Judul: "PILIHLAH PEMIMPIN YANG PEDULI TERHADAP PENDIDIKAN¨
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.
Nama & E-mail (Penulis): Arief Achmad
Saya Guru di Bandung
Topik: Pemimpin Peduli Pendidikan
Tanggal: 25-10-2007
"PILIHLAH PEMIMPIN YANG PEDULI TERHADAP PENDIDIKAN¨
Oleh: Arief Achmad*)
KETIKA ditanya salah seorang peserta seminar/pelatihan ¡¨Strengthening PGRI as a Teachers¡¦ Trade Union and Its Role in Developing Education¡¨, yang diselenggarakan oleh Education Internasional, PGRI, dan Consortium Training, di Wisma PGRI Jawa Barat, Bandung, 28-30 Mei 2007 lalu, Ramanathan Periaman (nara sumber EI Asia Pasifik yang berasal dari Malaysia) mengemukakan, salah satu keberhasilan Malaysia hingga kini adalah karena pemimpin negaranya sangat peduli terhadap pendidikan. Bahkan menurutnya, setiap Perdana Menteri Malaysia, sejak Tun Abdul Razak sampai dengan Abdullah Badawi (PM sekarang) pernah menjadi Menteri Pendidikan. Jadi, seseorang yang berhasil mengemban tugas sebagai Menteri Pendidikan akan menghantarkannya ke jenjang pemimpin pemerintahan nomor satu di Malaysia, yaitu Perdana Menteri.
Kepedulian seorang pemimpin negara terhadap pendidikan tidak hanya terdapat di negeri jiran saja, bahkan jauh sebelum itu kita bisa mengaca ke Jepang, baik semasa restorasi Meiji maupun pasca Perang Dunia kedua, yang menempatkan pendidikan sebagai skala prioritas utama. Akibatnya, Jepang maju pesat dan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia.
Sesungguhnya, konstitusi kita secara implisit telah menegaskan, baik APBN maupun APBD harus menganggarkan sekurang-kurangnya 20% untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan. Umumnya, amanat konstitusional ini tidak begitu digubris baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Akibatnya digugat komunitas pendidikan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Walaupun MK dalam putusannya Nomor 026/PUU/IV/2007 tanggal 1 Mei 2007 lalu telah menyatakan, UU No.18/2006 tentang APBN 2007 bertentangan dengan UUD 1945 karena hanya menanggarkan pendidikan sebesar 11,8% sebagai batas tertinggi, namun dari berita di berbagai media massa terungkap, pemerintah, dengan berbagai dalih, rupa-rupanya tidak akan mengindahkan putusan MK ini. Padahal salah satu visi-misi pasangan SBY-JK semasa kampanye pemilu pilpres dan cawapres 2004 lalu, sebagaimana dikoar-koarkan para jurkamnya, adalah mencanangkan pendidikan sebagai prioritas utama pemerintahannya dengan menganggarkarkan 20% dari APBN/APBD. Kenyataannya, sesudah terpilih jadi presiden dan wakil presiden RI, janji-janji muluk tersebut sebatas lipservice belaka, alias tidak pernah ditepati.
Selanjutnya, adanya gerakan reformasi (1998) membawa perubahan yang signifikan terhadap alam demokrasi di Indonesia. Rakyat dapat langsung memilih pemimpinnya, digelarlah pilpres-cawapres dan pilkadal (pemilihan kepala daerah langsung). Pilpres-cawapres sudah dilaksanakan tahun 2004 lalu, pilkadal ada yang sudah dilaksanakan di beberapa daerah dan sebagian besar baru akan dilaksanakan, termasuk di provinsi Jawa Barat ini.
Seperti halnya pilpres-cawapres 2004 lalu, dalam pilkadal, baik para calon gubernur-calon wakil gubernur (cagub-cawagub) maupun calon bupati-calon wakil bupati (cabup-cawabup)/calon walikota-calon wakil walikota (cawalkot-cawawalkot), menjadikan isu pendidikan sebagai salah satu tema sentral kampanyenya. Seperti biasa, komunitas pendidikan didekati, diiming-imingi ini-itu kalau calon ybs. berhasil terpilih jadi pemimpin di daerahnya.
Institusi pendidikan, khususnya sekolah-sekolah, memang tersebar hingga ke seluruh pelosok tanah air. Dan unsur terbesar, terpenting, dan berpengaruh dari komunitas pendidikan, selain para siswa dan orang tuanya, adalah guru. Berdasarkan data yang diekspose Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional dalam Rembug Nasional Pendidikan, di Jakarta, 10 April 2007, jumlah guru di NKRI ini adalah 2.245.952 orang; dengan rincian: Guru TK berjumlah 170.752 orang, SD (1.222.754), SLB (9586), SMP (474.122), SMA (221.322), dan SMK (147.416). Jumlah ini belum termasuk guru-guru yang bernaung di Departemen Agama, seperti TRA, MI, MTs., MA, dan MAK.
Oleh karena guru adalah manusia dewasa yang bependidikan tinggi, maka secara universal ia termasuk salah satu golongan cendekiawan atau kelompok terpelajar/intelektual. Bagi masyarakat pedesaan, di mana populasi terbesar penduduk Indonesia berada, guru masih digugu dan ditiru. Tidaklah mengherankan apabila dalam setiap pemilu, apakah berupa pilleg (pemilihan legistatif), pilpres-cawapres, pilcagub-cawagub, pilcabup-cawabup/pilcawalkot-cawawalkot, hingga pilkades para guru dirangkul untuk mensukseskan calon tertentu.
Namun, perlu diingat, sebagai seorang intelektual, para guru sudah semestinya melek politik (political literacy), tapi jangan berpolitik praktis, terlebih lagi bagi guru PNS. Sebagai warga negara yang baik (good citizenship), guru mempunyai hak pilih dalam pemilu dan menggunakannya dengan memilih calon tertentu sesuai pilihan hati nuraninya. Sebagai seorang pendidik, jiwa raga guru dicurahkan untuk mencerdaskan anak bangsa melalui kiprahnya di dunia pendidikan, sehingga hati nurani guru itu sejatinya tentang dan sekitar pendidikan.
Dalam pemilu, pilihlah pemimpin yang peduli terhadap pendidikan. Mudah-mudahan para pemimpin bangsa terpilih mau belajar dari negeri jiran Malaysia dan Jepang tentang keberhasilan negaranya karena memprimadonakan pendidikan. Bagaimana jika pemimpin ingkar janji atau komunitas pendidikan dikadalin lagi? Jangan pilih lagi mereka dalam pemilu y.a.d. Bagaimana kalau ia menzalimi insan pendidik? Mari kita rame-rame mengkamparkannya!. "g"g"g"g"g *)Penulis, guru SMAN 21 Bandung; Ketua Asosiasi Guru Penulis-PGRI Jabar; Ketua Asosiasi Guru PKn Indonesia..
Saya Arief Achmad setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .
Rekomendasi Artikel: