Bangsa ini harus bersyukur, di tengah menghadapi berbagai persoalan berat, pelik, dan banyak teryata maih ada orang yang menyediakan dirinya untuk menjadi presiden dan wakil presiden. Menjadi pemimpin bangsa seperti sekarang yang terbayang ke depan bukan kenikmatan, kemuliaan, fasilitas, kehormatan, melainkan adalah tuntutan masyarakat yang sedemikian banyak dan berat.
Siapapun yang menjadi presiden dan wakil presiden di era keterbukaan seperti sekarang ini harus sanggup mendengarkan berbagai tuntutan, harapan, dan keluhan, kritik, dan bahkan hujatan yang kadang sedemikian keras. Resiko dan pengorbanan bisa jadi lebih berat dibanding dengan penghormatan, pengakuan, dan sanjungan yang diperoleh. Menjadi pemimpin di alam demokrasi dipandang sebagai pelayan dan bukan sebaliknya, pihak yang dilayani.
Sekalipun jumlah penduduk Indonesia sudah lebih 240 juta jiwa, nyatanya yang berani dan berhasil mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden hanya dua pasang saja, yaitu Pak Prabowo bersama Pak Hatta Rajasa dan Pak Joko Widodo bersama Pak Yusuf Kalla. Memang sebelumnya banyak nama-nama mucul yang akan ikut bersaing memperebutkan posisi terhormat itu, namun pada akhirnya hanya dua pasang itu saja.
Tampil menjadi calon presiden dan wakil presiden ternyata bukan perkara gampang. Tidak sedikit orang yang berminat mencalonkan diri ternyata gagal dan mundur sebelum bertanding. Oleh karena itu, para calon presiden dan wakil presiden sudah lewat seleksi amat ketat. Tidak sembarang orang berhasil berada pada tempat itu. Karenanya, mereka itu sebenarnya adalah pilihan terbaik.
Masing-masing calon presiden dan wakil presiden telah didukung oleh sekian banyak orang. Keberhasilan seperti itu harus dihargai. Dukungan itu pasti atas dasar berbagai kelebihannya. Sebaliknya, sebagai manusia biasa, kekurangannya juga pasti ada. Hal itu adalah wajar, sebagai manusia biasa selalu menyandang sifat keduanya, yaitu kelebihan dan kekurangan. Namun demikian, hingga mereka sampai pada posisi sepenting itu, memberikan petunjuk bahwa kelebihan dan kekuatan masing-masing cukup banyak.
Mensikapi secara bijak terhadap kedua calon presiden dan wakil presiden adalah menerima mereka itu seutuhnya. Mereka memiliki kelebihan tetapi juga kekurangan. Siapapun nanti yang terpilih, sebenarnya tidak ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Bangsa ini tidak akan tergantung kepada presiden dan wakil presidennya, melainkan pada siapa yang mentaqdirkannya, ialah Tuhan Yang Maha Kuasa. Siapapun adalah lemah dan hanya akan menjadi kuat tatkala Sang Pemberi Kekuatan menolongnya.
Atas dasar pandangan itu, bagi siapapun kiranya tidak perlu bagi sibuk menginventarisasi kelemahan dan kekurangan mereka masing-masing. Keberhasilan mendapatkan kekurangan yang bersangkutan tidak akan membahagiakan, melainkan justru sebaliknya, kecewa. Hal yang lebih produktif dan menyehatkan adalah melihat kelebihan dari semua calon pemimpin bangsa itu, dan pasti mereka memilikinya. Memang, pekerjaan paling gampang adalah melihat kekurangan seseorang. Sebaliknya, yang paling sulit adalah mengiventarisasi kelebihannya. Tapi bagi orang yang cerdas dan sehat biasanya mampu melihat kelebihan-kelebihan itu.
Saya yakin kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak ada yang saling menyerang dan menjatuhkan. Kedua pasangan itu dikenal sebagai orang-orang besar, cerdas, dan juga arif. Mereka tahu mana yang patut dan mana pula yang tidak patut dilakukan. Sebagai pemimpin bangsa, mereka telah memahami bersaing secara jujur dan sportif. Mereka ingin menjadi presiden terbaik, termasuk cara mendapatkan posisi itu secara terhormat. Maka, yang perlu dipertegas adalah bagaimana masing-masing pendukungnya membangun sikap dan melakukan cara atau strategi terbaik, agar kedua calon presiden dan wakil presiden tetap menjadi pemimpin terbaik dan terhormat. Wallahu a’lam.
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo