Dalam penerapan prinsip syariah terdapat 3 jenis prinsip jual beli (bai’) yang banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan modal kerja dan produksi, yaitu bai’ al- murabahah, bai’ as-salam dan bai’ al-istishna. Bai’ al-murabahah pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan memperoleh marjin keuntungan yang disepakati. Nasabah sebagai pembeli dalam hal ini dapat memilih jenis transaksi tunai, cicilan, atau angguhan. Umumnya, nasabah memilih metode pembayaran secara cicilan. Adapun bai’ as-salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya dilaksanakan di muka secara tunai. Bai’ as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau hasil industri lainnya. Bai’ al-istishna pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dengan pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara tunai, cicil, atau ditangguhkan. Untuk melaksanakan skim bai’ al-istishna kontrak dilakukan di tempat pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang dapat saja membuat barang yang dipesan atau dibeli sesuai spesifikasi pesanan yang disebutkan dalam kontrak kemudian menjualnya kembali kepada pembeli. Prinsip bai’ al- istishna ini menyerupai bai’ as-salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan di muka, dicicil, atau ditangguhkan. Sementara dalam skim bai’ assalam dilakukan secara tunai (Siamat, 2004).