sesuatu yang biasa, sehingga tidak terlalu mendapatkan perhatian. Tetapi ada juga sebagian yang lain, terutama bagi masyarakat kota, apalagi yang berstatus ekonomi menengah ke atas, tahun baru dijadikan momentum untuk bersenang-senang, berpesta dengan berbagai macam acara. Tahun baru disambut dengan meriah, dianggap sebagai momentum penting untuk menutup dan sekaligus mengawali hidup baru. Sekalipun mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam, tetapi ternyata kesadaran terhadap tahun baru masehi lebih dibanding tahun baru hijriyah. Orang lebih menggunakan penanggalan masehi daripada penanggalan hijriyah. Tatkala ditanyakan tentang bulan dan tahun, maka kaum muslimin lebih cepat menyebut tanggal dan tahun masei daripada tahun hijriyah. Dan bahkan, tidak sedikit yang tidak terlalu hafal nama-nama bulan hijriyah, kevcuali beberapa nama bulan penting saja, seperti Sya’ban, Rajab, Ramadhan, dan Muharram. Nama-mnama bulan selain itu, karena tidak secara langsung terkait dengan acara ritual yang dipandang penting, maka banyak dilupakan. Akhir-akhir ini, setiap tanggal 1 Muharram di beberapa kota disambut dengan berbagai kegiatan. Slogan dan simbol-simbol diperkenalkan di tengah masyarakat. Bahkan juga sudah mulai, ucapan selamat tahun baru hijriyah disampaikan di antara kaum muslimin. Di beberapa temnpat diselenggarakan pengajian, dzikir dan doa bersama menyambut kedatangan tahun baru hijriyah tersebut. Sebagian orang mungkin menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak terlalu penting, akan tetapi sesungguhnya manakala kaum muslimin ingin menjadikan Islam sebagai budaya, kultur dan bahkan juga peradaban, maka hal itu tidak boleh dipandang sederhana. Apalagi, tahun hijriyah adalah khas, dan terkait dengan sejarah perjuangan Islam. Islam mengajarkan betapa pentingnya dibangun kesadaran sejarah. Bahwa manusia harus selalu belajar, termasuk belajar terhadap sejarah. Di nyatakan dalam surat itu, satu di antara tujuh ayat surat al Fatehah tentang adanya orang-orang yang telah mendapatkan nikmat dan orang-orang teraniaya dan sesat. Setidak-tidaknya, melalui ayat itu kaum muslimin dibawa ke sebuah kesadaran tentang sejarah umat manusia terdahulu, sehingga dengan kesadaran itu agar selalu waspada dan memilih jalan yang terbaik, yaitu shirothol mustaqim. Dalam setiap doa yang diucapkan dan disampaikan melalui sms, pada setiap tahun baru selalu mengharapkan agar terjadi perubahan, yaitu menjadi lebih baik dan lebih sempurna. Apa yang dimaksud menjadi lebih baik, sesungguhnya tidak lain adalah menyangkut tentang kehidupannya masing-masing. Yaitu menyangkut tentang keimanan, ketaqwaan, ilmu yang disandang, dan akhlak. Selebihnya dari itu adalah menyangkut rizki yang luas dan halal, pekerjaan dan mungkin juga status sosialnya dan lain-lain. Perubahan itu penting, hanya saja persoalannya adalah kekuatan apa dan siapa sesungguhnya yang bisa mengubahnya. Siapapun bisa belajar dari guru, dosen, ustadz atau siapapun dan juga dari manapun asalnya. Seseorang bisa menambah dan memperkaya ilmu pengetahuan dari mana saja, sebagai bekal untuk melakukan perubahan. Akan tetapi, ternyata perubahan itu tidak akan terjadi, jika dirinya sendiri tidak memiliki niat dan kemauan untuk beraubah. Perubahan dan bahkan juga kekuatan pengubah itu ternyata bukan dari pihak lain, tetapi justru bersumber dari diri sendiri. Saya pernah mendapatkan kesimpulan menarik dan sangat mengesankan dari seorang teman, yang mengatakan bahwa : “ jangan mengajari orang Bahasa Arab dan Bahasa Inggris atau bahasa asing apa saja terhadap orang yang tidak memiliki niat dan kemauan untuk berbicara dan mengerti bahasa asing itu”. Saya renungkan dalam-dalam pernyataan itu, dan akhirnya membenarkan. Al Qur’an juga mengatakan : Innallaha la yughoiyyiru ma bi qoumin hatta yughoyyiru ma bi anfusihim . Allah tidak akan mengubah sutatu kaum, sehingga mereka mau mengubah diri atau jiwanya sendiri. Akhirnya, memang semangat berubah itu harus selalu ditumbuh-kembangkan. Orang atau bahkan sekelompok orang mendapatkan keberhasilan dalam berbagai bidang ----baik ekonomi, pendidikan, status social dan lain-lain, sesungguhnya karena mereka mampu melakukan perubahan pada diri dan atau kelompok yang bersangkutan. Mereka memiliki semangat berubah, mengetahui ke arah mana perubahan itu harus dilakukan, mengerti cara dan jalan perubahan itu dilakukan, termasuk resiko tatkala melakukan perubahan itu, sehingga akhirnya mereka berhasil melakukan perubahan itu. Sementara yang lain, karena tidak memiliki niat dan semangat berubah, maka dari tahun ke tahun bernasib sama, tetap dan tidak berubah. Atas dasar pandangan itu maka betapa pentingnya kita semua selalu membangun semangat untuk melakukan perubahan itu tanpa henti. Allahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang