8.851 Siswa Tidak Lulus Unas SMA Sederajat

Karena 10 Persen Soal Lebih Sulit

Hari ini pengumuman ujian nasional (unas) SMA sederajat 2013. Rekapitulasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ada 2.678.575 siswa dinyatakan lulus ujian. Sedangkan 8.851 siswa lainnya divonis gagal atau tidak lulus. Tingkat kelulusan turun disbanding tahun sebelumnya. Mengapa?

Di tingkat provinsi dengan kategori siswan peraih Unas murni terbaik, Provinsi Bali menggila dengan menempatkan lima pelajarnya di ranking 12 pelajar terbaik nasional. Mereka adalah Ni Kadek Vani Apriyanti dari SMAN 4 Denpasar di posisi pertama dengan rerata nilai unas murni 9,87. Kemudian ada Made Hyang Wikananda di urutan 4 (SMAN 4 Denpasar/9,76), Luh Putu Lindayani di urutan 5 (SMAN 4 Denpasar/9,76), Putu Siska Apriliyani di urutan 8 (SMAN 4 Denpasar/9,75), dan Putu Indri Widiani di posisi 12 (SMAN 4 Denpasar/9,73).

Nuh mengatakan secara nasional persentase kelulusan unas menurun 0,02 persen dibandingkan tahun lalu. Pihak Kemendikbud masih menganalisis kenapa tingkat kelulusan unas tahun ini menurun dibandingkan dengan tahun lalu, meskipun hanya 0,02 persen.

Dugaan sementara, penurunan ini dampak dari komposisi butir soal kategori sukar dari 10 persen menjadi 20 persen saat ini di setiap mata pelajaran yang diujikan.

Selain tingkat persentase kelulusan unas yang turun, Nuh juga mengatakan bahwa nilai rata-rata unas murni untuk SMA dan MA tahun ini turun dibandingkan tahun lalu. Kemendikbud mencatat jika tahun ini nilai rata-rata unas murni adalah 6,35 sedangkan tahun lalu 7,57 (turun 1,22).

Menteri asal Surabaya itu mengatakan jika tahun depan Kemendikbud akan tetap mengevaluasi unas. Ada dua skenario yang mereka siapkan. Yakni menaikkan passing grade atau nilai ambang batas kelulusan dan menaikkan persentase butir soal kategori sukar.

Meskipun belum ada kepastian, namun tanda-tadanya passing grade unas tahun depat tetap sama. "Pasing grade 5,5 seperti yang sekarang ini lazim dipakai dimanapun. Nilai itu sama dengan C," jelas Nuh. Nah ketika passing grade tadi tidak diubah, Kemendikbud berpotensi besar memperbanyak jumlah soal kategori sukar.

Nuh juga memaparkan jomplangnya nilai rata-rata unas murni dengan nilai sekolah. Gejala ini menunjukkan jika mayoritas sekolah masih royal memberikan nilai kepada siswanya. Rerata nilai unas murni yang didapat siswa secara nasional adalah 6,35. Dengan nilai terendah 0,33 dan tertinggi 9,87. Sedangkan rerata nilai sekolah adalah 8,40. Dengan nilai terendah 4,00 dan tertinggi 9,99.

"Data ini menarik," papar Nuh. Menurut versi Kemendikbud, hasil unas bisa membuat penilian akhir siswa lebih objektif dibanding hanya bersumber dari nilai sekolah saja. Dengan kondisi ini, Nuh masih terlihat yakin tahun depan tetap ada unas lagi. "Jika PP 32/2013 (tentang Standar Nasional Pendidikan, red) tetap seperti sekarang, unas tahun depan ya tetap ada," tuturnya.

Terakhir Nuh merinci tingkat kelulusan siswa di setiap provinsi. Tahun lalu provinsi dengan tingkat kelulusan adalah Nusa Tenggara Timur (NTT). Tetapi tahun ini Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) menjadi paling buncit untuk urusan persentase kelulusan siswa. Di Provinsi NAD ada 1.754 siswa (3,11 persen) yang tidak lulus unas.

Tingkat kelulusan terbaik direbut Provinsi Jawa Barat, dari 208.060 siswa peserta unas hanya ada satu orang (0,00.. persen) yang tidak lulus. Posisi selanjutnya adalah Provinsi Jawa Timur, dari 220.642 peserta ujian ada 56 siswa tidak lulus ujian (0,03 persen).

"Di 33 provinsi pergeseran persentase yang tidak lulus wajar. Tidak ada yang melonjak atau menurun secara signifikan," ujar Nuh. Dengan kondisi itu, Nuh yakin jika kisruh unas SMA pertengahan April lalu tidak berpengaruh terhadap hasil ujian. Terutama di 11 provinsi yang unasnya diundur beberapa hari karena keterlambatan pencetakan naskah ujian.

Kepada siswa yang dinyatakan lulus, Nuh berpesan supaya tidak meluapkan rasa syukur secara belebihan. "Bahkan yang cenderung mubazir atau bahkan mencelakaan diri," ujarnya. Untuk urusan corat-coret baju, Nuh menganjurkan lebih baik seragam yang layak pakai disumbangkan ke siswa tidak mampu. Lalu untuk kebiasaan konvoi, siswa harus hati-hati di jalan raya.

Ketua KPAI Pusat Badriyah Fayumi Lc.MA menuturkan bahwa hasil UN selayaknya disikapi biasa-biasa saja. Menurutnya, hasil UN bukan merupakan vonis untuk para siswa. Tidak lulus bukan berarti masa depan akan hancur atau suram. "Hanya saja UN itu penentu jadi seolah-olah segalanya", tegas Badriyah di kantor KPAI kemarin (23/5).

Padahal, lanjutnya, keberhasilan anak sebagai manusia pembukatiannya masih panjang bukan tergantung dengan hasil UN. Dan, apa yang terjadi disekolah bukan merupakan tolak ukur keberhasilan anak sebagai manusia di kemudian hari. Bahkan dalam penelitian, pencapaian akademik hanya berpengaruh 30% dalam keberhasilan manusia. " Sisanya itu adalah kecerdasan emosional", ungkapnya.

Dia menilai, jika seorang anak memiliki kecerdasan intelektual yang luar biasa namun tidak disertai kecerdasan emosional maka akan terjadi kegagalan. "Sangat pintar namun pemarah, atau tidak dapat bergaul dengan orang lain. Itu justru masalah", ujarnya saat ditanya pentingnya kecerdasan emosional anak.

Badriyah juga mengemukakan bahwa UN hanya mengukur kecerdasan intelektual, tidak lebih. Dan hasilnya pun diragukan karena banyak kecurangan dalam proses pelaksanaannya. Sehingga perlu dilakukan peringatan kepada anak-anak bahwa mereka memiliki banyak kecerdasan lainnya.

Sejak awal KPAI memang kurang setuju terhadap pelaksanaan UN yang sekarang. KPAI merasa UN tidak adil. Sebab, tiga hari waktu UN dirasa kurang baik untuk mengukur kemampuan dalam proses belajar bertahun-tahun.

Sementara itu, pengamat pendidikan Prof Arief Rachman mengatakan, Unas masih dibutuhkan, dengan catatan evaluasi harus jelas. SD misalnya, setelah 6 tahun, Unas seperti apa yang cocok untuk usia SD.

”Jadi menurut saya Unas masih dibutuhkan selama belum ada standar penilaian lain. Untuk Unas SD biarkan sekolah langsung yang menyelenggarakan,” tandasnya.

Rekomendasi Artikel: