Alam semesta diciptakan dengan keserasian tugas dan fungsinya dalam tatanan kehidupan merupakan kehendak Sang Pencipta. Semua tidak terjadi secara kebetulan. Tidaklah mungkin bila keharmonisan ini tiada yang mengatur. Begitu pula yang terjadi pada diri manusia, sebagai mahluk Tuhan; segala potensi yang dimiliki manusia manusia meliputi potensi organ keras (fisik) ataupun potensi non-fisik yang mengandung unsur keserasian yang super canggih.
Keserasian fungsi dan kinerja dari masing-masing organ yang kemudian mengarahkan manusia untuk semakin mengenal dan mendekat pada penciptanya, atau sebaliknya, justeru semakin tidak mengenal dan menjauh dari Tuhannya adalah sebuah "kehendak". Maka terhadap kehendak Tuhan yang bermuatan "positif" atau "negatif" harus disikapi oleh manusia dengan ungkapan syukur, puja dan puji.
Allah Yang Maha Berkehendak telah mengajarkan kepada manusia cara mengungkapkan syukur atas segala karunia yang diterima oleh mahluk, utamanya manusia. Syukur yang diajarkan oleh Allah adalah syukur dalam ruang yang menyeluruh, meliputi segala fenomena kehidupan serta ruang yang urgen untuk disyukuri.
Surat al-Fatihah adalah pembukaan al-Qur’an. Di dalamnya terhimpun maksud dan makna al-Quran itu sendiri. Al-Fatihah adalah miniatur dari al-Qur’an. Surat yang terdiri dari tujuh ayat ini, adalah gambaran mikro dari isi al-Qur’an.
Esensinya, al-Quran merupakan seruan kepada akidah, kemudian kepada ibadah, setelah itu kepada sistem kehidupan. Pengertian ini tersusun secara sistematis di dalam al-Qur’an. Demikian halnya konsep syukur telah diajarkan oleh Allah dalam surat al-Fatihah. Syukur sebagai ekspresi atas segala karunia yang telah diterima manusia ciptaan-Nya.
Ada beberapa indikasi yang mempertegas pemahaman bahwa al-Fatihah adalah miniatur daripada al-Qur’an secara global. Hal ini dijumpai pada beberapa pilihan kata dan makna yang terkandung di dalamnya.
بِسم الله, artinya dengan menyebut nama Allah. Arti yang tersirat, "saya membaca sembari mohon pertolongan dengan nama Allah",(أقْرَءُ مُسْتَعِيْنًا بِاللهِ).
Seperti ketika seorang penulis hendak mengangkat pena untuk menulis, ia berucap, "saya menulis sembari meminta pertolongan dengan nama Allah". Di sini nampak bahwa Allah membimbing hamba-Nya bagaimana cara mengagungkan dan mengambil berkah dengan nama-Nya.
ألله adalah nama Tuhan Yang Maha Tinggi. Dia adalah nama Agung karena memanggul segala sifat kesempurnaan. Nama itu tidak digunakan bagi yang selain-Nya. Sementara kata ‘tuhan’ dipakai untuk segala yang disembah, benar atau salah. Kata "Allah" digunakan untuk sembahan yang benar.
الرحمن الرحيم, artinya Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dua kata sifat yang disandingkan kepada Allah dan terambil dari kata Rahmat mengandung arti anugerah agung untuk kaum mukmin atau kaum kafir. Sifat ini hanya dimiliki oleh Allah. Kata al-Rahim atau pemurah mengandung makna pengasih, yaitu karunia yang khusus untuk orang mukmin. Sedangkan kata al-Rahman mencakup kaum mukmin dan kafir.
Maka kalimat Basmalah mengandung arti, "saya awali dengan berkah nama Allah serta menyebut-Nya sebelum melakukan sesuatu, memohon pertolongan untuk segala sesuatu, karena Dia Maha Berkehendak atas segala sesuatu".
الحمد لله, artinya segala puji bagi Allah. Al Hamdu bagi orang Arab adalah pujian yang menyeluruh. Pujian dengan ungkapan indah dengan tujuan penghormatan dan pengagungan.
Pujian berbeda dengan syukur. Syukur merupakan ungkapan yang muncul karena mendapat kenikmatan, sementara pujian tidaklah demikian. Pujian (al-Hamdu) terucap dengan lisan, sedangkan syukur terucap dengan lisan, dirasa oleh hati, dan diapresiasikan dengan organ fisik.
رب العالمين, artinya Tuhan semesta alam. Yusuf al-Wasithy mengatakan tentang tafisr kata Rabb, \" Rabb adalah Pencipta pada mulanya, Pengasuh sesudahnya, dan Pengampun pada akhirnya. Sementara alam adalah yang selain Allah. Dengan alam ini kita mengenal keberadaan Rabb kita. Jadi pencipta diketahui melalui ciptaan-Nya.
مالك يوم الدين, artinya Yang menguasai hari pembalasan. Allah-lah yang menguasai seluruh persoalan pada hari pembalasan dan keseluruhan hari yang lainnya. Pengkhususan hari pembalasan (يوم الدين) menunjukkan kekuasaan mutlak Allah pada hari tersebut.
إياك نعبد, artinya kepada-Mu kami menyembah. Ibadah adalah lambang dari puncak kepatuhan dan ketundukan. Kalimat ini berarti, "Ya Allah, kepada-Mu kami merendahkan diri dan tunduk. Hanya kepada Engkau kami beribadah, sebab Engkau yang patut untuk diagungkan dan dihormati. Kami tidak akan menyembah kepada siapapun dan apapun selain Engkau."
وإياك نستعين, artinya, dan kepada-Mu kami memohon pertolongan. Kandungan dari kata ini adalah hendaknya kita memohon kepada Allah dengan ungkapan, "Tuhan, kepada-Mu kami mohon pertolongan untuk senantiasa mentaati dan menyembah-Mu di segala urusan kami. Tiada yang mampu untuk menolong kami selain Engkau. Maka kami tidak akan minta pertolongan kepada selain Engkau."
اهدنا الصراط المستقيم, artinya tunjukilah kami jalan yang lurus. Yakni, “mantapkanlah kami pada sistem yang jelas. Atau tunjukilah kami di masa yang akan datang seperti Engkau menunjuki kami sekarang.” Yang dimaksud dengan jalan adalah jalan yang benar, yaitu agama Islam.
صراط الذين أنعمت عليهم, artinya, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka. Yaitu jalan kaum Muslimin. Pengulangan kata "jalan" dimaksudkan untuk menegaskan dan memberitahukan bahwa jalan yang lurus itu adalah jalan kaum Muslimin. Adapun mereka yang diberi nikmat dengan jalan itu adalah golongan para nabi, kaum shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Jadi, merekalah orang-orang Mukmin yang sempurna.
غير المغضوب عليهم ولا الضالين, artinya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. Yaitu mereka yang mendapat nikmat adalah orang-orang yang selamat dari kemurkaan Allah dan kesesatan. Mereka mengumpulkan dua nikmat sekaligus, nikmat iman dan nikmat keselamatan dari kemurkaan dan kesesatan.
Surat ini menyentuh ranah akidah, mengurai masalah akhlak, dan mengandung ajaran syariat. Hal ini layak sebagai surat induk al-Kitab dan senantiasa dibaca di setiap rakaat shalat.
Pengawalan surat dengan menyebut nama Allah adalah etika yang diajarkan oleh Allah kepada Nabi-Nya, sebagaimana yang diajarkan pula pada permulaan turunnya wahyu. Pengawalan nama Allah ini mengindikasikan eksistensi Tuhan Allah sebagai Dzat yang Maha Awal, Terdahulu, dan Akhir.
Allah adalah Dzat yang menjadi tempat bersandar segala yang ada. Hal ini juga menunjukkan adanya hubungan atau ikatan antara al-Khalik dengan makhluk, yaitu karena disandingkannya nama Allah dengan dua sifat ar-Rahman dan ar-Rahim yang memposisikan makhluk sebagai objek dari kekuasaan Tuhan. Keharmonisan ikatan ini layak untuk disyukuri. Maka sangatlah wajar jika kemudian dilanjutkan dengan ungkapan puja puji pada ayat berikutnya.
Sedangkan pujian yang tertera dengan kata al-hamdu adalah rasa yang senantiasa tertanam dalam jiwa dan hati orang mukmin. Ekspresi syukur itu muncul oleh sebab "rasa" keilahian yang dikaruniakan oleh Allah. Rasa itu ada disetiap detik dan detak serta setiap langkah yang dimiliki oleh seluruh makhluk, utamanya manusia. Inilah yang patut untuk dipuja dan disyukuri.
Demikian halnya konsep ketuhanan yang mutlak yang terurai dalam surat ini mempertegas eksistensi Allah sebagai Tuhan alam semesta. Tuhan yang tiada satupun mampu untuk menyekutuinya. Sebab apabila sudah ditegaskan bahwa Dia sebagai penguasa semesta, maka tiada lagi ruang untuk tuhan yang lain. Sehingga kemungkinan akan munculnya tuhan-tuhan lain dengan tegas sudah dinafikan.
Ungkapan "hari akhir" (yaumiddin) dalam surat al-Fatihah adalah puncak idiologi yang ditanamkan dan diajarkan Allah. Sebab mempercayai sesuatu yang misteri semisal hari Kiamat membutuhkan ketundukan akal secara total. Peristiwa besar ini hanya diketahui oleh Allah tentang waktu dan suasananya.
Pemaparan tentang Kiamat merupakan barometer keimanan yang puncak bagi seorang hamba kepada Tuhannya. Hal itu membutuhkan ketajaman mata jasmani dan mata ruhani untuk menjangkau alam akhirat sebagai arena terjadinya peristiwa yaumuddin atau hari Kiamat.
Konsep kepatuhan dan kepasrahan selayaknya dipegang oleh seorang hamba agar ia dapat mengenal dekat dengan Tuhannya. Hal ini dipertegas lagi pada ayat berikutnya yang berarti, hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan. Konsep ini menyiratkan bahwa tidak ada Dzat yang layak untuk disembah dan dimintai pertolongan selain Dzat Allah semata.
Ayat ini juga mepertegas antara metode kebebasan yang mutlak dalam setiap penghambaan versus penghambaan yang mutlak bagi seorang hamba. Inilah informasi tentang munculnya kebebasan konprehensif dan berkualitas.
Sementara orang Barat beranggapan bahwa ayat ini merupakan intervensi dan intimidasi terhadap naluri manusia di wilayah ubudiyah. Permasalahannya adalah, apabila sebelumnya sudah diinformasikan bahwa segala sesuatu ini tercipta atas kehendak, perlindungan, dan pemeliharaan Tuhan Allah, maka layakkah seorang hamba memohon pertolongan kepada Tuhan selain Allah? Justru ini lebih sesuai dengan nurani manusia atas kesadarannya tentang Allah yang telah menundukkan bumi beserta atributnya.
Setelah Allah mengulang landasan-landasan akidah Islamiyah, lalu dilanjutkan dengan permohonan hidayah yang merupakan tindak lanjut amaliyah seorang hamba. Sebab setelah setelah seorang hamba mengetahui hakikat Tuhan Penciptanya, selayaknya merealisasikannya dengan cara melakukan aktifitas atau metode sebagaimana yang ditempuh oleh hamba-hamba yang telah dikaruniai anugerah oleh Allah, bukan jalan orang yang tersesat dan dimurka Allah.
Dari sinilah kita dapat memahami bahwa surat ini mengandung nilai dan makna yang komplek dalam segala sendi kehidupan manusia. Maka tidak heran jika surat ini menjadi bagian tak terpisahkan dengan ibadah umat Islam. Al-Fatihah menjadi rukun dalam setiap shalat. Agar sering di baca, lalu di hayati. Pada akhirnya, kita tunduk pada keagungan Allah yang tersurat dan tersirat dalam samudera al-Fatihah.