Artikel Ilmiah

Metode PAI Menurut Para Ahli

Metode pendidikan agama islam

Metode pendidikan dapat diartikan sebagai semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik. Metode merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan pengajaran. Pelaksanaan metode yang efektif maupun mengantarkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh karena itu baik dan tidaknya sebuah metode tidak terlepas dari bergagai factor yang mempengaruhinya, baik situasi maupun kondisi serta factor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran. Para ahli pendidikan mengakui bahwa pendidikan mengakui bahwa pendidikan memiliki makna dan arti yang lebih luas di banding dengan pengajaran.

Pendidikan lebih mengarah tugasnya kepada pembinaan atau pembentukan sikap dan kepribadiaanyang memiliki ruang lingkup pada proses mempengaruhi dan membentuk kemampuan kongnitif, afektif serta psikomotorik dalam diri manusia. Sedangkan pengajaran lebih mentikberatkan usaha ke arah terbentuknya kemampuan maksimal intelektual dalam menerima, memahami, menghayati dan mengusai serta mengembangkan ilmu pengetahuan yang diajarkan.(Arifin,1993:99).

Senada juga dengan apa yang di katakana oleh Nawawi, bahwa mendidik merupakan kegiatan yang menyentuh sikap mental dan kepribadian anak atau subjek didik. Sedangkan kegiatan mengajar dan latihan lebih erat hubungan dengan aspek intelektual dan ketrampilan.(HadariNawawi,1993:211).

Penggunaan kenyataannya, kegiatan mengajar juga merupakan bagaian dari pada upaya dan usaha pendidikan. dalam proses pendidikan seseorang pendidikan diharapkan maupun mengetahui dan mengerti aspek-aspek yang terdapat dalam fakror-faktor pendidikan, siswa, guru, alat maupun metode itu sendiri. Sehingga penggunaan secara nyata dapat memiliki aplikasi yang relevan dalam meperlancar dan mencapai hasil pendidikan.

Penggunaan metode dalam kegiatan pendidikan haruslah bersifat konsisten dan sistematis, mengingat proses pendidikan merupakan kegiatan pertumbuhan dan perkembangan menuju perubahan. Penggunaan metode tersebut diharapkan efektif dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap perubahan. Tidak saja perubahan secara intelektual, namun yang lebih penting adalah perubahan dan perkembangan secara lahir dan batin. Atau yang maupun memahami aspek kognitif afektif maupun psikomotorik.

Penggunaan metode dalam mengajarkan tentunya berbeda dengan penggunaan metode dalam pendidikan. secara umum metode-metode yang di pakai oleh guru dalam menyasmpaikan materi-materi pelajaran di dalam kelas merupakan metode pengajaran. Yang mana metode mengajaran merupakan salah satu komponen dari proses pendidikan sekaligusalat serta kebulatan dalam suatu system pendidikan.(Zuharini,1981:79). Juga karena mengajar merupakan proses yang lebih jelas, ,lebih objektif da lebih nyata disbanding dengan mendidik. Kegiatan mendidik meliputi aspek yang sangat luas mencakup keberadaan hidup manusia itu sendiri. Seperti dikkatakan Lodge dalam bukunya Tafsir, bahwa pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman, dan dalam pengertian yang luas ini kehidupa adalah pendidikan dan pendidikan dalam kehidupan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pendidikan merupakan perwujutan dari segala upanya memakwsimalkan segala potensi yang telah dikaruniai oleh Allah SWT, demi terwujudnya manusia yang sempurna.

Sejarah pendidikan agama islam menggabarkan bahwa berbagai macam metode pendidikan dan pengajaran telah di rumuskan dan diterapkan oleh para sahabat Nabi SAW serta para pakar pendidikan islam pada waktu itu. Dalam berbagai kegiatan dan keadaan dan keadan belajar, metode-metode tersebut apabila dikaji memiliki ruang lingkup yang cukup lengkap, sebab metode pendidikan tidak saja untuk guru, namun juga terdapat metode belajar untuk siswa.

Para tokoh islam seperti Al-Ghozali, Ibnu Kholdun serta Ibnu Sina telah memberikan dan mencurashkan gagasan dan pikirannya dalam membuat formal pendidikan yang ideal. Mereka semua bersepakat, bahwa dalam usaha mendidikfaktor yang sempurna yang penting adalah seorang guru harus mengetahui dan memahami karakteristik siswa, agar materi-materi yang di sampaikan dapat diterima dengan baik. Selain itu, guru sendiri juga harus membekali,dirinya sendiri dari segi jasmani maupun rohani yang meliputi kesehatan, kepribadian dan sikap, ,kasih saying, kesabaran dan hal-hal lain yang mampu membentuk interaksi yang baik dan efektif antara guru dan siswa. Sehingga intinya guru dapat membentuk tauladan yang mulia terhadap siswa.

Secara umum Al-Qur’an dan hadist juga memberikan rumusan yang jelas dan luas mengenai metode pendidikan. Seperti contoh pada surat An-Nahl ayat 125 :

Artinya :

Ajaklah kepada jalan Tuhanmu dengan cara yang bijaksana dan dengan mengajarkan yang baik, dan berdiskusilah dengan mereka secara lebih baik…”. (salim bahreisyi, 2001:282)

Bentuk metode sepreti ini sebagi langkah strategis menciptakan manusia yang beriman dan bertaqwa, maka secara fleksibel Al-Qu’an telah memuat berbagai pendekatan metodelogis mengenai pendidikan, yang mana berbagai macam pendekatan tersebut dapat di gunakan dan diterapkan pada berbagai macam situasi dan kondisi. Melalui ancaman, perumpamaan, kisah, keteladanan, dorongan maupun hadiah, Al-Qur’an hendak mendidik manusia menuju jalan yang benar yaitu jalan orang-orang yang bertaqwa.

Tentunya rumusan metodelogi dalam Al-Qur’an dapat secara nyata diaplikasikan pada segala bentuk kegiatan pendidikan. pada intinya pendidikan agama islam harus mendasarkan penggunaan metode kepada prinsip memudahkan dan tidak menyulitkan, menggebirakan dan tidak menyusahkan, selalu bermusawarah atau bersepakat dalam memutuskan sesuatu.(Nur Uhbiyati,1996:126). Prinsip-prinsip tersebut tersebut merujuk pada ajaran islam yang terdapat dalam Al-Qur’an, bahwa islam merupakan agama kasih sayang yang hendak mewujutkan kemudahan dan kebahagiaan, baik dalam memahami maupun mengamalkan ajaran islam. Sehingga dapat dikatakan bahwa islam bukanlah agama yang menyulitkan bagi umatnya.

Di masa sekarang serba penuh perubahan penggunaan metode dalam kegiatan pengajaran dan pendidikan secara mutlak dituntut dapat menjadi perisai terhadap berbagai dampak negatif yang disebabkan oleh globalisasi. Melalui perpaduan dan pengginaan teknologi canggih secara benar, metode pendidikan dan pengajaran akan dapat dilaksanakan dengan baik C. urgensi pembinaan moral melalui pendidikan agam islam.

System pendidikan islam dalam memperlakaukan anak didik dapat di tempuh dengan tiga tahap yaitu: pertama, anak didik di perlukukan sebagai anak di mana orang tua separuhnya bertaanggung jawab untuk menetapkan dasar-dasar keimanan dan ketaqwaan yang kukuh sampai anak mencapai baligh. Kedua, anak didik diperlukukan sebagai teman, dimana memandang anak didik memiliki hak privat untuk menentukan gaya kepribadiaannya. Ketiga, anak dipandang sebagai pengganti orang tua atau generasi tua. Pendidikan yang sukses dalam medan-medanya yang umum dan implementasi, menyerukan siknifikasi perhatian terhadap kondisi pelajaran secara fisik dan persiapan psikologi serta akalnya umtuk memahami, mengerti secara keseluruhan dan mengaplikasikan di tengah proses belajar mengajar. (Abdul Hamid Al-Hasyim, 2001:170).

Dengan demikian, hakikat pendidikan islam berkisar antara dua dimensi hidup, pertama, penananan rasa taqwa kepada Allah dan pengembangan rasa kemanusiaan kepada semasa, kedua, pelaksanaan itu harus disertai dengan penghayatan yang mendalam. Sehingga ibadah-ibadah itu tidak dikerjakan semata-mata sebagai ritus formal belaka, melainkan dengan keinsafan yang mendalam, akan fungsi edukatif bagi kita. (Komarudin Hidayat, 1999:105). Salah satu setategi dalam pengembangan model pembinaan moral terhadap anak adalah menempatkan anak sebagai subjek pembinaan, bukan semata-mata objek binaan yang perlu di cekoki dengan seperangkat nilai yang kering dan tidak menyentuh terhadap realita kehidupan yang dialami anak sehari-hari. (Husni Rahim, 2001:45).

Pengaruh pendidikan agama di sekolah bagi kalangan remaja baru dapt terbentuk bilaguru yang bersangkutan benar-benar memiliki personalitas yang bulat dan utuh dengan kenyakinaan penuh terhadap kebenaran agama yang di ajarkan, berwibawa, terampil dalam menerapkan metode yang sesuaidengan tingkat usia dan kebutuhan remaja, di samping lingkungan motivasi yanfg tersedia harus benar-benar dapat memberikan dorongan positif kepada perkembangan penghayatan terhadap ajaran agama. (H.M. Arifin, 2000:216).

Dalam tuntutan era reformsi dewasa ini pendidikan agama islam perlu doposisikan sebagai program andalan dna ruh bagi pembentukan moralitas warga negara yang berbasiskan pemahaman nilai-nilai dasar keagamaan, dengan lain perkataan, pendidikan agama islam perlu di posisikan sebagai “Rasul Pembangunan Bangsa” yang misi utamanya pembangunan watak, pembinaan akhlak, pendidikan moral atau pendidikan dengan begitu, pendidikan agama islam tidak hanya tampil dan berperan sebagai pemberi pengangan hidup di level masing-masing individu, tetapi juga sebagai pemberi kesejukan dan keselamatan bagi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara secara keseluruhan. Bila misitersebut bisa terpenuhi, niscaya pendidikan agama islam akan tercatat dan di kenang sebagai pengokoh fundamen cultural masyarakat Indonesia yang berwajah religius, demokratis, maju, adil dan makmur. (Mujia Rahardjo, 2002:46).

Untuk itu titik tempuh pendidikan paling sentral menurut Prof. Dr. Djohar, MS, adalah apa yang di namakan dengan structure of religious person. Apa pun yang kita harapkan dari profil peradapan manusia moderen tidak bisa lepas dari individu-individunya. Sebab pada dasarnya masyarakat merupakan kumpulan dari individu yang akhirnya juga akan mewarnai profil peradaban manusia. Apa bila profil kehidupan setiap individu dalam masyarakat itu baik dapat diharapkan provil masyarakat itu juga baik. (Abdul Munir Mulkhan,1988:27). Menurut Dr. Abdulah Nashih Ulwan bahwasanya metode pendidikan yang sangat penting serta mebekas bagi anak didik yakni suri tauladan. Sianak ketika menemukan orang tua dan pendidikan suatu teladan yang baik dalam segala hal, maka ia telah meneguk prinsip kebaikan yang membekas dalam jiwanya berbagi etika islam. Pada dasarnya, sang anak yang melihat orang tuanya berbuat dusta, tidak mungkin ia akan belajar jujur, sang anak yang melihat orang tuanya berkhianat, tidak mungkin ia belajar amanah, sang anak yang melihat orang tuanya selalau mengikuti hawa nafsu, tidak mungkin ia akan belajar keutamaan, sang anak yang mendengar arang tuanya berkata kufur, caci maki, dan celaan, tidak mungkin ia belajar bertutur manias, sang anak yang melihat kedua orang tuanya marah, bersitegang dan emosi, tidak mungkin ia akan belajar sabar, sang anak yang melihat kedua orang tuanya bersikap keras dan bengis, tidak mungkin ia akan belajar kasih sayang. Demikianlah sang anak akan tumbuh dalam kebaikan, akan terdidik dalam keutamaan akhlak jika ia melihat kedua orang tuanya dan pendidikan memberikan teladan yang baik, demikian pula sang anak akan tumbuh dalam penyelewengan dan belajar di jalan kufur, fusuk, dan maksiat, jika ia melihat kedua orang tuanya dan pendidikan memberikan teladan yang buruk. (Abdul Nashir Ulwa, 1990:36.

Menurut Zakiyah Daredjat, pendidikan agama mempunyai peran fundamental untuk menumbuhkan potensi-potensi fitrah manusia yang bersifat spritual dan kemanusiaan. Potensi-potensi fitrah ini sangat penting di wujutkan untuk menumbuhkan kembali makna hidup hakiki, yakni membentuk manusia moderen yang sehat secara biologis dan spritual (Komarudin Hidayat 1999:106). Kiranya kita sependapat, melalui tripusat pendidikan(Keluarga, sekolah, masyarakat) kita dapat melakukan secara bersama-sama dan bahu membahu dalam menangani perbaikan pembinaan moral. Dengan demikian kita harus bisa medorong dari berbagai aspek yang ada di dalam masyaraka, sekolah, rumah harus kita maksimalkan guna pembinaan itu. Dengan selalau mengutamakan keistimewaan system pendidikan islam guna dijadikan pijakan atau pedoman yang tersirat dalam hal-hal sebagia berikut: 1) mengkorelasikan bahan pelajaran dengan agama 2) mewujutkan prinsip dan system desentrilisasi dalam belajar 3) mengutamakan asas persamaan dan demokratis dalam pengajaran 4) mengkaitkan ajaran agama dengan kehidupan 5) asa kewajiban mengajar, ( Ali Al-Jumbalati-A Futu At-Tuwaanisi 2002:233) sedangkan secara preventif (pencegah) maupun secara kuratif (penyembuhan) dapat dilakaukan melalui tahapan sebagai berikut:

A, Faktor keluarga

Pertama yang harus diperhatikan adalah kerkunan hubungan ibu-bapak, sehingga pergaulan dan kehidupan mereka dapat menjadi contoh bagi ana-anaknya. (Zakariah Daradjat, 1995:69) tegak atau tidaknya suatu keluarga tergantung kepada keharmonisan pimpinan dalam memberikan kasih sanyang dan pengertian kepada anggota keluarga yang lain. Bila pimpinan (dalam hal iniayah dan ibu) tidak baik, sudah dapat diduga bahewa sebagaian anak-anaknya akan bermasalah. (Syafari Soma-Hajaruddin, 2000:117). Menurut Herbrt C Quay dalam bukunya “Juvenile delinguency” menyatakan bahwa factor yang mempengaruhi perkembangan social remaja ialah factor keutuhan keluarga, utuh dalam struktur maupun utuh dalam interaksi. (Pusat Bimb. Univ. Kriten Satya Wacana, 1985:118). Dalam pandangan pakar ilmu kesehatan jiwa, rumah yang baik ialah rumah yang memp[erkenalkan kebutuhan si remaja berikut tantangan untuk bisa bebas kemudian membantu dan mensuportnya secara maksimal, dan memberikan kesempatan serta sarana yang mengarah pada kebenaran. Tetapi selain itu si remaja juga perlu diberi agar mau memikul tanggung jawab, mengambil keputusan dan merencanakan masa depannya. (Syaikh M. Jamaluddin, 2001:76)

Jika orang tua dapat dijadikan oleh remaja tempat untuk menumpukan perasaan dan segala kesulitan, maka remaja tidak akan mengalami kerusakan moral, karena yang dihadapai dapat di atasinya dengan cara yang wajar dan dengan akal sehat. Di bisa memandang dari segi mana persoalan itu bisa di selesaikan dengan baik. Di tidak perlu menggunakan kekerasan ( Zakiah Daredjat, 1995:75)n Dr. Joseph. S Roucek, mengatakan bahwa keluarga adalah buatan dari kepribadian the famly is the criddle of the personality. Keluarga merupakan pusat ketenangan hidup dan pangkalan yang paling vital. Kebajikan global yang perlu diperhatikan dalam pembinaan moral yakni:

  1. bila orang tua melihat anaknya gebut dijalan maka selan memberikan resiko bahaya atau akaibat ulah tersebut juga meberi penjelasan guna tidak melaksanakan pekerjaan itu.
  2. untuk membina moral orang tua dan guru harus bisa mencegah peredaran buku porno dan narkoba dengan halini kita bisa mengajak mereka untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat misalnya kita ajari mereka ketrampilan atau apalah yang berbau sikap positif.
  3. bila anak-anak suka melakukan kerusakan maka kita harus menengkan dan mengisi waktu luang mereka dengan kesibukan seperti rekreasi danasebagianya. (Ary H, Gunawan, 2000:96-99)

b) Faktor lingkungan

teori belajar mengatakan bahwa anak belajar dari pengetahuan, prilaku, kebiasaan dan dari contoh ketiganya bukanlah suatu yang harus dipilih, tetapi merupakan suatu kesatuan. Penggunaan dari masing-masing teori itu tentunya perlu di sesuaikan dengan keadaan anak dan materi yang kita ajarkan. (Arini Hidajati, 2002:73) kultur atau budaya akademis, kritis, kreatif, serta sportif harus terbina dengan baik demi terbentuknya kesetabilan emosi sehingga tidak mudah goncang dan menimbulkan ekses yang mengarah kepada pertumbuhan-pertumbuhan berbahaya serta kenakalan.

Secara umum pengaruh pendidikan agama islam adalah lingkungan di sekitar anak itu sendiri. Dalam pengembangan morala yang dterjadi di dalam pembinaan moral memang sangat berpengaruh dengan adanya pendidikan agama dalam sekolah . dalam lingkungan masyarakat tingkah laku kita pasti akan disorot dengan tidak sengaja karena dengan prilaku kita yang tidak baik maka kita akan menjadi gunjingan oleh masyarakat itu sendiri.

Dalam lingkungan sekolah seorang guru harus bisa menjaga sikap dengan baik dan benar karena guru menjadi penuntun dan sepaga panutan oleh para sisiwa maka dari itu harus bisa mengendalikan diri sendirii. Menurut M. Nipan Abdul Halim untuk menjaga kesetabilan emosi para remaja dan guna mengembangkan bakat maka pendidikan yang perlu pada usia ini adalah: a)memantapkan pendidikan akdah, b) pendidikan ibadah, c) pendidikan akhlak, d)pendidikan ekonomi, e) pendidikan kesehatan, f) mewaspadai kelabilan emosi, g) menemukan bakat dan sebagianya. ( M Nipan Abdul Hamim, 2001 : 194)

3. Faktor lingkungan masyarakat

Daolam lingkunga nmasyarakat yang luas dan kompleks ( mencakup keluarga dan sekolah), partisipasi seluruh unsure terkait sangat diharapakan, yaitu para pemuka agama, pemerintah daerah, penegak hukum, tenaga medis, psikolog atau psikiater, pendidik, organisasipemuda, organisasi wanita dan sebagainya agar secara terpadu dan secara individu tanpa membedakan suku, agama, golongan, kedudukan, strata dan sebagianya memikul tanggung jawab dan secara otomatis harus merasa terpanggil dan memiliki tanggung jawab secara proposional untuk melakuakan tindak penangkalan secara bijak dan bertanggung jawab, tanpa pamrih. ( Ari Gunawan, 2000:104) dengan selalau meperhatikan kendala-kendala yang dihadapi baik secara internal maupun secara ekternal yang harus di takukan antara lain sebagai berikut : kendala pertama ialah berupa cirri khas dan karateristik remaja yang cenderung keras kepala dan berani menentang pengarah baik dari orang tua, guru dsb, kendala kedua, yang tidak kalah bahanya ialah kegigihan musuh islam dan musuh kaum muslim untuk menarik kita agar menjauhi agama, nila-nilai yang luhur, dan tradisi yang mulia, kendala ketiga, kemajuan pesat yang cukup mencenggegkan di bidang sarana-sarana informasidan komunikasi. (syaikh M Jamaluddin 2003:7)

Dalam kaitan dengan upanya pencapaian target pencapaian dan perbaikan prilaku anak didik dengan urgensi pembinaan moral dapat di tempuh beberapa cara : system pembelajaran PAI di sekolah perlu mendapat langkah-langkah penyempurnaan. Upaya yang sudah kita saksikan adalah langkah menyusun modul gaya siswa akatif untuk pelajaran pendidikan agama islam yang dikenal dengan CBSA agama islam. Nilai positif penggunaan metode ini dalam pembelajaran dapat membuat peserta didik lebih dinamis dan lebih efektif.

Dalam menggapi perkembangan social sebagaimana untuk mendukung program insendental pemantapan prilaku anak didik, maka metode yang dapat merangsan pertumbuhan religiositasnya daam proses belajar mengajar agama, harus mendap[at perhatian yang intens. Strategi yang lebih kuat dalam memenuhi target ini yakni, merancang secara spesifik suatu aktivita seperti life innpesantren pada saat tertentu, sebagai program tambahan di luar kelas untuk menumbuhkan rasa mencintai ilmu pengetahuan. Mengingat penambahan jam di kelas beresiko tinggi, karena terkuranginya jam pelajaran umum dapat mengakibatkan peserta didik beagama islam semakin tertinggi prestasi belajar secara keseluruhan.

Bimbingan guru dan arahan dari para guru pada saat seperti ini akan lebih mudah di terima peserta didik dari pada hanya penyajian materi agama di kelas yang haya mementingkan islam sebagai pengetahuan hafalan. Dalam latihan refleksi religional terhadap problematika social, yang dapt membentuk sikap dasar tingkah laku peserta didik, baik sebagai individu, maupun sebagai anggota masyarakat. pengharapan berikut adalah di jadikan agama sebagai dasar untuk melaksanaakan tugas pokok manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. ( Muslih Us-Aden,W. 1997:74)

dengan selalu mengorientasikan pendidikan agama islam pada penyajian diri guna menghadapi tantangan kehidupan di meliniom ketiga ini, melalui beberapa hal antara lain: Pertama agama di sajikan dalam proses pendidikan haruslah agama yang lebih menekankan kepada “kesalehan actual” dan bukan semata-mata “kesalehan ritual”. Kedua, harus mampu menyiapkan generasi didik yang pluralis yang siap menghadapi dan mengatasi kemajemukan baik internal maupun eksternal. Ketiga, harus menyiapkan generasi yang siap berpartisipaf akatif dala interaksi global. ( Mudjia Rahardjo 2002:39)

Demi mempeoleh hasil belajar mengajar yang maksimal, yang ditandai dengan aktifnya siswa menjadi pelaku kegiatan tersebut

Rekomendasi Artikel: