Ahlaq

Ahlaq

Kewajiban Taubat Nasuha


Taubat Nasuha 3Kata “taubat” dalam bahasa arab yang berasal dari pokok kata taaba-yatuubu-taubatan” yang berarti kembali. Kembali kepada jati diri, kembali bersih, tidak mengotori dengan perbuatan ma’shiyat lagi. Taubat adalah ajaran yang paling mendasar dalam agama Islam, serta menduduki posisi paling awal sebelum menjalankan ibadah-ibadah lainnya, sebagaimana diisyaratkan dalam Alquran:

“Orang-orang yang bertaubat, orang-orang yang beribadah, orang-orang yang memuji, orang-orang yang berjalan mencari ilmu, orang-orang yang ruku’, orang-orang yang sujud, orang-orang yang berbuat ma’ruf, orang-orang yang mencegah mungkar, orang-orang yang menjaga batas-batasnya Allah, dan gembirakanlah orang-orang yang beriman”. (At Taubat / 112).

.

Dalam ayat ini, sebelum menyebut ibadah-ibadah yang lain, taubat disebut paling awal. Hal ini mengandung maksud bahwa masalah taubat adalah menduduki posisi yang paling pertama dan mendasar, serta menjadi kuncinya segala ketaatan kepada Allah Taala. Segitu pula di didalam kitab Al Adzkiya’ karangan Syekh Zainuddin Al Malibari, pada bait ke 21 disebutkan. “Taubat itu adalah kunci bagi tiap-tiap thoat, dan taubat itu dasarnya segala kebaikan”.

Kewajiban Bertaubat

Perintah bertaubat berulang-ulang disebutkan didalam beberapa ayat Alquran. Perintah yang hukumnya wajib ain, bukan wajib kifayah, apalagi sunnah. Artinya, setiap manusia di dunia ini tanpa kecuali harus melaksanakan taubat. Baik laki atau perempuan, kaya atau miskin, tua atau muda. Orang sibuk atau tidak sibuk, faham ilmu agama atau tidak, semuanya tanpa terkecuali harus mau bertaubat. Hal ini juga tidak boleh ditunda-tunda, tidak boleh ditawar-tawar, apalagi diwakilkan. Karena kesempatan taubat hanya di dunia sementara datangnya maut tidak bisa disangka-sangka.

Diantara sekian banyak perintah taubat dalam Alquran, diantaranya disebutkan: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sungguh-sungguh, mudah-mudahan Tuhanmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu kedalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”. (At Tahrim / 8). “Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah hai orang-orang yang beriman, supaya kamu mendapatkan keberuntungan”. (An Nur / 31).

Sementara dalam hadits Rosululloh juga bersabda: “Bertaubatlah kamu kepada Allah Taala, maka sesungguhnya aku (Muhammad) bertaubat kepadaNya dalam setiap hari seratus kali”. (Keterangan dari Shohabat Ibnu Umar, H.R. Bukhori fil Adab).

Nabi Muhammad yang terjaga (ma’shum) dan tidak memiliki dosa saja tetap melaksanakan taubat setiap hari, apa yang diamalkan Rosulullah ini tidak lain adalah untuk memberi contoh kepada kita semua agar tidak meninggalkan ibadah taubat. Bahkan didalam surat Al hujurot ayat 11 disebutkan bahwa barang siapa yang tidak bertaubat maka mereka itu adalah orang-orang yang dholim. Ayat ini jelas menunjukkan bahwa taubat itu hukumnya wajib ‘ain, wajib dilaksanakan oleh setiap manusia, tanpa kecuali.

Maha Besar Ampunan Allah

Allah adalah Dzat Yang Maha Menerima taubat. Ampunan Allah lebih besar dari apapun yang ada di dunia ini, maka siapapun yang bertaubat dengan sungguh-sungguh (nashuha) pasti akan mendapat Ampunan dari Allah Taala.

1. “Dan sesungguhnya Aku (Allah) adalah Penerima ampun bagi orang yang bertaubat, dan beriman, dan beramal sholeh, kemudian tetap di jalan yang benar”. (Thoha / 82).

2. Rosulullah SAW bersabda: “Walaupun kamu mengerjakan kesalahan/dosa sehingga banyaknya sampai memenuhi langit, kemudian kamu menyesali akan perbuatan itu, maka Allah akan menerima taubat kamu kembali”. (H.R. Ibnu Majah)

3. Shohabat Anas bin Malik berkata: Saya mendengar Rosulullah SAW bersabda:

“Allah Taala berfirman: Hai Bani Adam, sungguh seandainya kamu tidak minta kepadaKu dan berharap kepadaKu, Aku sudah mengampuni dosamu dan Aku tidak mempedulikan lagi. Hai Bani Adam, kalau toh dosamu itu sebanyak awan di langit kemudian engkau minta ampun kepadaKu maka Akupun mengampuni kamu dan Aku sudah tidak mempedulikan lagi dosamu. Hai Bani Adam, kalau toh engkau datang kepadaKu dengan dosa sebesar lengkung bumi kemudian engkau berjumpa kepadaKu sedang engkau tidak menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun niscaya Aku menjumpaimu dengan Ampunan sebesar lengkung bumi juga”. (H.R. Tirmidzi).

Kesempatan Taubat

Hidup manusia di dunia hanyalah sementara. Kesempatan bertaubat hanyalah saat hidup di dunia dan sebelum datangnya sakarotul maut. Jika sudah dalam keadaan sakarotul maut kesempatan taubat itu dinyatakan sudah habis, maka taubat tidak akan diterima oleh Allah Taala. Sebagaimana sabda Rosulullah SAW: “Sesungguhnya Allah Taala itu menerima taubatnya hamba selama ruh belum sampai ke kholqum/urat leher (yughorghir/sakarotul maut).”

Oleh karena datangnya sakarotul maut itu tak dapat diduga-duga, bila Allah menghendaki maka maut bisa datang sewaktu-waktu kepada siapa saja dan dengan perantaraan sebab apa saja. Maka sudah sepatutnya manusia tidak menunda-nunda untuk bertaubat. Jangan lagi berdalih karena masih muda sehingga menganggap belum saatnya, toh orang yang mati masih muda juga banyak. Jangan pula karena badan masih segar bugar sehingga menganggap belum perlu bertaubat, toh orang mati tanpa sakit-sakitan juga banyak.

Unsur Taubat

Didalam kitab Ihya’ Ulumuddin Bab Taubat, Imam Ghozali RA menerangkan bahwa taubat itu mengandung tiga unsure yang tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu: pertama unsur ilmu, kedua unsur khal, dan ketiga unsur amal.

Pertama unsur ilmu, artinya ia mengetahui bahwa perbuatan yang sudah dikerjakan itu adalah perbuatan dosa yang dilarang oleh Allah Taala. Jadi mempunyai pengertian yang membenarkan bahwa dosa itu adalah suatu hal yang merusakkan, menyesatkan dan menjerumuskan, serta mempunyai pengertian yang menguatkan dan menghilangkan keragu-raguan akan hal tersebut. Kedua unsur khal, yaitu dari unsur ilmu yang kemudian muncul khal atau kesadaran bathin. Jeritan didalam hati berupa perasaan menyesal terhadap segala perbuatan dosa yang telah dilakukannya.

Ketiga unsur amal, yaitu dengan adanya dua unsur di atas barulah lahir amal yang didahului dengan niat yang kuat dan sungguh-sungguh bahwa akan mohon ampun dan tidak akan melakukan dosa itu kembali pada hari-hari yang akan datang. Dari niat ini lalu diwujudkan dalam amal perbuatan. Inilah tiga unsur taubat.

Niat Taubat

Ada beberapa dorongan sehingga seseorang itu meninggalkan perbuatan dosa/maksiyat diantaranya: Ada manusia yang tidak mengulangi perbuatan ma’shiyatnya lagi, disebabkan ia sudah tidak mempunyi kesempatan berbuat dosa, mungkin karena sibuk dalam pekerjaan atau sibuk urusan lain. Ada juga karena sudah tidak punya modal lagi, harta untuk dihambur-hamburkan ke lembah kema’shiyatan. Ada yang karena fisiknya sudah tidak kuat lagi untuk berbuat ma’shiyat.

Selain itu, ada manusia yang tidak mengulangi perbuatan ma’shiyatnya karena takut namanya jatuh di masyarakat. “Jaim” alias jaga image di masyarakat. Adapula yang karena takut hilang pekerjaannya atau takut tidak dapat harta benda atau takut tidak dapat penghargaan dari orang lain. Semua dorongan-dorongan tersebut bukan taubat nasuha namanya karena mereka meninggalkan perbuatan ma’shiyat bukan niat karena menjauhi larangan-larangannya Allah.

Lebih jelasnya, yang disebut taubat bukan sekedar lahiriyahnya meninggalkan perbuatan ma’shiyat saja, tetapi taubat itu meninggalkan segala perbuatan ma’shiyat karena niat lillahi ta’ala, bukan niat seperti contoh-contoh diatas.

Syarat-syarat Taubat

Taubat juga tidak cukup hanya mengucap kalimat istighfar, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar taubat diterima oleh Allah Taala. Pertama, annadama artinya menyesal. Harus betul-betul menyesali dalam hati akan perbuatan-perbuatan dosa yang telah lakukan. Bukan penyesalan yang dibuat-buat, tetapi rasa penyesalan yang sungguh-sungguh muncul dari lubuk hati. Kedua, mohon ampun kepada Allah dengan sepenuh hati, bukan lesannya saja mengucap istighfar tetapi luar-dalam beristighfar. Ketiga, berjanji dalam hati untuk tidak mengulangi segala perbuatan dosa yang dulu pernah dilakukan. Dan terahir yang ke empat, bertekat untuk selanjutnya berusaha berbuat yang baik, taat kepada Allah Taala.

Inilah syarat-syarat taubat nasuha agar taubat diterima, sebagaimana diterangkan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin karangan Imam Ghozali dan juga buku Taubat Nashuha yang disusun oleh Almukarrom Kyai Moch.Muchtar Mu’thi. Keempat syarat di atas bukan bersifat optional tetapi harus dipenuhi semuanya, bila kurang satu syarat saja maka bukan taubat nashuha namanya dan tidak akan diterima oleh Allah Taala.

Maka apabila ada manusia yang belum diterima taubatnya, sesungguhnya-lah bukan berarti Allah yang tidak menerima taubat hambanya, tetapi karena taubat manusia tersebut belum lengkap syarat-syaratnya.

Syarat-syarat tersebut telah diterangkan dalam beberapa hadits Nabi: 1). Bersabda Rosulullah SAW: “Taubat nashuha itu ialah menyesal diri atas dosa tatkala kamu berbuat dosa, maka lekaslah minta ampun kepada Allah Taala, kemudian tidak akan mengulangi berbuat dosa untuk selamanya”. (Keterangan dari Shohabat Ubayya. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim wa Ibnu Mardawaih) Kitab Jamius Shoghir / jilid 1 / bab huruf Ta’ / hal 231. 2). Bersabda Rosulullah SAW: “Penyesalan itu itu adalah unsur taubat”. 3). Bersabda Rosulullah SAW: “Orang yang minta ampun kepada Allah Taala tetapi dia masih tetap bermukim di perbuatan dosa yang ia lakukan adalah seperti penghinaan kepada Tuhannya”. (Keterangan dari Shohabat Ibnu Abbas, Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi fi syu’bil iman) kitab Jamius Shoghir / jilid 1 / bab huruf Ta’ / hal 229. 4). Bersabda Rosulullah SAW: “ Seorang yang memohonkan pengampunan dari dosanya, sedang ia masih tetap mengekalkan perbuatan dosa itu, maka sama halnya dengan orang yang mengejek-ejek ayat-ayat Allah”. (H.R. Ibnu Abiddunya). 5). Bersabda Rosulullah SAW: “Orang yang mohon ampunan dengan lisan sedang dia terus menerus berbuat dosa adalah seperti mengejek Tuhannya”.

Ciri-Ciri Orang yang diterima Taubatnya.

Setiap orang yang mau bertaubat kepada Allah pasti akan diterima taubatnya asalkan taubat dengan sungguh-sungguh, karena Allah adalah Dzat Yang Maha Menerima taubat. “Dialah (Allah) yang Maha Menerima taubat hamba-hambaNya, Maha Memaafkan kesalahan-kesalahan, dan Maha Mengetahui apa yang kamu perbuat”. (Asy Syuro / 25).

Imam Ghozali RA dalam kitabnya Mukasyafatul Qulub menerangkan, diantara alamat atau tanda-tanda secara lahiriyah bahwa taubat seseorang itu diterima oleh Allah dianaranya sebagai berikut:

  1. Orang tersebut selalu berusaha menjauhkan diri dari ma’shiyat.
  2. Hatinya selalu lapang dan gembira, baik dalam keadaan sendirian maupun dalam keadaan ramai.
  3. Selalu bergaul dengan orang-orang yang baik dan menjauhi orang-orang yang fasiq.
  4. Hatinya tertarik dengan mengerjakan amal-amal kebajikan demi mengarungi hidup yang kekal, dan sedikit sekali tertariknya dengan soal-soal keduniaan.
  5. Senantiasa menjaga lidahnya, fikirannya berfikir akan ayat-ayat Allah yang ada di sekitar untuk dijadikan pelajaran bagi dirinya, dan hatinya merasa takut kembali kepada perbuatan-perbuatan ma’shiyat yang dahulu pernah dilakukannya.

Inilah diantara ciri-ciri bila taubat seseorang itu diterima oleh Allah, yang kami nukil dari kitab Mukasyafatul Qulub karangannya Imam Ghozali RA.

Hikmah Taubat

Hikmah taubat sangatlah banyak, diantaranya:

1. Mendapat Ampunan Allah

“Dan oran-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri, lalu mereka ingat akan Allah, kemudian memohon ampun atas dosa-dosa mereka, dan siapakah yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji yang mereka ketahui.

Mereka itulah orang-orang yang mendapat balasan Ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya dan mereka kekal didalamnya. Dan itulah sebaik-baik pahala untuk orang-orang yang beramal”. (Ali Imron / 135-136)

2. Bersih dari Dosa

Bersabda Rosulullah SAW: “Orang yang bertaubat dari dosa adalah seperti orang yang tidak mempunyai dosa”. (Keterangan dari Shohabat Ibnu Abbas, Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi fi syu’bil iman) kitab Jamius Shoghir / jilid 1 / bab huruf Ta’ / hal 229.

3. Keburukan diganti dengan Kebaikan

“Orang-orang yang telah bertaubat dan beramal sholeh, maka kejahatan-kejahatan orang itu diganti oleh Allah dengan kebaikan-kebaikan”. (Al Furqon / 70).

4. Dibebaskan dari Kesusahan dan Tekanan

Bersabda Rosulullah SAW: “Barang siapa yang menjadikan istighfar (taubat) itu sebagai amalannya yang tetap, niscaya Allah akan membebaskannya dari segala rupa kesusahan dan melepaskannya dari segala rupa tekanan, dan mengaruniakannya rezki yang tidak terkira banyaknya”.

5. Dibuka Pintu Rezkinya

Bersabda Rosulullah SAW: “Sesungguhnya seseorang itu pasti akan tertutup rezkinya dengan sebab dosa yang dilakukan olehnya”. (H.R. Ibnu Majjah dari Al Hakim).

6. Mengetahu Ilmu Ghoib

Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin dikisahkan: Suatu ketika Nabi Musa AS bertanya kepada Nabi Khidlir AS: “Karena apa Allah mentaqdirkan tuan bisa mengetahui ilmu ghaib?”. Jawab Nabi Khidlir AS: “Sebab aku menjauhi perbuatan ma’shiyat karena Allah Taala semata”. Demikianlah sedikit uraian mengenai seluk-beluk taubat, semoga ada manfaatnya bagi kita.*