Bu, saya menawarkan barang, ini madu baik untuk kesehatan”. Jawabku, ”waduh baru saja kemarin beli, itupun belum dibuka”. Ia pun berkata, ”Wah berarti saya terlambat dong. Bagaimana bu kalau ambil obat herbalnya.” Aku meresponnya ”Itu juga, saya masih punya, belum habis.”
Ia berkata lagi, ”Begini, bu, tolonglah saya di kasi kerja, gosok atau cuci.” Akupun berucap, ”Ada teman, perlu pembantu tapi jauh letaknya”. Dengan nafas berat, ia berkata ”Kalau jauh, saya tidak bisa meninggalkan anak yang masih kecil.”
Akhirnya pulanglah tetanggaku tersebut.
Malam itu aku sampaikan cerita ke suami tentang tetangga yang datang tadi siang untuk menawarkan barang.
Suamiku akhirnya berkomentar, banyak pelajaran yang kamu belum lulus hari ini, intinya hari ini, Allah menyapa dalam kehidupan kita, Allah hadir dalam kehidupan kita melalui kesusahan orang lain, tetapi kita tidak menyambutnya. Pelajaran hari ini tentang tetangga yang membutuhkan pertolongan dan bila diteruskan melatih umat dalam berbisnis. Aku menanggapinya, ’bukankah selama ini kita sudah beramal dari setiap rezeki dengan selalu berinfak sekitar 5 sampai 10%, haruskah kita masih direpotkan dengan hal-hal seperti itu’.
Suamiku menjawab, inilah ujian kenaikan tingkatnya, ibadah kita dengan segala doa, akan menjadi berkah bila diiringi dengan amal-amal nyata, yaitu mudah menolong orang, apalagi yang berpengharapan pada kita, menolong orang yang memang kita lihat nyata-nyata mengalami kesusahan merupakan modal untuk mengetuk arasy Allah, karena kita akan meletakkan semua pengharapan pada Allah. Allah hadir dalam kehidupan rumah tangga kita melalui kesusahan dan kesulitan orang lain.
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS: 2 ayat 274)