Ada pepatah, learning is never ending adventure. Belajar adalah petualangan yang tiada akhir. Tak ada batasan usia untuk belajar. Kita layak belajar sepanjang hidup kita.
Beberapa waktu lalu saya membaca ada kakek yang baru lulus S1 pada saat usianya menginjak 90-an tahun. Bahkan bulan Juni kemarin seorang kakek bernama Leo Plass baru lulus S1 dari Eastern Oregon University, Amerika Serikat, pada saat usianya menginjak 99 tahun lebih 10 bulan, atau hanya dua bulan menjelang ulang tahunnya yang ke-100.
Sungguh luar biasa semangat belajarnya. Sang kakek tentu begitu enjoy dengan proses belajarnya, tanpa paksaan, tanpa ambisi mengejar pekerjaan atau posisi tertentu dalam profesinya. Ia belajar karena ingin belajar. Karena itu, jika sang kakek saja masih semangat belajar, seharusnya kita yang masih muda harus lebih bersemangat lagi.
Belajar bisa dilakukan di mana saja. Menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi hanyalah salah satu jalur pelajaran yang bisa ditempuh. Setelah lulus seseorang akan menjalani pembelajaran sebenarnya dari kehidupan yang dijalani. Pada saat ini hampir tak ada lagi bimbingan dari dosen atau guru. Sukses hidupnya ditentukan oleh upayanya sendiri.
Kadang nilai yang diperoleh akan menentukan nasib baiknya. Tak sedikit juga yang mengalami kejadian sebaliknya. Meskipun nilai pendidikan di universitasnya bagus, namun gagal dalam kehidupannya. Mungkin ia belajar baik di universitasnya, akan tetapi kurang belajar mengenai kehidupan.
Di sisi lain, ada orang yang gagal dalam pendidikan formalnya, tetapi sukses dalam kehidupannya. Kuncinya karena ia mau belajar dari segala hal, dari kehidupan, dari orang lain, dari alam, dari kegagalannya sendiri, dan dari hal-hal lainnya yang ditemui. Minimal ia belajar dari buku-buku yang dibacanya.
Karena itu, meski kita sudah lulus dari pendidikan formal dengan nilai yang luar biasa, belajar harus tetap dilakukan. Belajar dari buku, dari kehidupan, dari fenomena yang ada, bahkan ilmunya pun masih terus diasah, di-up-date, agar selalu aktual.
Ini semacam pengingat bagi kita semua bahwa belajar itu tak ada akhirnya. Satu hal yang perlu kita sama-sama ingat, setiap orang dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jika kita lebih di satu sisi, kita mungkin kurang di sisi lain sehingga perlu banyak belajar pada mereka yang memiliki kelebihan di bidang itu.
Karena itu, tak sepantasnya kita menyombongkan diri jika menguasai satu hal. Lebih baik jadi manusia yang fleksibel, rendah hati, mau menerima kelebihan orang lain, serta menyadari kekurangan dan kelebihannya. Dengan demikian, jika bertemu dengan orang yang lebih hebat, kita tidak akan rendah diri. Begitu pun saat kita bertemu orang yang kurang beruntung dibanding kita, tak akan menyombongkan diri. Pada intinya, kerendahan hati akan membuat kita lebih mawas diri.
Penulis : Andrie Wongso