Manakala penyebutan nama seseorang secara berulang-ulang dan dilakukan pada setiap hari sebagai pertanda bentuk kecintaannya, maka nama yang selalu disebut itu adalah Ibrahim, as., dan Muhammad saw. Kedua utusan Allah itu namanya selalu disebut pada setiap hari oleh kaum muslimin secara berulang-ulang. Orang yang mengaku sebagai seorang muslim, maka pasti pada setiap hari menyebut kedua nama utusan Allah itu.
Penyebutan nama Ibrahim, as., dan Muhammad, saw., tidak tanggung-tanggung, ialah setidaknya pada waktu shalat. Kaum muslimin pada waktu menjalankan shalat harus membaca shalawat. Bacaan shalawat itu ditujukan kepada Nabi Muhammad, saw., dan Nabi Ibrahim, as., dan keluarganya. Entah apa alasan yang digunakan, ada sementara pendapat tidak dibolehkan bersikap diskriminatif dan apalagi mengkultuskan seseorang. Akan tetapi nyatanya, pada setiap shalat saja, siapapun diwajibkan menyebut nama orang yang menjadi kekasih Allah itu.
Dalam menjalankan shalat, berkali-kali diucapkan nama kedua rasul itu. Sekalipun dalam sejarahnya, jumlah rasul tidak hanya dua orang itu, tetapi hanya Nabi Ibrahim, as dan Nabi Muhammad saw., yang harus disebut dalam bacaan shalat. Selainnya tidak. Hal demikian itu tidak salah manakala memunculkan pertanyaan, apa alasan dibalik perintah itu. Kelebihan apa dari kedua utusan Allah itu dibanding utusan lainnya. Sudah barang tentu, sebagai manusia yang selalu dalam keadaan terbatas dan miskin pengetahuan, tidak akan mampu menjawabnya secara tuntas.
Sekedar jawaban yang bersifat imajinatif, keduanya memiliki kelebihan yang luar biasa. Nabi Ibrahim, as., dalam perjuangannya mencari tuhan dilakukan dengan amat sungguh-sungguh. Ia memiliki kesadaran mendalam, bahwa sebagai makhluk tentu ada yang menciptakan dan atau membuatnya. Jawaban tentang siapa pencipta dirinya dan juga jagad raya itulah yang selalu dicari oleh Nabi Ibrahim, as. Dan, setelah Tuhannya itu dikenali dan diimani, maka apapun resiko atas keimanannya itu diterimanya. Tuhan bagi Ibrahim benar-benar dinomor satukan melebihi apapun lainnya.
Nabi Ibrahim, as., secara total dalam hidupnya mencitai Allah. Perintah apapun dijalani walaupun beresiko pada dirinya dan keluarganya. Tatkala Ibrahim, as., menerima hukuman akan dibakar hidup-hidup, maka ia pasrah. Bahkan menurut kisahnya, tatkala hukuman itu menjelang dilaksanakan, ia mendapatkan tawaran dari Malaikat untuk diselamatkan. Ibrahim pun menolak tawaran itu. Ia percaya sepenuhnya bahwa hanya Allah swt., yang mampu menyelamatkan dirinya. Begitu pula, tatkala mendapatkan perintah dari Allah, agar meninggalkan isterinya, Siti Hajar dan anaknya, Ismail, di tengah gurun pasir di lembah Makkah, ditunaikan oleh Ibrahim tanpa keraguan sedikitpun.
Masih merupakan ujian dari Allah yang amat dahsyat, melalui mimpinya, Ibrahim as., diperintah untuk menyembelih putra satu-satunya, ialah Ismail. Oleh karena menyakini, bahwa perintah itu datang dari Allah, maka betapapun beratnya ditunaikan, sekalipun kemudian, dalam sejarahnya, badan Ismail oleh Allah swt., diganti dengan seekor domba. Keimanan Nabi Ibrahim, as., sedemikian kokoh, bahwa apapun perintah itu dan betapapun besarnya resiko yang harus ditanggung, asalkan diyakini datang dari Allah, akan ditunaikan. Loyalitas terhadap keyakinan yang sedemikian kokoh itu hingga Ibrahim mendapatkan sebutan sebagai kholilullah.
Sama halnya dengan Nabi Ibrahim, Nabi Muhammad saw., sebagai rasul terakhir menjadi kekasih Allah. Salah satu keistimewaan yang dimiliki olehnya, dan tidak dialami oleh para Rasul lainnya, ialah pernah dipanggil langsung menghadap Allah hingga melampaui langit lapis tujuh, ialah sampai ke Sidratul Muntaha. Nabi Muhammad melalui isra’ dan mi’raj pernah ditunjukkan berbagai peristiwa atau kejadian yang tidak pernah dialami oleh siapapun. Berbekalkan wahyu yang kemudian ditulis hingga berupa kitab suci al Qur’an, Muhammad saw., membangun peradaban umat manusia. Dengan akhlaknya yang mulia, keimanannya yang kokoh, serta amal shalehnya, maka tugas-tugas kerasulan itu ditunaikan secara sempurna.
Kedua manusia istimewa, utusan Allah itu, namanya pada setiap hari selalu disebut-sebut oleh umat Islam, terutama pada saat menjalankan ibadah shalat. Manakala perintah penyebutan kedua nama secara berulang-ulang itu dimaknai agar selalu mencintainya, maka umat Islam wajib mencintai kedua Rasul itu melebihi cintanya kepada makhluk lain siapapun. Selain itu, juga bisa dimaknai bahwa dalam menjalani hidup ini, Tuhan telah memberikan contoh, ialah kehidupan Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad saw. Kecintaan yang sedemikian mendalam, dan bahkan namanya selalu disebut-sebut secara berulang kali pada setiap hari, seharusnya kedua Rasul itu berhasil mempengaruhi jiwa, pikiran, dan perilaku kaum muslimin, hingga akhirnya berbuah menjadi manusia dan umat terbaik, sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibrahim, as., dan Muhammad, saw. Wallahu a’lam
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo