Pendidikan Agama yang dianggap sebagai sebuah alternatif dalam membentuk kepribadian kemanusiaan dianggap gagal. Karena pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang selama ini berlangsung agaknya kurang concern terhadap persoalan bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu diinternalisasikan dalam diri siswa.1
Banyaknya kasus yang terjadi mulai dari banyaknya tindakan kekerasan, etika dalam bergaul dan berkomunokasi tidak menghargai adanya perbedaan yang seakan-akan pendapat dirinyalah yang paling benar. Hal ini bisa terlihat pada siswa yang telah belajar Pandidikan Agama di sekolah namun belum mampu menerapkan apa yang didapatkan dari belajar Pendidikan Agama. Bahkan Pendidikan Agama di sini dianggap gagal.
Prof. Dr. Winanrno Surachmad menyatakan, “Tekanan kependidikan pada kemampuan bernalar semata-mata dan tidak pada keagungan watak, tidak pada penghalusan hati nurani, tidak pada manusia seutuhnya, adalah penyebab meraja-lelanya keangkuhan manusia. Manusia atau bangsa yang
terlalu mengutamakan pendidikan sebagai usaha memperkuat kemampuan
1 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama
Islam di Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002,) hlm. 168
memeakai otak semata-mata adalah orang atau bangsa yang tersesat oleh otaknya sendiri.2
Dalam rangka mengantisipasi persoalan itu, maka pembelajaran Pendidikan Agama di sekolah harus mampu menunjukkan kontribusinya. Hanya saja perlu disadari bahwa selama ini terdapat berbagai kritik terhadap pelaksanaan Pendidikan Agama yang sedang berlangsung di sekolah. Misalnya menilai kegagalan disebabkan karena praktek pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai agama dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif volutif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengalaman, antara gnosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama. Atau dalam praktek Pendidikan Agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi muslim.
Hal inilah yang menjadi persoalan pada dunia pendidikan kita selama ini. Maka sudah saatnya kini pemerintah, sekolah, masyarakat dan orang tua mulai mencermati kembali dan mencari solusi lewat pengembangan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang berorientasi pada pendidikan
nilai (afektif).3
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan
123
2 Drs. A. Ahmadi, Pendidikan dari Masa ke Masa, (Bandung: CV. Armico, 1987). hlm.
3 Mukhtar, dkk, Pendidikan Anak Bangsa: Pendidikan Untuk Semua, (Jakarta: Nimas
Multima, 2002), hlm. 133-134
belajar sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena merekalah yang akan belajar.
Pembelajaran adalah suatu usaha mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa.4 Sedangkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah suatu upaya membelajarkan peserta didik agar dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus menerus mempelajari Agama Islam. Baik untuk kepentingan mengetahui bagaimana cara beragama yang benar maupun mempelajari Agama Islam sebagai pengetahuan.5
Tugas guru dalam rangka optimalisasi proses belajar mengajar adalah
sebagai fasilitator yang mampu mengembangkan kemauan belajar anak, mengembangkan kondisi belajar yang relevan agar tercipta suasana belajar secara wajar dengan penuh kegembiraan dan mengadakan pembatasan positif terhadap dirinya sebagai seorang pengajar.6 Untuk keberhasilan sebuah pembelajaran pendidik memiliki peran yang sangat penting. Pendidik harus memiliki berbagai macam kemampuan di antaranya, membekali diri dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, keterampilan, seperti mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, penggunaan media, menguasai landasan pendidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa, melayani bimbingan dan penyuluhan serta memilih metode belajar mengajar yang tepat. Jadi metode pembelajaran merupakan salah satu faktor atau
4 Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Bandung: Bumi Aksara, 2001), hlm. 48
5 Muhaimin, Op Cit. hlm. 183
6 Suprihadi Saputro, Dasar-dasar Metodologi Pengajaran Umum (Malang: IKIP Malang
1993), hlm. 4
komponen pendidikan yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu pembelajaran.7
Anak didik merupakan manusia yang tumbuh dan berkembang dengan segala potensinya yang berbeda-beda, maka sudah barang tentu motivasi belajar masing-masing juga berbeda-beda.8 Demikian pula kemampuan akademik siswa di kelas , sangat heterogen, ada yang memiliki kemampuan yang tinggi, sedang dan rendah serta memiliki latar belakang yang berbeda- beda pula. Oleh karena itu, dengan berbagai macam heterogenitas tersebut guru harus dapat menentukan dan menerapkan suatu metode yang tepat.
Seorang pendidik harus membimbing, mengarahkan dan menciptakan kondisi belajar bagi siswa. Untuk mencapai pembelajaran yang efektif dan efisien guru Pendidikan Agama Islam harus berusaha mengurangi metode ceramah dan mulai mengembangkan metode lain dengan melibatkan siswa secara aktif. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan pelajar itu sendiri. Kegiatan belajar akan aktif apabila peserta didik melakukan kegiatan belajar yang harus dilakukan. Mereka menggunakan otak-otak mereka untuk mempelajari gagasan-gagasan memecahkan berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari.
Belajar aktif merupakan langkah cepat dan menyenangkan. Seringkali
peserta didik tidak hanya terpaku di tempat duduk. Belajar aktif juga
7 Tayar Yusuf & Syaiful Anwar, Metodologi Pembelajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada), hlm. 2
8 Abdul Khalil, dkk, Pemikiran Pendidikan Islam, (Semarang: PT Pustaka Pelajar Offset),
hlm. 110
merupakan sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi-strategi pembelajaran yang komprehensif.
Menurut T. Raka Joni dalam Abu Ahmadi, belajar aktif dapat dilihat dari dua segi, yakni dari segi siswa yang berarti bahwa belajar aktif merupakan proses kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka belajar. Aktifitas ini dapat berupa aktifitas fisik, mental, maupun keduanya. Ada juga yang lebih menekankan pada keaktifan mental, meskipun untuk mencapai
maksud ini dipersyaratkan keterlibatan langsung berbagai keaktifan fisik.9
Belajar aktif merupakan sebuah proses kegitan belajar mengajar di mana anak terutama mengalami keterlibatan intelektual emosional, di samping keterlibatan fisik dalam proses belajar mengajar.10
Salah satu metode pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif
adalah metode Active Learning. Metode Active Learning adalah salah satu cara atau strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan serta partisipasi peserta didik dalam setiap kegiatan belajar seoptimal mungkin, sehingga peserta didik mampu mengubah tingkah lakunya secara efektif dan efisien.
Metode Active Learning merupakan cara pandang yang menganggap belajar sebagai kegiatan membangun makna atau pengertian terhadap pengalaman dan informasi yang dilakukan oleh si pembelajar, bukan oleh si pengajar, serta menganggap mengajar sebagai kegiatan menciptakan suasana
yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawa belajar si pembelajar
9 Abu Ahmadi dan Joko Tri Prasetya, Startegi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka setia, 2005), hlm. 120
10 Depdikbud, Konsep CBSA dan Strategi Belajar Mengajar Model No. II, (Jakarta:
Depdikbud Dijen Dikti, 1982), hlm. 2
sehingga berkeinginan terus untuk belajar selama hidupnya, dan tidak tergantung kepada guru atau orang lain bila mereka mempelajari hal-hal yang baru.11
Dengan metode pembelajaran Active Learning proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam diharapkan akan menghasilkan prestasi akademik yang lebih baik dan menimbulkan kemampuan yang lebih baik pula untuk menjalin hubungan sosial serta dapat mengembangkan nilai-nilai agama.
Penerapan metode Active Learning dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah yang selama ini kualitasnya kurang begitu jelas sehingga hasil pembelajarannya pun menjadi kurang baik. Sekolah-sekolah yang mempunyai guru Pendidikan Agama Islam yang kreatif akan selalu mencoba memberikan pengajaran yang terbaik kepada siswa baik dengan menggunakan media-media ataupun metode-metode yang variatif agar siswa mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah Active Learning yang diterapkan di SMP Negeri 2 Babat, sehingga penulis mengambil judul skripsi “Penerapan Metode Active Learning dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam