PERSIAPAN PENSIUN?

Di Indonesia, para karyawan umumnya baru mulai serius memikirkan rencana pensiunnya pada usia di atas 45 tahun. Pada masa awal bekerja, para karyawan di Indonesia lebih memilih untuk membeli kendaraan dan setelah berkeluarga kemudian membeli rumah. Kendaraan dan rumah itu umumnya dibeli secara kredit yang dibayar dari gaji mereka setiap bulan.

Setelah memiliki anak maka bertambah lagi pengeluaran mereka untuk biaya perawatan dan pendidikan anak. Karena biaya pendidikan semakin mahal, maka kebutuhan hidup keluarga semakin besar sehingga praktis penghasilan karyawan tersedot untuk membiayai semua kebutuhan tersebut.
Kenaikan gaji setiap tahun lebih banyak terpakai untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang juga terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan laju inflasi yang rata-rata berkisar 6% – 7% setahun. Alhasil, si karyawan terus bergelut dengan pekerjaan agar dapat memenuhi semua kebutuhan keluarga. Kalau pun bisa menabung maka seringkali tabungan tersebut terpakai lagi untuk kebutuhan-kebutuhan mendesak lainnya.

Waktu terus berjalan dan tibalah si karyawan ini sudah berusia 45 tahun dengan pengalaman kerja sekitar 15 – 20 tahun. Di usianya ini dia mulai menyadari bahwa 10 tahun lagi akan memasuki masa pensiun. Dia mulai memikirkan apa yang musti dipersiapkan selama 10 tahun ke depan dalam menyiapkan pensiunnya.

Kira-kira seperti itulah gambaran karyawan di Indonesia yang cukup terlambat menyiapkan pensiunnya yaitu di usia sekitar 45 tahun. Pada masa-masa awal bekerja, sumberdayanya terserap untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan untuk masa depannya sendiri sengaja mereka tunda lebih dulu.

Biaya pendidikan anak dewasa ini semakin mahal, baik saat masuk SD, SMP, SMU, terlebih di perguruan tinggi. Untuk masuk ke fakultas kedokteran universitas negeri misalnya, dibutuhkan biaya puluhan bahkan ratusan juta rupiah. Itu hanya untuk uang masuknya, belum untuk biaya SPP per semester dan biaya hidup si anak. Jadi, sangat wajar kalau dalam alokasi keuangan, kebutuhan orang tua hampir selalu dikalahkan oleh urusan biaya pendidikan anak.

Ketika usia si karyawan mendekati 50 tahun maka masa kerjanya tinggal 5 tahun lagi. Mereka yang menyadari segera melakukan sesuatu untuk menyiapkan pensiunnya. Sedangkan yang tidak menyadari maka mereka tidak mempersiapkan apapun.

Para karyawan di negara maju seperti Jepang lebih dini dalam menyiapkan pensiunnya. Di usia awal 30-an mereka sudah mengalokasikan dana untuk investasi hari tua. Mereka ingin pada saat pensiun nantinya tidak lagi direpotkan oleh urusan biaya hidup. Mereka ingin kelak tetap bisa menikmati hidup dan berkecukupan, bisa menjalani kegiatan yang disukai dan tetap masih sehat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan perencanaan sejak dini. Agar kita bisa meningkatkan kualitas hidup, maka semuanya harus direncanakan dengan mengetahui apa misi hidup yang ingin kita raih. Bahwa orang hidup perlu punya tempat tinggal, bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari, perlu ada kendaraan, mampu membiayai pendidikan anak-anaknya, punya tabungan, perlindungan asuransi serta aset-aset yang menghasilkan.

Berikut gambaran alokasi keuangan seorang karyawan bernama Bagas yang berumur 30 tahun dengan penghasilan Rp6,5 juta sebulan. Dia sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak yang bersekolah di TK. Dia mengalokasikan dana tersebut sebagai berikut:

No Jenis Pengeluaran Jumlah (Rp)
1. Cicilan rumah 1.000.000
2. Cicilan sepeda motor 500.000
3. Kebutuhan keluarga sebulan 2.200.000
4. Biaya transportasi dan operasional 500.000
5. Kesehatan, susu anak, dll 500.000
6. Pendidikan anak 500.000
7. Tabungan 1.000.000
8. Lain-lain (Zakat/Derma) 300.000
Total 6.500.000

Dengan kondisi keuangan seperti ini memang cukup ketat dan sepertinya belum memungkinkan untuk mengalokasikan dana persiapan pensiun. Tidak apa-apa. Setidaknya keluarga Bagas ini sudah bisa menabung untuk dijadikan uang cadangan kalau ada keperluan mendesak.

Jika ada penghasilan lain-lain seperti honor tugas luar kota atau bonus, maka sebagian dialokasikan untuk membeli perlengkapan keluarga yang belum ada seperti mesin cuci dan furniture serta sebagian untuk ditabung. Untuk asuransi rawat inap sudah mendapat subsidi dari perusahaan tempat kerja.

Jika ingin menyiapkan pensiun lebih dini, maka Bagas perlu menargetkan bahwa pada usia 32 tahun akan mengalokasikan dana untuk persiapan pensiun misalnya Rp1 juta setiap bulan. Dengan niat tersebut, maka dia akan berusaha agar pada usia 32 tahun karirnya sudah meningkat dan penghasilannya juga lebih besar.

Di masa sekarang ini, orang memahami karir tidak hanya bekerja pada satu perusahaan. Kalau perusahaan tempat kerja sekarang sudah tidak mampu membantu kita dalam mencapai target finansial, maka ada baiknya pindah ke perusahaan lain yang lebih prospektif. Pindah kerja ke perusahaan lain juga dalam rangka mempercepat jenjang karir. Misalnya, Bagas sekarang memegang posisi supervisor. Dia bisa mempercepat karir posisi manager dengan melamar ke perusahaan lain yang sedang mencari tenaga kerja posisi manager.

Dengan demikian, niat untuk menyisihkan dana persiapan pensiun mulai pada usia 32 tahun akan mendorongnya untuk bergerak lebih cepat agar target finansialnya tercapai.

Tahun 2006, ketika saya menjadi manager iklan di sebuah surat kabar bisnis, suatu hari saya dikagetkan oleh mundurnya dua staf AE (account executive) yang sebelumnya menjadi tenaga penjualan andalan. Mereka mengundurkan diri untuk pindah ke perusahaan lain. Seorang pindah ke bagian penjualan pada satu stasiun TV komersial yang sedang berkembang dan seorang lagi ke satu perusahaan minuman kaleng sebagai area manager. Alasan mereka sangat logis. Penghasilan yang mereka terima di perusahaan barunya mencapai dua kali lipat. Itu masih di luar bonus pencapaian target dan yang menjadi area manager masih mendapat fasilitas kendaraan dinas.

Apa yang mereka lakukan adalah mempersingkat waktu pencapaian karir dengan cara pindah ke perusahaan lain. Dengan begitu, maka target finansial mereka akan lebih cepat tercapai.

Lalu bagaimana dengan loyalitas? Menurut konsultan bursa kerja JobsDB.com, kalau seorang karyawan mampu bertahan 3 – 4 tahun di satu perusahaan maka itu sudah termasuk loyal. Ukuran loyalitas yang lebih penting adalah apakah pada saat bekerja mereka mampu mencapai target atau perform dalam bekerja, bukan pada lamanya seorang karyawan bekerja.

Ukuran ini sudah berbeda dengan 20 -30 tahun lalu dimana seorang karyawan akan berusaha bertahan di satu perusahaan sampai masa pensiun. Di masa sekarang, karyawan yang bagus akan diburu oleh perusahaan lain yang sedang melakukan ekspansi. Sebaliknya, karyawan yang hebat juga akan mencari perusahaan yang memberikan tantangan dan kompensasi lebih hebat.

Anak muda sekarang tidak tahan menunggu terlalu lama untuk mendapat penghasilan yang lebih besar. Sebagai profesional, mereka sangat ingin memperoleh imbalan yang besar. Perusahaan yang tidak mampu memberikan imbalan layak akan sulit mempertahankan karyawan yang hebat. Perusahaan hebat butuh karyawan yang hebat juga. Seorang teman pernah menolak ditawari kenaikan jabatan karena kenaikan gajinya ternyata tidak sebanding dengan tanggungjawabnya. Dia memilih pindah ke perusahaan lain yang memberi penghasilan lebih tinggi meski jabatannya tidak naik. “Anak isteri saya butuh beras dan susu, bukan jabatan. Hehe..,” ungkapnya.

Jadi, mari kita siapkan rencana pensiun sedini mungkin. Tetapkan target finansial kita dan berupaya untuk mencapai target tersebut. Sedini mungkin, lebih baik. Jangan tunggu usia 45 atau 50 tahun. Lebih cepat, lebih baik.***

No Jenis Pengeluaran Jumlah (Rp)
1. Cicilan rumah 1.000.000
2. Cicilan sepeda motor 500.000
3. Kebutuhan keluarga sebulan 2.200.000
4. Biaya transportasi dan operasional 500.000
5. Kesehatan, susu anak, dll 500.000
6. Pendidikan anak 500.000
7. Tabungan 1.000.000
8. Lain-lain (Zakat/Derma) 300.000
Total 6.500.000

Rekomendasi Artikel: