Pendidikan

Aktivitas Rhizobium Pada Leguminoceae

Genus-genus bakteri yang dapat mengikat nitrogen di udara ialah Azotobacter, Clostridium dan Rhodospirilium. Juga alga biru Nostoc dan Anabaena dikenal sebagai pengikat nitrogen. Dan adanya genus bakteri yang mampu mengikat nitrogen bebas, akan tetapi hanya dalam dalam hidup simbiosis dengan tanaman suku Legminosae. Genus bakteri tersebut ialah Rhizobium, yang akan dibahas pada makalah ini. Rhizobium (yang terkenal ialah Rhizobium leguminosorum) adalah basil Gram negatif yang merupakan penghuni biasa di dalam tanah. Bakteri ini masuk melalui bulu-bulu akar tanaman berbuah polongan dan menyebabkan jaringan tumbuh berlebihan hingga terjadi bintil-bintil. Bakteri ini hidup didalam sel akar dan memperoleh makanannya dari sel tersebut. Biasanya beberapa spesies Actinomycetes terdapat bersama-sama dengan Rhizobium dalam satu sel.

Senyawa nitrogen yang dibentuk oleh Rhizoium cuku untuk memenuhi kebutuhan hospes, bahkan ada kelebihan yang dapat dimanfaatkan tanaman lain. Taman tampak lebih segar jika sekitarnya ada tanaman dari suku Leguminosae.

Legum berbintil menyumbang cukup banyak dalam hal jumlah nitrogen terfiksasi ke dalam biosfer. Tumbuhan legum diklasifikasikan menadi 3 subfamili besar dari famili Leguminoseae: Caesalinodiae, Mimosoideae dan Papilionoideae. Tidak semua legum memilki bintil dalam sistem perakarannya dan diketahui pula bahwa beberapa bentuk pohon tidak memiliki bintil sama sekali. Hampir 10-12% Leguminoseae telah dieriksa hingga saat ini mengenai bintil akarnya, dari jumlah itu diketahui bahwa 10% dari Mimosoidaeae, 65% dari Caesalpinoideae dan 6% dari Papilinoideae tidak memiliki bintil akar.. Bakteri-bakteri yang termasuk dalam genus Rhizobium hidup bebas dalam tanah dan dalam perakaran tumbuh-tumbuhan legum maupun bukan legum. Walaupun demikian, bakteri Rhizobium dapat bersimbiosis hanya dengan tumbuh-tumbuhan bukan legum, dengan menginfeksi akarnya dan membentuk bintil akar didalamnya. Pada simbiosis dalam bintil akar legum, legumnya merupakan mitra yang lebih besar sedangkan Rhizobium adalah partner yang lebih kecil, sering disebut “mikrosimbion”.

Apabila bintil menua setelah suatu periode fiksasi nitrogen, mulai terjadi pembususkan jaringan dengan membebaskan bentuk aktif Rhizobium ke dalam tanah yang biasanya berfungsi sebagai sumber inokulum bagi tumbuh-tumbuhan budi daya berikutnya dari spesies legum tertetu. Bakteri pembentuk bintil terdapat dalam tanah dan dalam perakaran legum dan bukan legum. Tidak ada medium pilihan yang telah diramu untuk memisahkan rhizobium dari tanah. Metode yang dipakai untuk menaksir rhizobium dalam tanah dengan metode jumlah yang palng mungkin, ialah kecambah yang ditumuhkan secara aseptik diinokulasi dengan suspensi encer sampel tanah dan kemudian dilanjutkan dengan pengamatan pembentukan bintil diikuti dengan analisis hasil secara statistik. Tanpa leum, populasi rhizobium dalam tanah akan meurun. Walaupun demikian, diketahui bahwa rhizobium dapat lestari selama 19 sampai 45 tahun walaupun rhizobium tidak dapat membentuk spora (Subba, 1994:153).

Rhizobium lipii dan R. japonicum diketahui secara koparatif resisten tehadap temperatur tanah yang tinggi tidak seperti R. trifolii dan R. meliloti. Meskipun temperaturnya tinggi, rhizobium tropis dapat membentuk bintil pada Acacia, Lotus, dan Psorales dengan beradaptasi ada rentangan temperaturnya.

Rhizobium lebih mudah terangsang dalam rizosfer legum daripada dalam rizosfer bukan legum. Suatu legum tertentu cenderung untuk menggalakkan perkembangbiakan bakteri yang mampu menginfeksinya lebih banyak daripada bakteri-bakteri lainnya. Legum mengekskresikan sejumlah besar substansi ke dalam rizosfer, terutama gula, asam amino dan vitamin seperti misanya biotin da asam pantotenat walaupun jarang juga tiamin. Biji-biji legum menghasilkan antibiotik yang dapat berdifusi secara aktif terhadap bakteri bintil.

Mikroorganisme tanah seperti bakteri, fungi, actinomycetes juga berpengaruh merangsang atau menghambat aktivitas rhizobium, misalnya kegagalan membentuk bintil di bagian tertentu akibat adanya mikroorganisme antagonistik terhadap rhizobium di dalam tanah. Keasaman tanah dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan berkrangnya populasi rhizobium dalam tanah. Penetralan tanah dengan kalsium hidroksida atau kalsium karonat mengembalikan kondisi menjadi menguntungkan bagi pekembangbiakan rhizobium. Temperatur mempempengaruhi pertumbuhan maupun kelestarian rhizobium. Fungisida, herbisida dan pelindung tanaman yang lain mungkin terbukti beracun bagi rhizobium dan mengurangi inokulum dalam tanah. Kerentanan rhizobium terhadap bahan-bahan kimia ini berbeda antar spesies yang berbeda.

C. Mekanisme Infeksi dan Pembentukan Bintil Akar

Studi terhadap semanggi dan alfalfa telah diteliti dan dapat mengungkap bahwa reaksi pertama sistem perakaran terhadap adanya rhizobium adalah penggulungan dan deformasi rambut akar. Pembentukan “tongkat Gembala” yang khas pada rambut akar yang diumumnya dianggap sebagai awalan penting bagi pembentukan struktur serupa benang yang tampak di dalam rambut akar yang disebut “benang infeksi”. Pengaruh penggulungan telah dikaitkan dengan asam indol asetat (indole asetic acid=IAA) yang dihasilkan dalam daerah perakaran oleh rhizobium. IAA juga diketahui dihasilkan oleh beberapa mikroorganisme lainselain rhizobium. Dalam hal ini suatu faktor penggulung rambut akar yang spesifik, yang diketahui sebagai polisakarida yang larut dalam air yang dihasilkan oleh rhizobium telah dianggap sebagai implikasi dari adanya penggulungan rambut akar yang khas yang didalamnya terbentuk benang infeksi.

Tampaknya terdapat suatu interaksi yang mendalam antara nukleus sel rambut akar dan benang infeksi yang diawali pada ujung bagian rambut akar yang menggulung. Nukleus memberi petunjuk mengenai jalur benang infeksi di dalam rambut yang terbukti dari adanya fakta bahwa apabila nukleus menjadi tidak terorganisasi, pertumbuhan benang akan berhenti. Apabila nukleus bergerak keujung arah distal dari rambut dan kemudian bergerak ke arah ujung proksimal dekat korteks, benang infeksi juga bergerak ke atas dan kebawah sebelum memasuki korteks. Jadi suatu bentuk pesan atau impuls dipindahkan dari nukleus inang ke kandungan dari benang infeksi Penelitian intensif terhadap kecamabah smanggi telah menunjukkan butir-butir penting berikut mengenai infeksi rambut akar (1) infeksi rambut akar tidak terjadi secara acak tetapi terjadi pada beberapa titik yang terpisah jauh,(2) tempat-tempat infeksi primer ini membentuk daerah infeksi denga adanya infeki berikutnya pada rambut akar, (3) jumlah rambut akar yang terinfeksi terus meningkat secara eksponensial sampai bintil yang pertama terbentuk diikuti oleh berkurangnya jumlah infeksi, (4) tidak semua infekzi menghasilkan pembentukan bintil.

Dua cara masuk rhizobium ke dalam rambut akar telah disarankan (1) masuknya penerobos bentuk kokoid kecil melalui dalam mikrofibril selulose dan (2) invaginasi langung dari sel rambut akar.

Peristiwa fisiologis yang menyebabkan infeksi oleh rhizobium sebagai berikut:

(Sumber:Subba,1994:162)

Gambar bintil akar pada tanaman legum (Sumber: Sarles, Frazier, Wilson, 1956:239)

Pusat dari bintil yang masuk membentuk zone bakteroid yang dikelilingi oleh beberapa lapis sel korteks. Volume relatif jaringan bakteroid (16 sampai 50% dari bercak kering bintil) jauh lebih besar pada bintil yang efektif dibanding bintil yang tidak efektif. Volume jaringan bakterid dalam itil yang efektif memiliki hubungan langsung yang positif dengan jumlah nitrogen yang difiksasi. Bintil yang tidak efektif yang dihasilan oleh galur-galur yang tidak efektif umumnya kecil dan mengandung jaringan bakteroid yang tidak berkembang baik yang berhubungan dengan keabnormalan strukturnya. Dalam seluruh asosiasi yang tidak efektif, telah ditunjukan bahwa terjadi penimbuanan tepung dekstran dalam sel-sel yang terinfeksi serta glikogen dalam bakteroid. Bintil yang efektif umumnya besar dan berwarna merah muda (karena leghemoglobin) dengan jaringan bakteroid yang berkembang dan terorganisasi dengan baik. Tergantung dari legumnya, setiap bakteroid atau kelompok bakteroid dikelilingi oleh selubung membran yang identitasnya diinterpretasikan macam-macam, mungkin karena digunakannya teknik berbeda-beda dalam mempelajari bintil akar. Ketiga hipotesis yang yang terkait dengan pembentukan bintil: (1) bintil akar terbentuk begitu saja setelah dilepaskannya bakteri dari benang infeksi, (2) bintil akar merupakan kelanjutan dari retikulum endoplasmik dari sel-sel inang dan (3) bintil akar berasal dari plasmalema melalui proses fotosintesis. Jumlah bakteroid yang dibungkus dalam selubung membran tampaknya bervariasi dari satu hingga banyak tergantung spesies legumnya. Bukti terakhir menunjukkan bahwa bintil akar yang dibentuk oleh adanya rhizobium merupakan tempat fikasi nitrogen. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbintilan akar oleh rhizobium: temperatur dan cahaya, nitrogen terkombinasi, konsentrasi ion hidrogen, nutrisi mineral, faktor ekologis misal: Actinomycetes pada tanah yang bersifat antagonis terhadap rhizobium, rhizobiotoksin, salinitas dan alkalinitas.

(Sumber:Subba,1994:166)

Akar dari legum mengekskresikan materi organik yang mengakibatkan meningkatnya jumlah bateri legum dan berpengaruh pada pembentukan bintil. Nutman (1957) menyatakan bahwa peningkatan materi organik yang diekskresikan pada konsentrasi tinggi dapat mengurangi jumlah bintil akar yang terbentuk (Flynn, 1966:311).

Gambar A. bintil akar pada tanaman legum, B bentukan bakteri yang hidup bertempat pada bintil akar

(Sumber: Burdon, 1964:306)

Rekomendasi Artikel: