Artikel Ilmiah

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan berbicara di muka umum


Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan berbicara di muka umum

.

Pengalaman masa lalu individu dapat menjadi sumber kecemasan sewaktu berbicara di muka umum. Adler dan Rodman (1991) menyebutkan dua faktor penyebab kecemasan berbicara di muka umum, yaitu pengalaman negatif di masa lalu dan pikiran tidak rasional.

a. Pengalaman negatif masa lalu pada saat berbicara di muka umum dapat memunculkan kecemasan kembali, jika individu harus melakukan hal yang sama di kemudian hari. Misal, sering diejek jika berbicara di muka kelas oleh guru dan teman-temannya merupakan pengalaman yang dapat menjadikan kecemasan berbicara di muka umum

b. Pikiran tidak rasional. Kecemasan berbicara di muka umum muncul bukan karena peristiwa tersebut yang menjadikan cemas, melainkan kepercayaan dan keyakinan diri yang menjadi sumber kecemasan. Ellis (dalam Adler dan Rodman,

1991) mengidentifikasi pikiran tidak rasional sebagai buah pikiran yang keliru, yaitu kegagalan katastropik, kesempurnaan, persetujuan dan generalisasi tidak tepat. 1) Kegagalan katastropik berawal dari praduga terhadap situasi buruk yang akan mengancam dirinya, sehingga mengakibatkan kecemasan dan perasaan tidak mampu, 2) Kesempurnaan menjadi tujuan individu berpotensi melahirkan kecemasan, jika yang bersangkutan tidak mampu mewujudkan tujuan tersebut, 3)

Persetujuan adalah keyakinan individu untuk selalu mendapat persetujuan dari seluruh pendengar. 4) Generalisasi yang tidak tepat atau generalisasi berlebihan, yaitu pengambilan kesimpulan yang tidak berdasarkan fakta-fakta obyektif dan hanya menekankan pada pengalaman subyektif.

Kecemasan berbicara di muka umum dapat terjadi karena individu memiliki

perasaan negatif, sehingga komunikasi yang dilakukan memberikan hasil negatif pula. Devito (1995) menjelaskan secara rinci faktor- faktor penyebab kecemasan berbicara di muka umum, yaitu :

a. Keterbatasan keahlian dan pengalaman. Individu dengan pengalaman, keahlian dan ketrampilan terbatas akan mudah mengalami kecemasan berbicara di muka umum.

b. Tingkat evaluasi. Individu yang sedang berada dalam evaluasi pada saat berbicara di muka umum akan sangat mudah mengalami kecemasan, seperti pada waktu wawancara masuk kerja, ujian lisan di sekolah atau wawancara dengan hakim di ruang sidang pengadilan.

c. Status lebih rendah. Pembicara mudah mengalami kecemasan jika mengetahui individu yang diajak bicara memiliki status lebih tinggi dari padanya. Misal, seorang siswa SD berbicara di hadapan para menteri.

d. Menjadi pusat perhatian. Individu semakin menjadi pusat perhatian banyak orang akan semakin besar kemungkinan mengalami kecemasan. Berbicara di hadapan banyak orang akan semakin besar peluang mengalami kecemasan, bila dibandingkan berbicara di dalam kelompok kecil.

e. Tingkat kemungkinan terprediksi situasi. Situasi semakin sulit diprediksi maka semakin besar kemungkinan untuk mengalami kecemasan berbicara di muka umum.

f. Tingkat perbedaan. Semakin tinggi tingkat perbedaan antara pembicara dengan pendengar, maka semakin besar peluang untuk merasakan kecemasan berbicara di muka umum.

g. Pengalaman sukses atau gagal pada masa lalu. Kesuksesan atau kegagalan berbicara di muka umum pada masa lalu, akan mempengaruhi tingkat kecemasan berbicara di muka umum pada masa kemudian.

Individu dengan konsep diri yang tinggi akan semakin berkurang mengalami

kecemasan berbicara di muka umum. Hasil penelitian Mitchell (dalam Burns,1979) menyebutkan bahwa konsep diri merupakan faktor yang mampu mengatasi kecemasan berbicara di muka umum.

Dalam penelitian ini faktor yang dianggap mempengaruhi kecemasan berbicara di muka umum adalah konsep dari Adler dan Rodman (1991).

Kemudian penulis memilih efikasi diri dan konsep diri sebagai variabel yang dapat menurunkan kecemasan berbicara di muka umum. Penulis berpendapat bahwa kedua variabel tersebut memiliki pengaruh signifikan dalam perilaku individu, khususnya dalam berbicara di muka umum. Karena individu dengan tingkat efikasi diri dan konsep diri yang tinggi akan mampu menyelesaikan tugas dan tujuan yang telah ditetapkan, termasuk pula tugas untuk berbicara di muka umum. Dengan

demikian, individu dengan tingkat efikasi diri dan konsep diri yang tinggi akan mengalami kecemasan berbicara di muka umum lebih rendah.

Efikasi diri dan konsep diri merupakan bagian dari diri (self) yang dapat dilihat dalam perspektif afeksi, kognisi dan perilaku (Brehm & Kasin, 1993). Komponen kognitif dari sikap adalah penilaian individu tentang diri sendiri dan mengembangkan perilaku. Komponen perilaku dari self adalah tindakan individu dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan tuntutan lingkungan yang berkaitan dengan efikasi diri. Pemilihan kedua variabel tersebut, karena konsep diri merupakan komponen dari aspek kognitif dan efikasi diri menjadi komponen dari aspek perilaku. Artinya, kedua variabel lebih representatif dalam melihat penampilan individu pada saat berbicara di muka umum.

Bandura (1986) mengungkapkan bahwa perilaku individu dapat diprediksikan berdasarkan pada keyakinan seseorang tentang kemampuannya. Berdasar pada keyakinan tersebut individu dapat menentukan perilaku dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Lebih lanjut Bandura dan Schunk (1981) menyatakan bahwa keyakinan yang kuat tentang kemampuan diri sendiri akan menentukan tingkat usahanya di dalam menghadapi situasi yang kabur, penuh dengan tekanan dan tidak terduga.