web
counter

Kedudukan, Fungsi, dan Tugas Makamah Konstitusi

Kedudukan, Fungsi, dan Tugas Makamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan peran MK penting dalam mengharmoniskan hubungan antar lembaga negara yang sering berbenturan. Untuk menjamin akuntabilitas putusannya, hakim MK perlu dilengkapi kelompok ahli yang berfungsi memberikan wawasan dan pertimbangan bagi MK. Banyaknya lembaga negara baru yang muncul pasca reformasi menimbulkan konflik antar lembaga yang mengganggu penyelenggaraan negara. Konflik antar lembaga negara sebenarnya dapat diarahkan menjadi sesuatu

yang konstruktif bagi perkembangan demokrasi pada masa depan12 (Gubernur

12 Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi, Selasa 5 Desember 2006 “Resume Berita

Mengenai Mahkamah Konstitusi”, http://www.republika.com/artikel/html, Selasa 20 Desember 2006

Lembaga Ketahanan Nasional Muladi “Resume Berita Mengenai Mahkamah

Konstitusi”).

Makamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga yang berkedudukan di

Ibukota Negara Republik Indonesia. Dan mengenai susunan MK menurut UU RI No.

24 Tahun 2003 Pasal 4 Ayat 1, 2, 3, 4, 5 Tentang Susunan MK yang berbunyi :

1. Makamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang hakim konstitusi yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

2. Susunan Makamah Konstitusi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota hakim konstitusi

3. Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun.

4. Sebelum Ketua dan Wakil Ketua Makamah Konstitusi terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (3), rapat pemilihan ketua dan wakil Ketua Makamah Konstitusi dipimpin oleh hakim konstitusi yang tertua usianya.

5. Ketentuan mengenai tata cara pemilihan Ketua dan Wakil Ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh Makamah Konstitusi.

Mengenai kewenangan Makamah Konstitusi dalam hal mengadili putusannya bersifat final pada tingkat pertama dan terakhir, untuk menguji undang-undang terhadap UUD Negara RI Tahun 1945, kemudian memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga yang kewenangannya diberikan atau diatur oleh UUD Negara Indonesia Tahun 1945, membubarkan partai politik dan memutuskan perselisihan.

Aturan mengenai wewenang dan tanggung jawab MK terdapat dalam UU No. 24

Tahun 2003 BAB III Tentang Kekuasaan Makamah Konstitusi Pasal 10 yang menyatakan :

1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:

a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. memutus pembubaran partai politik; dan

d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:

a. pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang.

b. korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam undang-undang.

c. tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

d. perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat

Presiden dan/atau Wakil Presiden.

e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dan guna mendukung pelaksanaan wewenang MK sebagaimana dimaksud pasal 10 MK Berhak memanggil pejabat Negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Sesuai pasal 11 UU No. 24 Tahun 2003 yang menyatakan : “Untuk kepentingan pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Mahkamah Konstitusi berwenang memanggil pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan

keterangan”.13

Sedangkan mengenai tanggung jawab MK diatur dalam pasal 12, 13 ayat 1 dan 2 mengenai tanggung jawab dan akuntabilitas yang menyatakan : Mahkamah Konstitusi bertanggung jawab mengatur organisasi, personalia, administrasi, dan keuangan sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik dan bersih. (Pasal 12 UU No. 24 Tahun 2003). Dan pasal 13 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :

13 UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Makamah Konstitusi Pasal 11

1. Mahkamah Konstitusi wajib mengumumkan laporan berkala kepada masyarakat secara terbuka mengenai:

a. permohonan yang terdaftar, diperiksa, dan diputus;

b. pengelolaan keuangan dan tugas administrasi lainnya.

2. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimuat dalam berita berkala yang diterbitkan oleh Mahkamah Konstitusi.

G. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006

Secara universal, kewenangan pengawasan Komisi Yudisial tidak menjangkau Hakim Agung pada Mahkamah Agung, karena Komisi Yudisial adalah merupakan mitra dari Mahkamah Agung dalam melakukan pengawasan terhadap para hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang ada dibawah Mahkamah Agung; Pasal 32 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi sebagai berikut :

1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman;

2) Mahkamah Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan pada Hakim di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya;14

Adapun usul penjatuhan sanksi terhadap Hakim menurut Pasal 21 jo Pasal 23 ayat (3) dan ayat (4) dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diserahkan kepada

14 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung

Mahkamah Agung dan kepada Hakim yang akan dijatuhi sanksi pemberhentian diberi kesempatan untuk membela diri dihadapan Majelis Kehormatan Hakim. Di samping itu khusus mengenai usul pemberhentian terhadap Hakim Agung dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung dan kepada Hakim Agung yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri lebih dahulu dihadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 5

Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung.

Sedang bagi Hakim Mahkamah Konstitusi usul pemberhentiannya dilakukan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi dan kepada Hakim Konstitusi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri lebih dahulu dihadapan Majelis Kohormatan Mahkamah Konstitusi. Sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, tanpa campur tangan dari Komisi Yudisial. Hal ini berbeda dengan Hakim pada badan peradilan dibawah Mahkamah Agung selain mensyaratkan usul penjatuhan sanksi dari Komisi Yudisial, juga Hakim yang bersangkutan diberi kesempatan lebih dahulu untuk membela diri dihadapan Majelis Kehormatan Hakim.

Atas dasar tersebut maka Pasal 21, Pasal 23 ayat (2) dan ayat (3) serta ayat (5), Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) yang mengatur tentang usul penjatuhan sanksi terhadap Hakim Agung dan/atau Hakim Mahkamah Konstitusi oleh Komisi Yudisial bertentangan dengan Pasal 24B.

Karena pengawasan terhadap Hakim Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi serta usul penjatuhan sanksi oleh Komisi Yudisial tidak termasuk Hakim Agung

dan/atau Hakim Mahkamah Konstitusi, maka sepanjang mengenai “pengawasan dan usul penjatuhan sanksi” terhadap Hakim Agung dan Hakim Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal-pasal: 1 butir 5, 20, 21, 22 ayat (1) huruf e dan ayat (5), 23 ayat (2) dan ayat (3) serta ayat (5), 24 ayat (1) dan Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4) Undang- undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial serta Pasal 34 ayat (3) Undangundang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman harus dinyatakan bertentangan dengan Pasal 24B Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan selanjutnya menyatakan bahwa pasal-pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi Hakim Agung dan Hakim Mahkamah Konstitusi. Mengingat seperti apa yang tercantum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Yang mana isi nya adalah ;

MENGADILI

1. Menyatakan permohonan para Pemohon dikabulkan untuk sebagian;

2. Menyatakan:

a. Pasal 1 angka 5 sepanjang mengenai kata-kata “hakim Mahkamah

Konstitusi”;

b. Pasal 20, yang berbunyi, ”Dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim”;

c. Pasal 21, yang berbunyi, ”Untuk kepentingan pelaksanaan kewenangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, Komisi Yudisial bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi”;

d. Pasal 22 ayat (1) huruf e, yang berbunyi, ”Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Komisi Yudisial: membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR”;

e. Pasal 22 ayat (5), yang berbunyi, ”Dalam hal badan peradilan atau hakim tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi wajib memberikan penetapan berupa paksaan kepada badan peradilan atau hakim untuk memberikan keterangan atau data yang diminta”;

f. Pasal 23 ayat (2), yang berbunyi, ”Usul penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a beserta alasan kesalahannya bersifat mengikat, disampaikan oleh Komisi Yudisial kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi”;

g. Pasal 23 ayat (3), yang berbunyi, ”Usul penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c diserahkan oleh Komisi Yudisial kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi”, dan;

h. Pasal 23 ayat (5), yang berbunyi, ”Dalam hal pembelaan diri ditolak, usul pemberhentian hakim diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau

Mahkamah Konstitusi kepada Presiden paling lambat 14 (empat belas)

hari sejak pembelaan diri ditolak oleh Majelis Kehormatan Hakim”;

i. Pasal 24 ayat (1), sepanjang mengenai kata-kata ”dan/atau Mahkamah

Konstitusi”;

j. Pasal 25 ayat (3), sepanjang mengenai kata-kata ”dan/atau Mahkamah

Konstitusi”;

k. Pasal 25 ayat (4), sepanjang mengenai kata-kata ”dan/atau Mahkamah

Konstitusi”;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4415), bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

l. Pasal 34 ayat (3), yang berbunyi, ”Dalam rangka menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan hakim, pengawasan dilakukan oleh Komisi Yudisial yang diatur dalam undang-undang”,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358), bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Menyatakan:

a. Pasal 1 angka 5 sepanjang mengenai kata-kata “hakim Mahkamah

Konstitusi”, b. Pasal 20,

c. Pasal 21,

d. Pasal 22 ayat (1) huruf e, e. Pasal 22 ayat (5),

f. Pasal 23 ayat (2),

g. Pasal 23 ayat (3), dan h. Pasal 23 ayat (5)

i. Pasal 24 ayat (1), sepanjang mengenai kata-kata ”dan/atau Mahkamah

Konstitusi”;

j. Pasal 25 ayat (3), sepanjang mengenai kata-kata ”dan/atau Mahkamah

Konstitusi”;

k. Pasal 25 ayat (4), sepanjang mengenai kata-kata ”dan/atau Mahkamah

Konstitusi”;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4415) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

l. Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4358), tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4. Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah untuk memuat amar putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;

5. Menolak permohonan untuk selebihnya.

Untuk keputusan Mahkamah Konstitusi selengkapnya bias dilihat di lampiran No.1

Rekomendasi Artikel: