Artikel Ilmiah

bagaimana hubungan antara strategi menghadapi masalah dan tipe kepribadian dengan prestasi belajar Bahasa Inggris


Menghadapi abad 21 berarti menghadapi abad penuh tantangan dan tingkat kesulitan yang cukup tinggi karena terjadi globalisasi dunia yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, tidak hanya bidang ekonomi, te tapi juga bidang sosial, politik, dan budaya. Hal ini membawa dampak semakin besarnya persaingan antara individu dalam skala mikro maupun makro. Setiap individu dalam seluruh lapisan masyarakat dituntut untuk meningkatkan kualitas dirinya sehingga mampu be rsaing dalam perjalanan kehidupan ini. Individu yang tidak mau dan mampu untuk meningkatkan kualitas dirinya akhirnya tertinggal jauh dan tergilas oleh roda kehidupan yang bergerak cepat. Individu yang memiliki keinginan untuk maju sehingga mampu bersaing dalam pertarungan kehidupan ini harus berpikir dengan serius bagaimana meningkatkan kualitas dirinya.

Salah satu bidang yang dituntut untuk meningkatkan kualitas diri sehubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan arus informasi dalam zaman globalisasi ini adalah bidang bahasa. Penguasaan bahasa asing, terutama bahasa asing yang sedang dominan dalam pergaulan internasional merupakan satu kualitas individu yang dibutuhkan. Penguasaan bahasa asing merupakan satu akses untuk meraih keberhasilan dalam ber bagai bidang (Lie, 2004).

Menurut Alwasilah (dalam Sikmaratin, 1998) bahasa asing perlu dipelajari karena bahasa tersebut perlu bagi pemahaman akan dunia luar, jadi dalam

mempelajari ilmu, teknologi, seni, agama, dan budaya yang berasal dari luar dapat dilakukan melalui perantaraan bahasa asing. Bahasa asing itu pula yang digunakan untuk mengutarakan keyakinan dalam pergaulan ke dunia luar, agar bangsa lain dapat memahami keadaan negara kita. Bagi fungsi itulah maksud mempelajari bahasa- bahasa asing, dan bukan berarti untuk meninggalkan kedudukan dan fungsi dari bahasa nasional atau bahasa daerah.

Dari posisi geografis, Indonesia terletak dalam posisi yang sangat strategis untuk muncul sebagai negara besar sekaligus sebagai negara lintasan antar benua yang harus mampu menyerap kemajuan dari warga dunia yang melintasinya. Semua perkembangan dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik negara Indonesia mengarah kepada keterbukaan pada dunia luar. Pemerintah membuka pintu selebar- lebarnya untuk penanam modal asing yang berarti juga penyerapan akan teknologi dan pengetahuan yang dibawa oleh bangsa asing (Sigit, dalam Sikmaratin, 1998).

Sekarang ini bahasa Ingris tidak hanya dijumpai dalam buku- buku bacaan asing saja, tetapi juga dalam film -film yang ditayangkan di televisi, bioskop, komputer, uraian cara pemakian pada beberapa perangkat teknologi modern lainnya. Apabila lingkungan sekitar diamati maka dapat dilihat istilah-istilah bahasa Inggris sering digunakan, khususnya di daerah pariwisata di berbagai daerah Indonesia, bahkan para pedagang yang berjualan di sekitar objek wisata dituntut untuk memahami sedikit banyaknya bahasa Inggris, misalnya pedagang di kawasan Malioboro, Yogyakarta. Di tingkat perguruan tinggi, para dosen menyarankan para mahasiswanya untuk membaca buku-buku referensi berbahasa

Inggris sebagai bahan utama ataupun tambahan untuk meningkatkan pemahaman materi kuliah, bahkan untuk tingkat strata S- 2, dapat dikatakan bahwa hampir

95% buku- buku bahan materi kuliah berbahasa Inggris, sementara untuk tugas-

tugas biasanya membahas jurnal-jurnal luar negeri. Kemampuan berbahasa Inggris di dunia kerja juga merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi. Banyak perusahaan besar menuliskan lowongan pekerjaan dalam bahasa Inggris dan menuntut salah satu syarat calon pegawainya mampu berbahasa Inggris pasif maupun aktif. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa Inggris merupakan salah satu kualitas individu dalam menghadapi zaman globalisasi sekarang ini.

Penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa asing makin mapan dengan keputusan pemerintah Indonesia memilih bahasa Inggris sebagai bahasa asing pertama. Hal ini terlihat dari adanya dukungan lembaga-lembaga asing seperti: The Ford Foundation , RELO ( Regional English Language Office), dan The British Council , serta kebijakan di sektor pendidikan formal, yaitu bahasa Inggris diajarkan secara resmi sebagai bahasa asing di sekolah (Lie, 2004).

Dalam kurikulum pendidikan pemerintah menetapkan bahasa Inggris sebagai salah satu bidang studi pokok yang diujikan dalam Ebtanas. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Inggris sebagai satu mata pelajaran penting. Untuk menjawab kebutuhan terhadap penguasaan bahasa Inggris, kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Dimulai dengan pendekatan tata bahasa dan terjemahan (1945), oral (1968), audio- lingual (1975), komunikatif (1984), dan kebermaknaan (1994). Kurikulum 1984 dan 1994 bercita-cita membangun

kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara aktif

(Dardjowidjojo dalam Lie, 2004).

Bahasa Inggris sebagai salah satu bidang studi pokok yang diujikan dalam Ebtanas juga berarti pula tantangan bagi dunia pendidikan untuk berperan dalam era teknologi baru, era informasi dan itu berarti suatu pertanyaan mampukah dunia pendidikan menyiapkan sis wa- siswa yang terampil menggunakan bahasa asing khususnya bahasa Inggris dalam menghadapi arus globalisasi teknologi. Jika siswa dapat mengembangkan kemampuan bahasa Inggrisnya dengan baik maka siswa diharapkan lebih siap menghadapi ledakan teknologi dan dapat berkembang seiring dengan kemajuan teknologi.

Akan tetapi sangat disayangkan bahwa lulusan SMA sekarang tak mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Padahal bahasa Inggris sudah diajarkan sejak SMP. Artinya bahasa Inggris telah diajarkan di sekolah. Bahkan, saat ini banyak siswa sudah menerima pelajaran bahasa Inggris sejak SD. (Widiastono,

2004).

Dari hasil laporan komputerisasi UAN SMA dan MA Propinsi Daerah Istemewa Yogyakarta (Dikmenum, 2003) menunjukkan bahwa hasil prestasi belajar Bahasa Inggris siswa tingkat SMA program IPS swasta dan negeri kotamadya Yogyakarta termasuk rendah. Perbedaan hasil prestasi belajar Bahasa Inggris juga terlihat dari status sekolah. Prestasi belajar Bahasa Inggris lebih tinggi di SMA yang berstatus negeri daripada swa sta. Hal ini terlihat dari laporan Ujian Akhir Nasional Bahasa Inggris seperti yang terlihat di bawah ini:

Tabel 1

Laporan Komputerisasi UAN Bahasa Inggris SMA dan MA Tahun Pelajaran 1999/2000 sampai 2002/2003

Propinsi Daerah Istemewa Yogyakarta

Nilai UAN Murni

1999/2000

2000/2001

2002/

2003

Gab

Neg

Swa

Gab

Neg

Swa

Klasifikasi

E

D

E

E

D

E

D

Rata-rata

Terendah

4.07

0.80

4.67

1.00

3.60

0.80

4,47

0,40

4.68

0.80

3.42

0.40

5,17

1,76

Tertinggi

9.80

9.80

9.80

9,60

9.20

9.60

9,51

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sikmaratin (1998) juga menunjukkan bahwa prestasi belajar Bahasa Inggris siswa yang duduk di SMA negeri lebih tinggi daripada prestasi belajar Bahasa Inggris siswa yang duduk di SMA swasta.

Hasil prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Suryabrata (1998) ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa dan faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Selanjutnya dijelaskan bahwa faktor yang berasal dari dalam diri siswa mencakup: intelegensi, sikap, cara belajar, minat, bakat, motivasi, dan kepribadian siswa.

Menurut Goodwin (dalam Sikmaratin, 1998) faktor -faktor yang mempengaruhi prestasi belajar meliputi karakteristik siswa, pengajaran, bahan yang dipelajari, media pengajara n, dan juga karakteristik fisik di sekolah.

Menurut Cronbach (1963) karakteristik individu berarti semua

kemampuan dan jenis respon-respon yang individu peroleh dari lingkungan. Kemampuan mencakup kualitas fisik dan hal- hal yang berkaitan dengan intelektual.

Karakteristik siswa salah satunya mencakup bagaimana cara siswa merespon masalah yang muncul baik dari lingkungan maupun dari dalam diri sendiri. Hal ini berarti berbicara mengenai strategi individu dalam menghadapi masalah. Lazarus & Folkman (dalam Terry & Hynes, 1998) membagi strategi tersebut menjadi dua macam fungsi, yaitu (1) strategi menghadapi masalah yang berorientasi pada masalah/SMM-M, yang berfokus pada menghadapi masalah dan usaha mencari penyelesaian terhadap situasi, dan (2) strategi mengha dapi masalah yang berorientasi pada emosi/SMM-E, yang berfokus tidak pada peristiwa yang terjadi, tetapi pada usaha untuk mengatasi tingkat stres emosi individu secara tidak langsung.

Bell (dalam Sarwono, 1992) menyatakan bahwa cara strategi menghadapi masalah timbul sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan yang menghasilkan persepsi individu terhadap lingkungan tersebut. Jika persepsi itu berada dalam batas-batas optimal maka individu dikatakan dalam keadaan homeostatis/seimbang. Keadaan ini biasanya ingin dipertahankan oleh individu karena menimbulkan perasaan yang menyenangkan. Sebaliknya bila lingkungan dipersepsi oleh individu berada di luar batas optimal (overstimulation ) atau di bawah (understimulation) maka individu mengalami stres dalam dirinya. Oleh sebab itu individu harus melakukan strategi menghadapi masalah untuk menyesuaikan lingkungan pada kondisi dirinya.

Siswa dalam meraih prestasi belajar tentunya menghadapi berbagai masalah, seperti yang dinyatakan oleh Hamilton & Fagot (1988) bahwa sumber- sumber masalah yang dihadapi oleh siswa adalah interaksi hubungan interpersonal

yang bersifat negatif, misalnya masalah dengan guru, rekan dalam hubungan asmara, tekanan teman sebaya, tindakan-tindakan yang merugikan, kebohongan, kritik yang merusak, dan orang yang tidak ramah. Sumber-sumber masalah tersebut dapat menjadi tekanan yang mau tidak mau harus diatasi oleh siswa.

Folkman & Lazarus (1985) menyatakan bahwa pada saat menghadapi

ujian, siswa memiliki perasaan terancam dan tantangan yang harus dihadapi. Hal ini membuktikan bahwa saat -saat menghadapi ujian merupakan sumber stress yang dihadapi oleh siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Hamilton & Fagot,

1988; Aspinwill & Taylor, 1992 mempertegas hasil penemuan Folkman & Lazarus bahwa siswa mengalami kecemasan dan tekanan yang meningkat ketika sejumlah tugas yang harus diselesaikan atau ketika menjelang ujian semester.

Hasil wawancara peneliti dengan guru bidang bimbingan konseling menunjukkan bahwa sumber-sumber masalah yang menjadi tekanan bagi siswa adalah masalah keluarga, tuntutan orangtua yang terlalu memaksakan kehendaknya tanpa melihat kemampuan siswa, dalam hal ini adalah mengenai pilihan program penjurusan, hubungan orangtua yang tidak harmonis. Sementara dari pihak siswa sendiri menambahkan bahwa sumber masalah yang dihadapi adalah hubungan dengan teman yang kurang harmonis, hubungan dengan pacar yang tidak direstui oleh orangtua, kurang penerimaan diri sendiri, cukup kesulitan dalam bergaul.

Secara khusus yang berkaitan dengan pelajaran Bahasa Inggris, sumber masalah yang cukup mengganggu dalam proses belajar adalah materi pelajaran, misalnya: menghapal arti kata, penggunaan grammer, pelafalan kata, kurang

mampu dalam conversation, reading, translate, dan listening. Kemampuan guru dalam mengajar juga mempengaruhi proses belajar serta suasana kelas.

Faktor lain yang dianggap mempunyai andil terhadap prestasi belajar

siswa adalah kepribadian (Suryabrata, 1998). Pengertian tipe kepribadian sebagaimana yang dinyatakan oleh Eysenck adalah susunan beberapa sifat yang dapat diamati (dalam Eysenck & Wilson, 1976). Selanjutnya ia membagi tipe kepribadian individu dalam dua kelompok, yaitu individu yang memiliki tipe kepribadian extrovert yang memiliki ciri-ciri: optimis, antusias, energik, gembira, suka berteman, suka berkumpul, ramah, dominan, dan lancar dalam bergaul. Tipe kepribadian yang lain adalah tipe kepribadian introvert yang memiliki ciri-ciri: tenang, pemalu, introspektif, lebih menunjukkan minat pada buku daripada orang lain, dan kur ang impulsif.

Menurut Wellinghan (dalam Purnami, 1997) faktor kepribadian memainkan peranan penting dalam kesuksesan akademis. Kepribadian yang positif mendukung proses belajar siswa dibanding kepribadian yang negatif. Siswa yang memiliki sifat tidak muda h putus asa, telaten, memiliki kemauan keras, dan memiliki semangat bermanfaat dalam mengikuti proses belajar mengajar di sekolah.