merumuskan perencanaan kembali sesuai dengan fakta baru yang diperoleh.
Sesuai dengan contoh permasalahan yang diuraikan sebelumnya, maka tindakan dapat dilakukan sesuai dengan berikut. Pertama-tama Guru menyajikan permasalahan kepada siswa. Selanjutnya, dia bisa memulai pembelajaran dengan langkah-langkah sesuai dengan model Problem-Based Learning. Jika perencanaan telah menetapkan pelaksanaan asesmen kinerja diadakan setiap kali pertemuan, lakukanlah asesmen kinerja tersebut dengan seksama. Hasil asesmen dianalisis sekaligus diberi komentar pada masing-masing konsep yang menjadi materi kinerja para siswa. Komentar hendaknya menyatakan penilaian kuantitatif pada setiap tahap yang dikehendaki secara logis. Komentar berikut nilai dikembalikan kepada siswa untuk dibahas pada pertemuan berikutnya. Agar waktunya efisien, maka diadakan identifikasi kesalah pahaman siswa sekaligus dapat dikelompokkan
jenis-jenis kesalah pahaman tersebut. Setelah pembahasan tentang hasil asesmen tersebut selesai, mulailah pembelajaran topik baru, dan demikian seterusnya.
1.8.4 Observasi dan Evaluasi
Hal yang tidak bisa dilupakan, bahwa sambil melakukan tindakan hendaknya juga dilakukan pemantauan secara cermat tentang apa yang terjadi. Dalam pemantauan itu, lakukan pencatatan-pencatatan sesuai dengan form yang telah disiapkan. Catat pula gagasan-gagasan dan kesan-kesan yang muncul, dan segala sesuatu yang benar-benar terjadi dalam proses pembelajaran. Secara teknis operasional, kegiatan pemantauan dapat dilakukan oleh Guru lain. Di sinilah letak kerja kolaborasi antar profesi. Namun, jika petugas pemantau itu bukan rekanan peneliti, sebaiknya diadakan sosialisasi materi pemantauan untuk menjaga agar data yang dikumpulkan tidak terpengaruh minat pribadinya. Untuk memperoleh data yang lebih obyektif, Guru dapat menggunakan alat-alat optik atau elektronik, seperti kamera, perekam video, atau perekam suara. Pada setiap kali akan mengakhiri penggalan kegiatan, lakukanlah evaluasi terhadap hal-hal yang telah direncanakan. Jika observasi berfungsi untuk mengenali kualitas proses tindakan, maka evaluasi berperanan untuk mendeskripsikan hasil tindakan yang secara optimis telah dirumuskan melalui tujuan tindakan.
Seacara ilustratif, berkaitan dengan contoh permasalahan yang telah diungkapkan sebelumnya, maka pemantauan dilakukan untuk mengamati selama pembelajaran, mengamati interaksi selama proses penyelidikan berlangsung, mengamati respon siswa terhadap proses pembelajaran. Sedangkan evaluasi ditujukan kepada hasil belajar siswa melalui asesmen kinerja, portofolio, tes, dan respon siswa melalui penyebaran angket.
1.8.5 Refleksi
Refleksi adalah suatu upaya untuk mengkaji apa yang telah terjadi, yang telah dihasilkan, atau apa yang belum dihasilkan, atau apa yang belum tuntas dari langkah atau upaya yang telah dilakukan. Dengan perkataan lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan pencapaian tujuan. Untuk maksud ini, Guru hendaknya terlebih dahulu menentukan kriteria keberhasilan. Refleksi terdiri atas 5
komponen. Komponen-komponen tersebut dilukiskan pada Bagan 03.
Analisis Sintesis Pemaknaan Penjelasan Penyusunan
Kesimpulan
Bagan 03
Komponen-komponen Refleksi dalam PTK
Kelima komponen itu dapat terjadi secara berurutan, atau terjadi bersamaan. Apabila Guru selaku pelaksana PTK telah memiliki gambaran menyeluruh mengenai apa yang terjadi pada fase sebelumnya, maka kalau dia ingin melanjutkan tindakan berikutnya, dia harus memikirkan faktor-faktor penyebabnya. Pengkajian seperti itu dilakukan dengan tetap memperhatikan ke seluruhan tema kepedulian PTK yang sedang berjalan dan tentu saja dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai atau perubahan yang diharapkan. Dalam rangka menetapkan tindakan selanjutnya, Guru hendaknya jangan semata-mata terpaku kepada faktor-faktor penyebab yang berhasil dianalisis, tetapi yang lebih penting adalah penetapan langkah berikutnya merupakan hasil renungan kembali mengenai kekuatan dan kelemahan tindakan yang telah dilakukan, perkiraan peluang yang akan diperoleh, kendala atau kesulitan bahkan ancaman yang mungkin dihadapi. Hasil refleksi hendaknya didiskusikan sebelum diambil suatu keputusan, lebih-lebih hasil refleksi yang akan digunakan sebagai dasar kesimpulan dan rekomendasi.
Berikut disajikan contoh ilustrasi refleksi. Misalkan hasil observasi terungkap bahwa dari strategi (misalkan diskusi kelas) yang telah digunakan dalam pembelajaran, ternyata siswa ribut, kurang bertanggung jawab, kesiapannya kurang. Hasil observasi terhadap proses pembahasan hasil asesmen diperoleh data bahwa siswa kurang aktif berinteraksi terhadap materi pelajaran, temannya, dan terhadap Guru. Hasil analisis kompetnsinya
terungkap masih rendah (belum mencapai target minimal). Respon siswa tidak bisa mengikuti pembelajaran secara optimal dalam waktu singkat, sulit mendapat giliran dalam diskusi kelas, tidak ada kesesuaian antara materi diskusi dengan materi tes, dan lain-lain. Terhadap semua data tersebut, maka Guru melakukan refleksi. Misalnya diskusi kelas diubah menjadi diskusi kelompok, lebih banyak menyiapkan pertanyaan-pertanyaan dalam diskusi, memberikan tugas sebelumnya kepada siswa, menunjuk secara bergiliran siswa untuk mengerjakan tugas sekaligus dinilai secara kualitatif atau kuantitatif, hasil asesmen didiskusikan kepada siswa sebelum pembelajaran berikutnya, sasaran belajar dirumuskan secara realistis yang mudah diukur, dan lain-lain.
II. TEKNIK PENYUSUNAN PROPOSAL
Substansi secara umum, sistematika proposal penelitian tindakan kelas terdiri dari komponen-komponen berikut: (1) judul, (2) latar belakang masalah, (3) identifikasi masalah, (4) pembatasan dan perumusan masalah, (5) cara pemecahan masalah, (6) tujuan tindakan, (7) manfaat tindakan, (8) krangka konseptual dan hipotesis tindakan, (9) metode penelitian. Metode penelitian mencakup unsur-unsur: (a) subjek dan objek penelitian, (b) rancangan penelitian, yang mencakup: perencanaan, tindakan, pengamatan, refleksi, perencanaan ulang, dst, (c) instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data, (d) analisis data dan kriteria keberhasilan.
2.1 Judul Penelitian
Judul hendaknya dibuat secara ringkas dan mencerminkan tindakan, perbaikan pembelajaran, dan subyek sasaran.
Contoh:
(1) Penerapan model group investigation untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika bagi siswa kelas VIII SMPN 2 Nusa Penida. Pada contoh nomor 1, sebagai tindakan adalah model group investigation, perbaikan pembelajaran yang diharapkan adalah peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika, dan subyek sasaran adalah siswa kelas VIII SMPN 2 Nusa Penida.
(2) Penerapan model project-based learning untuk meningkatkan hasil pembelajaran menulis bagi siswa kelas IX SMPN 5 Nusa Penida.
Pada contoh nomor 2, sebagai tindakan adalah model project-based learning, perbaikan pembelajaran yang diharapkan adalah peningkatan hasil pembelajaran menulis, dan subyek sasaran adalah siswa kelas IX SMPN 5 Nusa Penida.
2.2 Latar Belakang Masalah
Uraian latar belakang masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam PTK. Uraian tersebut mendeskripsikan permasalahan real yang dialami oleh guru dalam pembelajaran. Secara umum, masalah biasanya muncul disebabkan oleh tiga faktor. (1) Masalah berkaitan dengan karakter mata pelajaran atau pokok bahasan dari mata
pelajaran tersebut. Dalam hal ini, guru mencermati tingkat kesulitan materi pelajaran, sehingga memerlukan pemecahan secara khusus melalui PTK. (2) Masalah berkaitan dengan faktor internal siswa. Termasuk dalam hal ini, adalah kurangnya minat dan bakat siswa terhadap pelajaran, rendahnya motivasi belajar, dan rendahnya hasil belajar siswa, semuanya memerlukan penanganan secara profesional melalui PTK. (3) Masalah yang berkaitan dengan fakror internal guru. Termasuk dalam hal ini, adalah kurangnya penguasaan guru terhadap mata pelajaran yang diajarkan dan penguasaan guru dalam mendesain, mengembangkan, menerapkan, mengelola, dan mengevaluasi proses dan sumber belajar. Faktor-faktor internal guru tersebut juga memerlukan refleksi secara obyektif dan melakukan tindakan sebagai akibat dorongan dari dalam diri untuk melakukan perbaikan diri yang akan bermuara pada peningkatan mutu pelayanan, proses, dan hasil belajar siswa.
Secara metodologis, ada enam pertanyaan yang jawabannya akan menuntun dalam penyusunan latar belakang masalah PTK, yaitu: (1) apa yang menjadi harapan? (2) apa kenyataan yang terjadi (3) apa kesenjangan yang dirasakan, (4) apa yang menyebabkan terjadinya kesenjangan (5) tindakan apa yang dilakukan untuk mengatasi kesenjangan (6) apa kekuatan tindakan yang dilakukan tersebut dalam mengatasi kesenjangan?
2.3 Identifikasi Masalah
Sesungguhnya, identifikasi masalah telah disinggung ketika peneliti mengungkap jawaban terhadap pertanyaan “apa kesenjangan yang terjadi”) dan pertanyaan “apa yang menyebabkan terjadinya kesenjangan”. Namun, untuk lebih memperjelas, identifikasi masalah diungkapkan kembali secara tersendiri.
2.4 Pembatasan dan Perumusan Masalah
Agar penelitian lebih terarah dan jelas skupnya, maka masalah yang telah diidentifikasi perlu dibatasi. Pembatasan masalah ditujukan pada objek penelitian, yaitu objek tindakan dan objek hasil tindakan. Batasan terhadap objek tindakan dilakukan dengan memberikan penjelasan istilah secara konseptual, sedangkan batasan masalah terhadap objek hasil tindakan dilakukan dengan menyajikan definisi operasional. Definisi operasional mengarah pada pengukuran. Setelah masalah dibatasi dengan cermat, maka
diajukan rumusan masalah. Rumusan masalah penelitian tindakan kelas dinyatakan dalam kalimat tanya. Esensinya adalah menanyakan apakah tindakan dapat melakukan perbaikan pembelajaran. Terkait dengan contoh judul 1, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut.
Bagaimana model pembelajaran group investigation dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika?
2.5 Cara Pemecahan Masalah
Cara pemecahan masalah yang diungkapkan adalah ringkasan dari kerangka konseptual. Ringkasan ini menampilkan bagian-bagian esensial dari kerangka konseptual yang dapat mencerminkan alternatif tindakan yang akan dilakukan. Walaupun cara pemecahan masalah ini masih dalam bentuk konsepsi, namun tetap dapat melukiskan jawaban terhadap masalah yang diajukan. Terkait dengan contoh judul nomor 1, maka cara pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut.
Untuk memecahkan masalah tersebut, digunakan model group investigation. Secara konseptual, model group investigation terdiri dari 6 langkah pembelajaran, (1) grouping, (2) planning, (3) investigating, (4) organizing, (5) presenting, dan (6) evaluating. Keenam langkah pembelajaran tersebut mencerminkan konteks (grouping dan planning), input (grouping dan planning), proses (investigating, organizing, presenting, dan evaluating), dan produk (evaluating). Dalam rangka memecahkan masalah secara lebih optimal, penerapan model group investigation dipadukan dengan evaluasi model CIPP. Perpaduan antara model group investigation dan evaluasi model context—input—process--product (CIPP) memberi peluang kepada siswa untuk menggunakan keterampilan-keterampilan berpikirnya secara optimal. Oleh sebab itu, penerapan model group investigation diyakini dapat keterampilan berpikir siswa.
2.6 Tujuan Tindakan
Tujuan penelitian tindakan diungkapkan dalam kalimat pernyataan. Tujuan diungkapkan secara optimis bahwa perbaikan pembelajaran dapat dilakukan dengan tindakan yang diadopsi tersebut. Terkait dengan contoh judul 1, maka rumusan tujuan penelitian adalah sebagai berikut.
Meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika kelas VIII SMPN 2 Nusa Penida dengan model pembelajaran group investigation.
2.7 Manfaat Tindakan
Dalam penelitian tindakan kelas, Guru atau peneliti secara tidak langsung akan mengembangkan perangkat-perangkat pembelajaran (suplemen buku ajar, desain pembelajaran, perangkat keras dan atau perangkat lunak praktikum, alat evaluasi, dan lain-lain) yang koheren dengan teori yang mendasari tindakan. Rumuskan manfaat perangkat-perangkat pembelajaran tersebut kaitannya dengan upaya melakukan perbaikan pembelajaran. Di samping itu, Guru atau peneliti akan berhasil mengeksplorasi atau mengungkap temuan data atau fakta empiris. Lakukan prediksi terhadap data atau fakta empiris tersebut dan rumuskan manfaatnya. Semua manfaat yang dirumuskan tersebut dispesifikasi untuk siswa, Guru, peneliti, sekolah, atau pihak- pihak lain yang berkepentingan.
2.8 Krangka Konseptual
Kerangka konseptual sangat penting untuk diformulasikan. Kerangka konseptual merupakan landasan yang kuat dilakukannya tindakan tersebut. Dengan dasar konseptual peneliti yakin dapat melakukan perbaikan pembelajaran. Kerangka konseptual hendaknya diformulasikan sejelas-jelasnya, karena rumusan tersebut akan digunakan sebagai dasar dalam menentukan perencanaan, langkah-langkah operasional tindakan, dan evaluasi. Jadi, kerangka konseptual mendasari rencana tindakan, pelaksanaan tindakan, dan evaluasi tindakan. Oleh sebab itu, kerangka konseptual seyogyanya dibuat secara spesifik dan memiliki keunggulan teoretik dibandingkan dengan perspektif yang mengalami anomali ketika peneliti mencermati permasalahan. Kerangka konseptual hendaknya merupakan kombinasi antara reviu teoretis dan empiris. Pertemuan antara landasan teori dan pengalaman empiris tersebut akan melahirkan kesimpulan bahwa tindakan yang dilakukan dapat melakukan perbaikan terhadap pembelajaran yang dilakukan. Kesimpulan tersebut merupakan hipotesis tindakan. Terkait dengan contoh judul nomor 1, kerangka konseptual baik teoretis
maupun empiris yang perlu direviu adalah: (1) karakteristik pembelajaran matematika, (2) proses pembelajaran, (3) model pembelajaran group investigation, (4) evaluasi CIPP dan kaitannya dengan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar.
Kerangka konseptual seyogyanya diakhiri dengan kerangka berpikir. Kerangka berpikir merupakan preskripsi yang disusun sendiri oleh peneliti (guru) berdasarkan kerangka konseptual yang telah disusun. Preskripsi tersebut menggambarkan keefektifan hubungan secara konseptual antara tindakan yang dilakukan dan hasil-hasil tindakan yang diharapkan. Akan lebih jelas, apabila kerangka berpikir dilukiskan dengan diagram balok.
2.9 Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan diungkapkan dalam bentuk kalimat pernyataan yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan. Hipotesis menyatakan secara tegas bahwa tindakan yang dilakukan dapat melakukan perbaikan pembelajaran. Terkait dengan contoh judul 1, maka rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut.
Penerapan model pembelajaran group investigation dengan pemberdayaan evaluasi CIPP dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran matematika bagi siswa kelas VIII SMPN 2 Nusa Penida.
2.10 Cara Penelitian
Cara penelitian yang akan dijelaskan adalah: (1) rancangan penelitian, (2) subjek dan objek penelitian, (3) prosedur penelitian, (4) instrumen penelitian, (5) teknik pengumpulan data, (6) teknik analisis data, (7) kriteria keberhasilan tindakan.
2.11 Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yang dimaksud adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Cuman yang perlu ditekankan adalah rancangannya akan ditetapkan berapa siklus dalam penelitian itu. Hal tersebut adalah otoritas peneliti, karena hanya peneliti yang tahu. Hal-hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan banyaknya siklus adalah: waktu yang tersedia, panjangnya pokok bahasan, karakteristik materi, siswa semester berapa yang akan menjadi subyek, dan sebagainya. Secara teoretis,
sesungguhnya siklus PTK tidak harus ditetapkan terlebih dulu. Banyaknya siklus yang akan dilaksanakan sangat tergantung pada tingkat ketercapaian kriteria keberhasilan. Jika penelitian dalam dua siklus telah mencapai kriteria keberhasilan, maka penelitian dapat dihentikan. Namun, jika dilihat dari beragamnya karakteristik materi pelajaran, keberhasilan pada siklus sebelumnya tidaklah 100% akan menjadi jaminan bagi keberhasilan siklus berikutnya, oleh karena peneliti akan banyak berurusan dengan karakteristik materi pelajaran yang sering berbeda. Di samping itu, PTK tidak bertujuan memenuhi keinginan peneliti, tetapi bertujuan lebih memuaskan subyek sasaran yang akan belajar pada sejumlah silabus dengan karakteristik materi yang beragam. Itulah sebabnya penentuan jumlah siklus tetap menjadi otoritas peneliti. Tetapi yang tidak dapat dilupakan, bahwa setiap siklus akan selalu terdiri dari 4 langkah, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi/evaluasi, dan (4) refleksi.
2.12 Subjek dan objek penelitian
Subjek penelitian adalah orang yang dikenai tindakan. Dalam konteks pendidikan di sekolah, subjek penelitian adalah siswa, guru, pegawai, atau kepala sekolah. Dalam kontek pembelajaran di sekolah, subjek penelitian umumnya adalah siswa. Tetapi harus dijelaskan siswa kelas berapa, semester berapa pada tahun akademik tertentu, hal ini karena terkait dengan asal masalah yang dirasakan oleh Guru bersangkutan. Jika masalah dirasakan di kelas VIII semester I, maka sebagai subyek penelitian adalah siswa kelas VIII semester I. Tentunya, klarifikasi mengapa siswa di kelas VIII semester I itu digunakan sebagai subjek, harus diungkapkan secara jelas.
Objek penelitian dibedakan atas dua macam, yaitu (1) objek yang mencerminkan proses dan (2) objek yang mencerminkan produk. Objek yang mencerminkan proses merupakan tindakan yang dilakukan berikut perangkat-perangkat pendukungnya. Sedangkan objek yang mencerminkan produk merupakan masalah pembelajaran yang diharapkan mengalami perbaikan dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Tanggapan siswa cukup penting diperhitungkan sebagai objek penelitian, karena esensi penelitian tindakan kelas adalah students satisfaction. Tanggapan siswa tersebut juga dapat mencerminkan secara tidak langsung mengenai proses tindakan.
Tanggapan positif mencerminkan proses pembelajaran yang kondusif, sedangkan tanggapan negatif mencerminkan proses pembelajaran yang kurang kondusif.
Tekait dengan contoh judul nomor 1, maka sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas VIII semester I SMPN 2 Nusa Penida pada tahun pelajaran 2007/2008. Sebagai objek penelitian, adalah: model group investigation, keterampilan berpikir kritis siswa, dan tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan.
2.13 Prosedur penelitian
Yang dimaksud prosedur penelitian adalah langkah-langkah operasional baik yang terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi, maupun refleksi. Langkah-langkah operasional tersebut bersumber dari kerangka konseptual yang diuraikan pada bagian sebelumnya.
Perencanaan. Uraikan langkah-langkah kolaborasi yang dilakukan, fakta-fakta empiris yang diperlukan dalam rangka tindakan, sosialisasi esensi tindakan dan skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan pada guru sejawat dan siswa, perangkat- perangkat pembelajaran yang perlu disiapkan dan dikembangkan, lembaran-lembaran evaluasi dan instrumen lain berikut kriteria penilaian yang akan disiapkan dan dikembangkan.
Pelaksanaan. Uraikan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah dikembangkan pada langkah perencanaan. Langkah-langkah pembelajaran ini akan sesuai dengan hakikat teori yang mendasari strategi pembelajaran, atau sesuai dengan sintaks model pembelajaran yang diadaptasi. Langkah-langkah pembelajaran tersebut hendaknya dibuat secara rinci, karena akan mencerminkan kualitas proses pembelajaran yang akan dihasilkan.
Observasi/Evaluasi. Observasi dilakukan terhadap interaksi-interaksi akademik yang terjadi sebagai akibat tindakan yang dilakukan. Interaksi-interaksi yang dimaksud dapat mencakup interaksi antara siswa dengan materi pelajaran, interaksi antar siswa, interaksi antara siswa dengan guru. Oleh sebab itu, uraian secara jelas tindakan yang
dilakukan tertuju pada interaksi yang mana saja, bagaimana melakukan observasi, seberapa sering obserbasi itu dilakukan, dan apa tujuan observasi tersebut. Observasi yang utuh akan mencerminkan proses tindakan yang berlangsung. Untuk memperoleh data yang lebih akurat, observasi sering dilengkapi dengan perekaman dengan tape atau video. Evaluasi biasanya dilakukan untuk mengukur obyek produk, misalnya kualitas proses pembelajaran, sikap siswa, kompetensi praktikal, atau tanggapan siswa. Untuk itu, uraikan evaluasi yang dilakukan, jenisnya dan tujuannya, dan untuk mengukur apa evaluasi itu dilakukan.
Refleksi. Hasil observasi dan evaluasi selanjutnya direfleksi tingkat ketercapaiannya baik yang terkait dengan proses maupun terhadap hasil tindakan. Refleksi ini bertujuan untuk memformulasikan kekuatan-kekuatan yang ditemukan, kelemahan-kelemahaman dan atau hambatan-hambatan yang mengganjal upaya dalam pencapaian tujuan secara optimal, dan respon siswa. Refleksi ini harus dijelaskan secara rinci. Tujuannya adalah untuk melakukan adaptasi terhadap strategi/pendekatan/metode/model pembelajaran yang diterapkan, lebih memantapkan perencanaan, dan langkah-langkah tindakan yang lebih spesifik dalam rangka pelaksanaan tindakan selanjutnya.
2.14 Instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data
Instrumen sangat terkait dengan obyek penelitian, utamanya obyek produk. Instrumen- instrumen tersebut misalnya: pedoman observasi, checklist, pedoman wawancara, tes, angket, dan lain-lain. Uraikan instrumen yang diperlukan sesuai dengan PTK yang akan diakukan. Untuk contoh judul PTK yang pertama, maka instrumen yang diperlukan adalah: pedoman penilaian tentang kinerja dan portofolio siswa, baik yang terkait dengan konteks, input, proses, maupun yang terkait dengan produk yang dihasilkan. Dalam contoh ini, kriteria penilaian (rubrik) mutlak diperlukan. Teknik pengumpulan data menekankan secara lebih spesifik tentang cara mengumpulkan data yang diperlukan. Apabila data yang diperlukan adalah kompetensi praktikal siswa di laboratorium, maka teknik pengambilan datanya adalah observasi. Apabila data yang akan dikumpulkan adalah hasil belajar kognitif, maka teknik pengumpulannya adalah tes lisan atau tes tertulis, portofolio, atau asesmen otentik. Apabila data yang akan
dikumpulkan adalah respon siswa, maka tekniknya adalah angket atau wawancara, dan seterusnya. Uraikanlah teknik pengumpulan data yang diperlukan sesuai dengan tujuan PTK.
2.15 Teknik analisis data dan kriteria keberhasilan
Data yang telah dikumpulkan harus dianalisis. Analisis hanya bersifat kualitatif. Jika ada data kuantitatif, analisisnya paling banyak menggunakan statistik deskriptif dengan penyimpulan lebih mendasarkan diri pada nilai rata-rata dan simpangan baku amatan atau persentase amatan. Hasil analisis data kualitatif dikonsultasikan dengan makna kualitatif yang mencerminkan struktur dasar terhadap jawaban masalah penelitian. Misalnya, bagaimana metode demontrasi dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar? Hasil analisis data hendaknya dikonsultasikan dengan makna demonstrasi secara aktual, bukan pikiran guru atau pengamat lainnya. Hasil analisis kuantitaif, selanjutnya dikonsultasikan pada pedoman konversi. Dalam PTK biasanya digunakan pedoman konversi nilai absolut skala lima. Misalnya, data hasil belajar, pedoman konversinya adalah sebagai berikut.
Interval Kualifikasi
0 – 39,9 Sangat kurang
40,0 – 54,9 Kurang
55,0 – 69,9 Cukup
70,0 – 84,5 Baik
85,0 – 100 Sangat baik
Sebagai kriteria keberhasilan, peneliti dapat menetapkan nilai rata-rata minimal 55,0 atau 70,0 tergantung rasional yang dijadikan dasar atau Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh guru.
Di samping itu, kriteria ketuntasan belajar juga dapat dijadikan kriteria keberhasilan. Misalnya, ketuntasan individual adalah nilai 7,5 pada skala 11 dan ketuntasan klasikal
85%, dan seterusnya.
DAFTAR RUJUKAN
Kirkey, T. L. 2005. Differentiated instruction and enrichment opportunities: An action research report. http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V833E.pdf
McNiff, J. 1992. Action research: Principles and practice. London: Routledge
McNiff, J. 1992. Action research for professional development: Concise advise for new
action esearchers. http://www.jeanmcneiff.com/booklet1.html
McIntosh, J. E. 2005. Valuing the collaborative nature of professional learning
communities. http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V82E.pdf
Prendergast, M. 2002. Action research: The improvement of student and teacher learning.
http://educ.queensu.ca/ ar/reports/MP2002.htm
Ryan, Thomas G. 2002. Action research: Collecting and analyzing data. http://www.
nipissingu.ca.oar/Reports/reports_and_document-Thomas_G_Ryan%20.pdf
Jones, P., & Song, L. 2005. Action research fellows at Towson University.
http://www.nipissingu.ca/oar/PDFS/V832E.pdf
Stringer, R. T. 1996. Action research: A handbook for practitioners. London: International
Educational and Profesional Publisher.
CONTOH SISTEMATIKA PROPOSAL
HALAMAN DEPAN i
HALAMAN PENGESAHAN ii
1. PENDAHULUAN 1
1.1 |
Latar Belakang Masalah |
1 |
1.2 |
Identifikasi Masalah |
3 |
1.3 |
Pembatasan dan Perumusan Masalah |
4 |
1.4 |
Tujuan Penelitian |
4 |
1.5 |
Manfaat Hasil Penelitian |
5 |
2. KAJIAN PUSTAKA 7
2.1 dst
2.2
2.3
....
2... Kerangka Berpikir
2... Hipotesis Tindakan
3. METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
3.2 Subjen dan Objek Penelitian
3.3 Prosedur Penelitian
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.5 Metode Analisis Data dan Kriteria Keberhasilan
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
FORMAT COVER PROPOSAL
Logo
Kabupaten
USULAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Judul Penelitian
Oleh
............................................................
PEMERINTAH KABUPATEN KLUNGKUNG DINAS PENDIDIKAN
SEKOLAH DASAR ......................................................................
.... (Bulan), 2007
FORMAT HALAMAN PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS TAHUN ANGGARAN 2007
1. Judul Penelitian :
2. Peneliti
a. Nama Lengkap dengan Gelar : b. Pangkat, Golongan, NIP : c. Jabatan Fungsional : d. Nama Sekolah : Alamat Sekolah : Nomor Telepon Sekolah :
e. Alamat Rumah : Nomor Telepon Rumah : Nomor HP :
f. Mata Pelajaran Yang Menjadi :
Obyek Penelitian :
3. Lokasi Penelitian :
4. Lama Penelitian : ... (...) bulan, dari bulan ... s.d ... 2007
5. Biaya Penelitian : Rp .........................................................
( ............................................................)
Klungkung, ..................... 2007
Mengetahui: Peneliti, Kepala Sekolah .....................
..................................................... .................................................... NIP ............................................ NIP ...........................................
Menyetujui:
Kepala Dinas Kabupaten Klungkung,
.......................................................... NIP .................................................