Oleh : Dr. H. Uril Bahruddin, M.A
Pelajaran tetang ikhlas sudah kita terima dari guru kita sejak masih berada di bangku Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Saat sekolah di SMP dan SMA juga kita menerima pelajaran itu kembali, bahkan lengkap dengan dalilnya dan kita telah menghafalnya. Ternyata, pada saat kuliah S1, dosen kita juga mengulang kembali tema itu. Kalau kita mengikuti pengajian-pengajian, baik di masjid atau di mushalla, kita juga selalu temukan pembahasan tentang masalah ikhlas. Ada apa dengan ikhlas? Mengapa harus diulang-ulang terus dalam mempelajarinya? Apakah kita belum faham?...
Kawan…
Apabila kita renungkan, ternyata ada problem mendasar dalam masalah ikhlas ini, yaitu masalah penerapan yang tidak semua orang dapat melakukannya. Mengapa tidak semua orang dapat menerapkan ikhlas dalam kehidupannya? Apakah karena sulit untuk diterapkan? Jangan-jangan kesulitan menerapkannya dalam kehidupan ini karena pemahaman kita tentang ikhlas belum selesai. Teori apapun dalam kehidupan ini akan sulit diaplikasikan manakala belum bisa difahami dengan baik atau ada salah dalam pemahaman.
Dalam definisi yang disampaikan oleh guru-guru kita, ikhlas adalah “mengerjakan amal ibadah dengan niat hanya kepada Allah untuk memperoleh ridla-Nya”. Pengertian lainnya adalah “mentauhidkan dan mengkhususkan Allah sebagai tujuan dalam berbuat taat kepada aturan-Nya”. Definisi lain mengatakan bahwa ikhlas adalah “suatu aktifitas hati yang menghendaki keridhaan Allah dengan suatu amal, membersihkannya dari segala noda individual maupun duniawi. Tidak ada yang melatarbelakangi suatu amal kecuali karena Allah dan demi hari akhirat”. Dan masih banyak lagi definisi lain yang diajarkan oleh guru-guru kita.
Apabila kita perhatikan definisi diatas, sesungguhnay masih ada beberapa pertanyaan yang tersisa, misalnya: Bagaiman cara mengkhususkan niat hanya kepada Allah?.
Dalam al Quran ada satu ayat yang dapat menjelaskan pertanyaan di atas, sekaligus menjadi indikator untuk mengukur keikhlasan seseorang. Allah berfirman, “Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula apresiasi” (QS. Al Insan:9).
Ayat ini bukan hanya menjelaskan definisi ikhlash, namun juga menyebutkan dua indikator untuk mengukur keikhlasan kita, yaitu:
Pertama: Dalam melakukan kebaikan, baik sebelum, saat atau sesudahnya, orang yang ikhlas tidak mengharapkan balasan dari orang yang merasakan dampak kebaikannya. Sebagai contoh memberi bersedekah, maka pemberi sedekah tidak boleh berharap balasan apapun dari penerima sedekah. Namun, sebagai manusia yang selalu ingin mendapat ganti dan balasan, ia tetap boleh berharap balasan dari Allah swt.
Kedua: Dalam melakukan kebaikan, orang yang ikhlas tidak mengharap mendapat apresiasi dalam bentuk apapun meskipun sekedar ucapan terima kasih dari orang yang menerima kebaikannya. Sama halnya dengan balasan, harapan untuk mendapatkan apresiasi hanya boleh diminta kepada Allah swt., sehingga ia tetap boleh berharap dari-Nya.
Harapan mendapatkan balasan dan apresiasi dari amal kebaikan yang kita lakukan tidak boleh salah alamat, harapan itu hanya boleh dialamatkan kepada yang Maha Kuasa untuk membalas dan memberi apresiasi.
Kalau kita mengharap dari sesama manusia, maka manusia itu lemah dan pasti tidak bisa memenuhi harapan kita. Karena itu, segeralah setelah kita melakukan kebaikan, kita laporkan kepada Dzat yang menggenggam dunia dan segala isinya ini. Bukankan kita selalu mendeklarasikan diri bahwa “Allah adalah tempat meminta”?. Dan apresiasi yang paling tinggi dari-Nya adalah jika Allah meridlai.
Dari seluruh amal kebaikan yang kita lakukan, baik antara pribadi kita dengan Allah, antara kita dengan keluarga, antara kita dengan masyarakat, jangan sampai kita mengharap balasan atau apresiasi dari manusia. Balasan dan apresiasi itu hanya boleh diminta dari-Nya. Itulah hakekat dari ikhlas.
Semoga Allah memudahkan kita untuk dapat merealisasikan ikhlas dalam seluruh aktifitas kita, karena dengan keikhlasan dan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya, aktifitas kebaikan manusia akan diterima disisi-Nya. Wallahu a’lam.
==============
This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.
Rekomendasi Artikel: