Dr. H. Uril Bahruddin, MA
Awal tahun 2016 yang lalu, saya menulis makalah berbahasa Aab untuk disampaikan pasa sebuah konferensi Internasional bahasa Arab di luar negeri. Alhamdulillah, makalah tersebut disetujui oleh panitia penyelenggara dan bisa dipresentasikan dalam konferensi itu. Namun untuk kali ini panitia tidak menyediakan transportasi menuju tempat konferensi, hanya menyediakan akomodasi lokal saat pelaksanaan di sana. Terbersit dalam hati saya untuk meghubungi salah seorang kawan, barangkali ada jalan keluar dari masalah ini. Saya coba menghubunginya melalui media sosial Whatsapp, jawabannya, “tunggu sebentar ya, nanti saya hubungi lagi”. Tidak lama kemudian, dia mengirim pesan lagi melalui Whatsapp yang intinya dapat membantu saya, walhamdulillah.
Pasa kesempatan yang lain, ada seorang kawan yang tiba-tiba tersebar melalui statusnya di facebook sebuah permohonan sejumlah dana untuk kepentingan tertentu yang mendesak dengan mencantumkan nomer rekening tertentu pula. Jelas, kawan tesebut tidak pernah menuliskan status tersebut. Sebagian teman-temannya langsung mengirim uang dan sebagian yang lain mencoba untuk menghubunginya karena tidak biasanya kawan tersebut melakukan hal itu. Intinya, akun facebook kawan saya sedang digunakan oleh orang lain untuk kepentingan penipuan yang akhirnya dia harus menghapus akunnya dan sampai sekarang dia tidak membuka akun itu lagi.
Luar biasa, media sosial dengan berbagai keunggulannya ibarat pesawat canggih serba guna yang dapat digunakan untuk kepentingan apa saja dengan sangat cepat. Media itu dapat digunkan untuk agenda kebaikan, seperti menyambung silaturrahim, ta’aruf, berbagi ilmu pengetahuan dan sarana kebaikan lainnya. Di sisi lain, media sosia juga dapat digunakan sebagai sarana kejahatan, seperti menfitnah, menipu, membuat berita negatif dan maksud-maksud jahat yang lain.
Sebagian orang sudah mulai resah dengan media sosial yang akhir-akhir ini memang sudah berkembang luar biasa. Keresahan itu disebabkan karena berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh sarana pergaulan sosial secara online di dunia maya itu. Diantara dampak negatifnya adalah tersebarnya berbagai berita dan informasi palsu di masyarakat hingga secara cepat dapat menjadi opini dan keyakinan, bahkan seringkali informasi yang tidak benar itu juga menjadi referensi bagi da’i atau penceramah tertentu dalam berceramah. Memang, dampak positif dari media tersebut juga sangat banyak, semua orang dapat berkomunikasi, berinteraksi, saling kirim pesan, saling berbagi ucapan selamat dan membangun jaringan.
Karena penggunaan media sosial ini telah menimbulkan berbagai persoalan baru dalam kehidupan ini, maka menjadi penting untuk mendudukkan permasalahan ini dalam bingkai nilai-nilai Islam yang bersumber dari al Quran dan al Hadis. Upaya untuk memahami dan mendudukkan masalah media sosial ini menjadi hazanan baru dalam perkembangan fiqh Islam, maka muncullah fiqh media sosial. Dengan dimunculkannya fiqh baru yaitu fiqh media sosial, akan semakin melengkapi sejumlah figh yang sebelumnya telah ada, diantaranya ada fiqh ‘ibādat, mu’āmalat, aulawiyyāt, muwāzanāt dan berbagai jenis fiqh yang lain.
Bagi seorang muslim, sudah barang tentu kita sangat membutuhkan pemahaman yang meyeluruh terkait dengan masalah ini, dan pasti dalam syariat Islam sudah ada aturan atau minimal kaidah-kaidah umum yang mengatur seluruh permasalahan kehidupan manusia termasuk bagaimana cara menggunakan media sosial yang baik. Seandainya media sosial ini sudah ada pada zaman Rasulullah saw., tentu aturannya sudah dibuat serinci mungkin. Namun, karena belum ada media sosial secanggih sekarang ini, maka aturanya pun hanya dibuat secara umum. Bukankah dalam Islam kita diperintahkan untuk menjaga lisan? Bukankan kita hanya boleh berbicara yang baik atau lebih baik diam? Bukankah ghibah itu dilarang keras oleh al Quran, bahkan pelakukan seperti memakan daging saudaranya dalam keadaan hidup? Bukankah berbohong itu dilarang dalam Islam, bahkan melakukannya termasuk ciri-ciri orang munafiq? Dan masih banyak lagi nilai-nilai umum dalam Islam yang sangat tepat untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan modern ini.
Memahami fiqh media sosial ini bukan hanya penting untuk orang awam, yang tidak tahu menahu tentang dalil-dalil dari al Quran atau al Hadis, namun penting juga difahami oleh para kaum terpelajar dan cendekiawan yang karena dahsyatnya pengaruh dari media sosial ini mereka juga seringkali lupa dengan ayat-ayat Allah yang memerintahkan untuk melakukan tabayyun atau membukti kan kebenaran dari sebuah berita. Padahal tabayyun itu adalah merupakan budaya Islam dan juga budaya ilmiah yang seharusnya tidak boleh terlupakan.
Para ahli hukum positif di Indonesia mengatakan bahwa sebuah produk hukum itu baru akan ada ketika peristiwa yang melatarbelakanginya sudah terjadi di masyarakat. Mereka juga mengatakan bahwa terjadinya berbagai peristiwa di masyarakat itu jauh lebih cepat dari usaha untuk membuat sebuah produk hukum. Salah satu peristiwa yang perkembangannya sangat cepat adalah media sosial. Namun, sesungguhnya Islam yang relevan untuk diterapkan pada semua waktu dan tempat telah merespon segala permasalahan kehidupan ini, baik yang berkembang sangat cepat atau lebih cepat lagi, semuanya sudah kaidahnya dalam agama Islam yang sempurna ini.
Pekerjaan berikutnya bagi kaum muslimin utamanya yang memiliki keahlian dalam merumuskan aturan hukum adalah berijtihad sehingga dapat mewujudkan sebuah fiqh atau pemahaman terkait dengan berbagai persoalan, termasuk persoalan media sosial. Wallahu a’lam.
===============
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.