Sosial

Sosial

Al Qur’an dan Kuwajiban Bertilawah


Kehadiran Rasul ke muka bumi, adalah sebagai uswah hasanah, tauladan yang baik. Ia diutus oleh Allah ke muka bumi untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak manusia. Menurut ajaran Islam akhlak adalah titik pangkal dari kehidupan seseorang. Jika akhlaknya baik maka manusia itu akan menjadi baik. Demikian pula masyarakat, jika akhlaknya baik, maka masyarakat itu akan menjadi baik semuanya. Oleh karena itu wajar jika sementara orang beraganggapan bahwa jika menghendaki suatu tatanan masyarakat baik, dalam pengertian yang seluas-luasnya, maka perbaikilah akhlaknya. Masyarakat yang tidak harmonis, sering terjadi konflik, persaingan yang tidak sehat, saling menjatuhkan, terlalu jauh jarak antara yang kaya dan yang miskin, adalah sesungguhnya disebabkan oleh karena akhlak. Yaitu mereka belum mampu membangun dirinya memiliki akhlak yang mulia sebagaimana ditauladankan oleh rasulullah. Misi rasulullah terkait sebagai penyempurna akhlak mulia, diterangkan di banyak tempat. Tugas-tugas itu, dilakukan dengan mengajak bertilawah. Tilawah dalam maknanya yang sederhana adalah membaca. Rasulullah hadir di muka bumik ini, mengajak umat untuk membaca ayat-ayat Allah. Jagad raya ini yang bersisi bumi, bulan dan mata hari, bintang dan berbagai planit lainnya yang berjumlah milyard-an itu, sebagaimana yang diajarkan dalam al Qur’an supaya dikenali, dibaca dan dipahami. Memahami jagad raya ini, bukanlah tugas ringan. Pencarian dan pengembangan ilmu pengetahuan pada hakekatnya adalah proses membaca dan memahami jagad raya itu. Maka dengan berbagai upaya yang dilakukan manusia di berbagai belahan dunia, maka lahir dan dikenal ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu social dan humaniora. Ilmu-ilmu alam terdiri atas fisika, biologi, kimia dan sebagian orang menambahkan dengan ilmu matematika. Imu social terdiri atas sosiologi, psikologi, sejarah dan antropologi. Sedangkan humaniora terdiri atas filsafat, bahasa sastra dan seni. Ketiga jenis ilmu pengetahuan ini masing-masing dalam sejarahnya berkembang secara terus menerus hingga bercabang dan beranting seterusnya sampai pada bagian-bagian yang kecil, yang kemudian disebut sebagai ilmu terapan, seperti ilmu kesehatan, teknik, pertanian, kedirgantaraan. Ilmu-ilmu social berkembang pula hingga detail-detail mempelajari konflik, integrasi, hegemonic, kooptasi, demokrasi dan seterusnya. Semua ilmu pengetahuan itu telah dimanfaatkan bagi kehidupan umat manusia. Pengembangan ilmu pengetahuan seperti itu sesungguhnya bisa dimaknai sebagai bagian dari tilawah, yaitu proses meneliti, mengkaji dan memahami alam raya ini. Namun oleh karena kemampuan manusia yang serba terbatas, sebagaimana dinyatakan pula dalam al Qur’an bahwa : wamaa utiitum min al ilmi illa qolila, maka betapapun waktu dan tenaga telah dihabiskan, maka pengetahuan yang didapat oleh manusia selalu terbatas, baik jumlah maupun kualitasnya. Sekalipun manusia telah menghabiskan umurnya hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan, maka mereka tidak akan menguasai seluruh bidang ilmu pengetahuan. Sehingga, ada sebagian mendalami ilmu alam. Itupun juga bagian kecil dari ilmu alam. Misalnya bidang kedokteran. Dalam ilmu kedokteran pun dirinci menjadi bagian-bagian yang kecil lagi, hingga muncul ahli gigi, ahli kulit, ahli tenggorokan. Bahkan, dalam perkembangan selanjutnya, cabang ilmu-ilmu tersebut masih dirinci lagi ke bagian yang lebih kecil dan sempit. Demikian pula bidang ilmu lainnya, ilmu social misalnya. Ada sementara orang yang hanya mengkaji tentang pemasaran sebagai bagian dari ilmu manajemen. Ilmu pemasaran pun dibagi-bagi menjadi lebih khusus, misalnya pemasaran produksi tertentu. Misalnya, pemasaran hasil-hasil teknologi tinggi, persenjataan, yang hal itu berbeda dengan pemasaran hasil seni, seperti ukir-ukiran misalnya. Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa semua itu sesungguhnya adalah merupakan proses tilawah terhadap jagat raya ini. Hanya sayangnya, implementasi dari perintah al Qur’an, untuk selalu melakukan tilawah, di kalangan umat Islam sendiri masih dianggap oleh orang sebagai hal yang belum masuk bagian dari wilayah kegiatan menjalankan perintah al Qur’an. Bagian ini seringkali masih disebut sebagai bagian ilmu di luar wilayah al Qur’an. Orang menyebutnya sebagai bagian dari ilmu umum yang terlepas dari wilayah kajian Islam. Sehingga, akibatnya umat Islam, dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami ketertinggalan. Ketertinggalan umat Islam sebagaimana yang dirasakan seperti ini, sesungguhnya telah lama disadari oleh para ilmuan maupun pemimpinnya. Dalam berbagai dialog pemikir-pemikir Islam selalu mengatakan bahwa ajaran Islam bersifat universal, artinya meliputi seluruh hal yang terkait dengan kehidupan. Bahkan al Qur’an dan Hadits Nabi memiliki cakupan yang sedemikian luas. Misalnya tatkala menjelaskan tentang keselamatan, Islam memiliki perspektif yang amat sempurna, yakni keselamatan dunia dan akherat. Selanjutnya, agar manusia meraih keselamatan, maka harus memperkukuh keimanan, ke-Islaman dan ikhsan. Selain itu harus selalu beramal sholeh dan berakhlakul karimah. Al Qur’an mengajarkan agar manusia dalam hidupnya meraih kesempurnaan. Hal-hal kecil tetapi mendasar diajarkan dalam kitab suci itu. Tidak terkecuali misalnya, menyangkut makanan. Bahwa makanan selain harus cukup ukurannya, juga harus halal dan baik, dan bahkan juga berbarokah. Di sini kitab suci memperkenalkan konsep-konsep tentang makanan yang boleh dikonsumsi oleh manusia dan sebaliknya. Manusia sebagai makhluk yang sempurna, menurut petunjuk al Qur’an, hanya boleh mengkonsumsi makanan yang tidak mengurangi kemuliaan derajad kemanusiaannya. Manusia tidak dibpolehkan memakan makanan yang berkualitas rendah, yang tidak sehat dan tidak menyehatkan. Manusia tidak boleh misalnya, memakan makanan sekalipun dari dzatnya baik, namun statusnya tidak jelas. misalnya harta riba, hasil dari curian, atau hasil korupsi dan seterusnya. Sedemikian penting perintah tilawah dalam al Qur’an harus dijalankan, sehingga semestinya atas dasar perintah itu, umat Islam membangun pusat-pusat ilmu pengetahuan, laboratorium, perpustakaan dan berbagai jenis sarana pengembangan ilmu pengetahuan modern lainnya. Bagi umat Islam, persoalan itu sudah sangat mendesak untuk segera dipecahkan. Pihak-pihak yang bekerja di bidang pengembangan ilmu pengetahuan, misalnya di perguruan tinggi Islam, harusnya segera mencari strategi agar al Qur’an yang berisi tentang petunjuk atau disebutkan sebagai hudan yang sedemikian luas, sebagai tibyan atau penjelas tentang jagad raya ini, segera ditangkap secara lebih tepat. Usaha-usaha untuk melakukan tilawah dalam kontek pengembangan ilmu pengetahuan secara besar dan luas adalah merupakan bagian dari kewajiban yang tidak boleh ditunda-tunda lagi. Tugas-tugas itu harus dimaknai sebagai bagian dalam upaya membangun kehidupan umat Islam yang lebih mulia dan bermartabat, sehingga agar tidak selalu tertinggal dari umat lainnya. Allahu a’lam

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

.

Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang