Sosial

Sosial

Awal mula penetapan tahun hijriyah


Awal mula penetapan tahun hijriyah

Suatu ketika Musa Al-Asy`ari, Gubernur di Basrah (Irak) pada zaman pemerintahan Umar bin Khotthob mengirim surat kepada Khalifah Umar, yang menyatakan bahwa ia telah menerima surat dari Khalifah yang tidak memakai tanggal, hanya ditulis bulannya saja, sehingga bisa membingungkan; “Bulan Sya`ban yang mana? Apakah Sya`ban yang sekarang, atau sya’ban setahun lalu atau sya’ban dua tahun yang sudah lampau?”. Hal ini dirasakan oleh Khalifah Umar sebagai sindiran halus tentang ketentuan penanggalan yang resmi dan seragam. Baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat umum di seluruh Negara Madinah.

.

Permasalahan ini mendorong Khalifah Umar bin Khotthob mengumpulkan shohabat-shohabat senior untuk membicarakan dan memutuskan kalender resmi umat Islam. Perbedaan pendapat memuncak dalam pembicaraan dari mana dimulai titik awal atau permulaan tahun baru Islam.

Ada empat alternatif yang diusulkan pada saat itu, yaitu: Pertama, dihitung dari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Kedua, dari wafatnya Rasulullah SAW. Ketiga, dari mulainya Rasulullah menerima wahyu. Keempat, dari hijrahnya Rosulullah dari Makkah ke Madinah. Usulan yang keempat ini diusulkan oleh Shohabat Ali bin Abi Tholib.

Setelah didiskusikan secara mendalam, akhirnya dimufakati penanggalan (kalender) Islam ditetapkan itu dimulai dari tahun hijrahnya Rosulullah dari Mekkah ke Yatsrib, kala itu juga kemudian kota Yatsrib dirubah namanya menjadi Madinatul Munawarah, yang artinya kota yang memancarkan cahaya yang terang benderang. Jadi tahun hijriyah mulai dipakai umat Islam itu berselang 17 tahun setelah hijrahnya Rosulullah, atau mulai digunakan umat Islam pada tahun 17 Hijriyah yang bertepatan dengan tahun 638 Masehi.

Hijriyah adalah Penanggalan bagi Umat Islam

Patut disayangkan sikap kebanyakan umat Islam, termasuk di Indonesia, yang menganaktirikan kalender hijriyah. Kebanyakan sehari-hari hanya kalender masehi sedangkan kalender hijriyah tidak digubris sama sekali, bahkan banyak juga umat Islam yang tidak hafal nama-nama bulan hijriyah apalagi mengurutkannya. Padahal hijriyah adalah penanggalan milik umat Islam dan masehi adalah penanggalan milik orang lain.

Perlu diketahui bahwa tahun masehi adalah penanggalan bagi kaum Nasroni. Adanya disebut tahun Masehi karena mengambil dari nama gelarnya Yesus Al Masih atau Nabi Isa Al Masiih. Dari kata Al Masih kemudian menjadi Masehi. Tahun masehi terkadang disebut juga tahun miladiyah. Adanya disebut tahun Miladiyah (Miladiyah artinya kelahiran) karena perhitungan tahun tsb dimulai dari kelahirannya Yesus atau Nabi Isa AS.Tahun masehi juga bisa disebut tahun syamsiyah (syamsiyah artinya matahari) karena perhitungan tahun masehi itu didasarkan pada perjalanan bumi mengelilingi matahari.

Adapun tahun hijriyah adalah penanggalan bagi umat Islam. Tahun hijriyah bisa juga disebut tahun qomariyah (qomariyah artinya bulan) karena perhitungan tahun hijriyah itu didasarkan pada perjalanan bulan mengitari bumi. Pergantian bulan dalam kalender hijriyah dihitung dari terjadinya kesejajaran antara bumi, bulan dan matahari, sehingga rembulan yang membelakangi bumi itu seakan-akan lenyap sama sekali dari pandangan mata manusia karena menutupi penuh sinar matahari ke arah bumi, di saat itu berakhirlah bulan hijriyah dan besoknya dihitung sebagai bulan baru.
Pada awal-awal bulan hijriyah maka posisi rembulan sudah tidak sejajar lagi, sehingga pinggir bulan yang terkena sinar matahari dapat kita lihat dari bumi dan bentuknya rembulan seperti sabit tipis, semakin hari semakin tebal. Tanggal 7 menjadi separuh bundaran, tanggal 14 menjadi penuh yang disebut bulan purnama. Kemudian berkurang dan berkurang, tanggal 21 menjadi setengah bundaran, dan tanggal 29 lenyap karena kembali sejajar antara bumi, bulan dan matahari.

Ini diisyaratkan dalam Alqur-an surat Yaasiin / ayat 39-40: “Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua/melengkung (39). Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam-pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya (40)”.


Membiasakan Memakai Penanggalan Hijriyah

Mengapa kita lebih mengutamakan kalender hijriyah?

Karena perhitungan tahun bagi Alloh adalah perhitungan tahun hijriyah, bukan masehi. Ini berdasar dalam surat Attaubat ayat 36:

“Sesungguhnya bilangan bulan bagi Allah ialah dua belas bulan dalam kitab Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantara dua belas bulan itu ada empat bulan yang mulia” (Attaubat / ayat 36).

Pada ayat tersebut ada kalimat “Sesungguhnya bilangan bulan bagi Allah ialah dua belas bulan”, kalimat ini mungkin masih umum, bisa ditafsiri tahun masehi atau hijriyah atau lainnya.

Namun kalimat berikutnya telah mengidentifikasi dengan jelas bahwa yang dimaksud ialah tahun hijriyah, bukan masehi, karena bunyinya: “diantara dua belas bulan itu ada empat bulan yang mulia”.

Dan menurut hadits yang bunyinya sebagai berikut:

Bersabda Rosulullah SAW: “Ingatlah, sesungguhnya zaman itu beredar sebagaimana tingkahnya sejak hari Allah menjadikan langit dan bumi Satu tahun itu dua belas bulan, dari padanya ada empat bulan harom, yang tiga bulan berurutan yaitu dzulqo’dah, dzulhijjah dan muharom, adapun bulan rojab menyendiri antara bulan jumadi dan sya’ban”. (H.R. Ahmad, Bukhori, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih dan Baihaqi).

Jadi yang dimaksud empat bulan itu ialah bulan dzul qo`dah, dzul hijjah, muharom, dan rojab, yang merupakan bulan-bulan dalam tahun hijriyah, bukan tahun masehi.

Lalu diperkuat lagi dengan dalil yang lain:

“Apabila kamu percaya kepada Allah dan percaya kepada Alqur-an yang Aku turunkan atas hambaKu (Muhammad) pada yaumul furqon yaitu pada hari bertemunya dua angkatan perang. Dan Allah Kuasa atas segala sesuatu”. (Al Anfal / ayat 41).

Dalam ayat ini, untuk menerangkan tanggal dan bulan turunnya wahyu yang pertama hanya mengidentifikasi tanggalnya disesuaikan dengan tanggalnya yaumul furqon atau perang badar yaitu pada 17 romadlon.

Pada waktu itu kalender masehi sudah ada dan kalender hijriyah belum ada. Dan untuk lebih mudahnya sebenarnya bisa langsung saja disebut tanggal masehinya, toh sudah ada kalender masehi pada waktu itu, tapi kenyataannya tidak menyebut tanggal masehi.

Mungkin ini mengandung maksud agar umat Islam lebih mengutamakan kalender hijriyah dari pada kalender masehi.

Aneh memang, padahal sudah dicontohkan dalam Alquran, mengapa kita tidak memakainya? Malah cenderung melupakan tahun hijriyah. Itulah nasib penanggalan Islam atau sistem kalender hijriyah kita.

Oleh sebab itu, sebagai umat Islam, apalagi Indonesia adalah Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, marilah kita lebih membiasakan diri dengan penanggalan hijriyah. Janganlah kita hanya hafal tanggal masehi, kalendernya orang lain. Dan justru lupa pada tanggal hijriyah, kalendernya sendiri. Bahkan mungkin tak sedikit di antara kita yang tidak hafal nama bulan-bulan hijriyah, apalagi mengurutkannya. Padahal inilah sistem penanggalan Islam yang telah direkomendasikan Allah didalam Alqur-an.