Dr. H. Uril Bahruddin, MA
Tidak terasa, waktu berjalan begitu cepat, tiba-tiba kita sekarang berada di penghujung tahun 2016. Bagi kita, setiap pergantian waktu, baik hari, minggu, bulan maupun tahun, hendaknya kita gunakan untuk melakukan instrospeksi diri atau muhasabatun nafs. Pertintah muhasabah bagi orang Islam sama halnya dengan perintah untuk melakukan kebaikan yang lain, bahkan dalam al Quran perintah itu disebutkan oleh Allah beriringan dengan perintah bertaqwa kepada-Nya (Al Haysr:18). Hal ini menunjukkan bahwa urusan evaluasi diri dalam kehidupan kita menduduki posisi yang sangar penting.
Apalagi jika dikaitkan dengan masalah waktu, maka secara tegas Allah swt. telah memperingatkan kita tentang pentingnya memperhatikan waktu dalam kehidupan ini. Kesuksesan kita dalam mengatur dan memanaj waktu dalam kehidupan ini dengan baik, akan berdampak positif pada keberhasilan kita dalam menjalani kehidupan ini secara keseluruhan. Demikian pula sebaliknya, ketidaksuksesan kita dalam mengelola waktu yang diberikan oleh Allah kepada kita, maka akibat kerugianlah yang akan diterima oleh manusia (Al ‘Ashr:1-3).
Oleh karena itu, dalam rangka untuk melihat sejauh mana waktu satu tahun selam 2016 dapat berjalan dengan baik dan produktif bagi kita, alangkah baiknya di hari-hari terakhir pada tahun ini marilah kita luangkan sejenak untuk melakukan muhasabah diri. Dengan harapan pada tahun yang akan datang kita tidak mengulang kesalahan yang sama. Jika selama satu tahun sudah dapat berjalan dengan efektif, maka pada tahun yang akan datang dapat ditingkatkan menjadi lebih baik lagi. Begitu juga jika masih belum bisa berjalan denga baik, maka tidak ada pilihan lain kecuali harus berusaha untuk memperbaikinya.
Apabila dilihat dari posisi manusia dalam kehidupan ini, maka akan kita dapatkan manusia sebagai pribadi dan sebagai bagian dari masyarakat. Evaluasi dan muhasabah diri kita bisa kita mulai dari diri kita sebagai pribadi. Mau diakui atau tidak, diri kita masih banyak kekurangan dan kelalaian dalam menunaikan tugas dan kewajiban kita. Shalat, yang merupakan sarana komunikasi kita dengan Allah swt., bisa jadi secara kuantitas sudah terpenuhi. Lima waktu sehari semalam sudah bisa kita tunaikan dengan lengkap. Namun, apabila kita lihat kualitasnya, mungkin masih jauh dari yang seharusnya.
Kita masih belum bisa khusyu’ seratus persen dalam shalat yang kita tunaikan. Dalam shalat kita masih disibukkan dengan setumpuk pekerjaan yang semakin hari semakin bertambah itu. Shalat kita masih sekedar menggugurkan kewajiban, belum menjadi sarana yang efektif untuk berkomunikasi dengan Allah, mengadukan segala kelemahan dan ketidak berdayaan kita dihadapannya. Shalat kita ternya belum dapat kita manfaatkan sebagai senjata untuk memohon kepada Allah, padahal kebutuhan dan keinginan kita amat banyak sekali. Seandainya seluruh kebutuhan kita dapat kita komunikasikan dengan baik kepada Allah, maka Allah akan semakin mencintai kita dan mengabulkannya, serta keberkahan dari-Nya akan selalu kita dapatkan.
Mungkin kita sebagai muslim laki-laki sudah melakukan shalat dengan lengkap secara kuantitas, namun shalat wajib itu belum kita tunaikan dengan cara dan di tempat yang seharusnya kita tunaikan. Bisajadi karena berdalih kesibukan dan tidak ada waktu yang cukup, kita hanya bisa menunaikan shalat wajib kita secara sendiri di rumah atau ruangan tempat kerja kita. Bukankah seharusnya kita tunaikan berjamaah di masjid. Bukankah Rasulullah saw. telah memperingatkan kepada kita dan berazam akan membakar rumah orang-orang yang tidak mau melakukan shalat berjama’ah di masjid.
Rasulullah pernah didatangi seorang sahabat yang buta yang tidak ada yang bisa menuntunnya ke masjid untuk menjalankan shalat wajib dengan berjama’ah. Sahabat tersebut meminta fatwa tentang kondisinya yang yang sulit untuk pergi ke masjid. Awalnya, Rasulullah memberi keringanan kepada sahabat tersebut untuk shalat di rumah, namun setelah beberapa langkah sahabat itu pergi, Rasulullah memanggilnya kembai dan menanyakan kepadanya, “apakah engkau mendengar azan?”, Iya ya Rasulullah, jawab sahabat tadi. Kalau begitu engkau tetap harus melaksanakan shalat wajib dengan berjamaah di masjid, tegas Rasulullah saw.
Begitu pentingnya shalat berjam’ah di masjid bagi laki-laki, sehingga Umar bin Khatab ra harus menghukum dirinya dengan menjual kebunya. Pada suatu hari beliau terlambat melaksanakan shalat Asar berjama’ah bersama Rasulullah dan keterlambatannya itu disebabkan karena dia sedang berada dan menikmati kebunnya, setelah dia sampai di masji ternyata kaum muslimin sudah selesai melaksanakan shalat Asar berjama’ah. Agar tidak terulang lagi kesalahan itu, maka dijuallah kebunnya dan hasil penjualannya diinfakkan untuk kepentingkan dakwah Islam.
Mungkin itu hanya terjadi pada pribadi seperti Umar bin Khatab dan sulit terjadi pada diri kita. Namun, seharusnya kita bisa mengambil spirit yang dari cerita Umar itu untuk memperbaiki kualitas shalat kita. Wallahu a’lam.
===============
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.