Subyek dan Obyek Asuransi
- Subyek Asuransi
Dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada 2 (dua) macam subyek, yaitu di satu pihak seorang atau badan hukum mendapat badan kewajiban untuk sesuatu, dan dilain pihak ada seorang atau suatu badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu, maka dalam tiap-tiap persetujuan selalu ada pihak berkewajiban dan pihak berhak. Dengan demikian, para pihak dalam perjanjian pertanggungan yaitu penanggung dan tertanggung.
Jadi berdasarkan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. (KUHD) bisa disaimpulkan bahwa ada dua pihak yang berperan sebagai subyek asuransi, yaitu :
a. Pihak tertanggung, yaitu pihak yang mempunyai harta benda yang diancam bahaya. Pihak ini bermaksud untuk mengalihkan resiko atas harta bendanya, atas peralihan resiko tersebut pihak tertanggung mempunyai kewajiban untuk membayar premi.
b. Pihak penanggung, yakni pihak yang mau menerima resiko atas harta benda orang lain, dengan suatu kontra prestasi berupa premi. Dengan demikian apabila terjadio peristiwa yang mengakibatkan keinginan penanggnglah yang memberi ganti rugi
- Obyek Asuransi
Yang dipergunakan pada umumny adalah harta benda seseorang atau tepatnya milik atas harta benda, misalnya ; rumah, bangunan, perhiasan dan benda berharga lainnya. Dalam hal ini dikatakan bahwa yang pertanggungkan adalah sama dengan benda pertanggungan.
Disamping itu bisa terjadi bahwa obyek pertanggungan tidak sama dengan benda pertanggungan. Contohnya asuransi kendaraan bermotor, benda pertanggungannya adalah tanggung jawab pemilik pabila kendaraan itu membuat celaka orang lain.
Jadi ada 3 (tiga) hal yang dapat didipertanggungkan (obyek asuransi), yaitu :
a. Risiko pribadi, yaitu kehidupan dan kesehatan.
b. Hak milik atas benda
c. Tanggung jawab atau kewajiban yang harus dipikul seseorang.
Obyek pertanggungan dikenal pula dengan sebutan “Kepintangan”. kepentingan merupakan unsur utama dalam pertanggungan Pasal 250 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyebutkan bahwa bila pada waktu pertanggungan seorang tertanggung tidak mempunyai kepentingan atas benda yang dipertanggungkan, penanggung tidak wajib memberi ganti rugi.
Mengingat pentingnya obyek pertanggungan tersebut maka tidak setiap kepentingan dapat dieprtanggungkan. Agar dapat diprtanggungkan, kepentingan yang dimaksud harus memenuhi syarat tertentu.
Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) menyatakan, bahwa yang dapat menjadi obyek asuransi ialah semua kepentingan yang :
a. Dapat dinilai dengan sejumlah uang
b. Dapat diancam oleh macam bahaya
c. Tidak dikecualikan oleh undang-undang
Ada kalanya diadakan asuransi terhadap kemungkinan orang menderita karena tidak mendapat untung dalam suatu perusahaan. Dalam hal ini tidak ada suatu benda berwujud, yang akan musnah atau akan ada kerusakan dan sebagainya. Jadi selama persetujuan asuransi berjalan, tidak ada suatu benda yang terlihat sebagai barang yang terkena suatu macam bahaya.
a. Benda Pertanggungan
Jika seorang pemilik rumah mempertanggungkan rumahnya terhadap bahaya kebakaran, maka disini benda pertanggungannya ialah apa yang menjadi obyek dari bahaya itu, yaitu rumahnya. Kerugian yang timbul disebabkan terbakarnya rumah. Sebagai akibat kebakaran rumah, maka pemilik menderita suatu kehilangan yang akan diganti kerugiannya oleh penanggung dan rumah itulah benda yang terkena.
Dalam hal ini benda pertanggungannya jatuh bersamaan dengan pokok pertanggungannya.
b. Kepentingan Yang Tidak Jatuh Bersamaan Dengan Benda Pertanggungan
Ada pertanggungan dimana benda pertanggungannya dan pokok pertanggungannya tidak jatuh bersama. Pokok pertanggungan berbeda dengan benda pertanggungan, walaupun sering dikemukakan bahwa pokok penanggungan dan benda pertanggungan itu adalah identik.
Kepentingan adalah obyek pertanggungan dan merupkan hak subyektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang karena terjadinya suatu peristiwa tak tentu atau tidak pasti. Unsur kepentingan adalah unsur mutlak harus ada pada tiap-tiap pertanggungan, baik pada sat ditutupnya pertanggungan maupun pada saat terjadinya evenemen.
Molengraff mendefenisikan bahwa yang dimaksud dengan kepentingan ialah harta kekayaan atau sebagian dari harta kekayaan tertanggung yang dipertanggungkan yang mungkin diserang bahaya. Definisi Molengraff ini menunjuk langsung pada benda, yakni harta kekayaan.
Namun hal ini sulit dijelaskan pada pertanggungan kendaraan bermotor dengan WA (Wettelijke Annsprakelijkeheid), yaitu pertanggungan tanggung jawab menurut hukum. Pada pertentangan jenis ini yang merupakan kepentingan ialah kewajiban tertanggung menurut hukum terhadap kerugian pada pihak ketiga. Jadi singkatnya menurut Purwosutjipto, S.H., kepentingan adalah hak dan kewajiban tertanggung yang dipertanggungkan.