Pelaksanaan terapi kelompok di Rumah Sakit Jiwa

Manusia merupakan makluk sosial yaitu makhluk yang hidup berkelompok dimana antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan, berinteraksi dan saling membutuhkan (Soekanto, 1986). Karena itulah manusia yang hidupnya menyendiri tidak akan dapat memenuhi sebagian dari kebutuhan hidupnya, yaitu kebutuhan sosial seperti kebutuhan memiliki dan dimiliki terhadap suatu kelompok (sense of belonging), kebutuhan terhadap pengakuan dan penghargaan dari orang lain, kebutuhan pernyataan diri sendiri (self expression) dan sebagainya. Keadaan ini sesuai dengan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan pada pasal I ayat 1 yang berbunyi : “ Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis”.

Pasien yang mengalami gangguan jiwa sering gagal mendapatkan kebutuhan sosial oleh karena ketidakmampuan hidup di dalam kelompoknya, pasien gagal beradaptasi bahkan gagal menerima diri sendiri, untuk itu perlu diupayakan berbagai macam terapi untuk “menyembuhkannya” atau mengembalikan pasien pada kehidupan sosialnya (Keliat, 2001). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan perubahan sosial budaya di masyarakat, perawatan pasien psikiatri di rumah sakit telah mengalami perubahan, rumah sakit menjadi bagian dari serangkaian tempat layanan yang menyediakan pelayanan kesehatan mental bagi para pasien.

1

Unit rawat inap psikiatri telah menawarkan berbagai variasi terapi dalam perawatan pasien gangguan mental atau kekacauan tingkah laku, selain terapi medis juga diberikan psikoterapi yaitu suatu penerapan teknik khusus pada penyembuhan penyakit mental yang dilakukan oleh psikolog atau orang yang memiliki wewenang dan terlatih (Chaplin,2002; Woolberg, 1967). Psikoterapi bisa diterapkan pada individu, pada keluarga ataupun pada kelompok.

Psikoterapi kelompok atau sering disebut sebagai terapi kelompok merupakan bagian dari terapi modalitas (Rawlin, 1993), menurut Barry (1998) yang termasuk ke dalam terapi kelompok adalah terapi rehabilitasi, okupasi terapi, terapi bermain (untuk anak-anak), terapi kerja, terapi aktivitas kelompok, psikodrama, terapi seni dan program alcoholics anonymus. Prawitasari (1989) memberi pengertian tentang terapi kelompok sebagai salah satu tipe intervensi dalam psikoterapi yang dilakukan oleh terapis dan co-terapis dengan sekelompok pasien, yang lebih bersifat intensif dalam memberikan pertolongan psikologis, lebih menekankan perasaan dan hubungan antara anggota, serta menekankan pada pengalaman emosi terkoreksi.

Terapi kelompok timbul seiring dengan berkembangnya psikiatri sosial meskipun perkembangan terapi kelompok sebenarnya lepas dari psikiatri sosial, penyempurnaan terapi kelompok dimungkinkan oleh kemajuan bidang sosiologi dan psikologi sosial.

Direktorat Kesehatan Jiwa mengemukakan bahwa terapi kelompok mampu meningkatkan reality testing, membantu sosialisasi, meningkatkan fungsi psikologik, memberikan motivasi kemajuan fungsi psikologik dan

mengembangkan kemampuan empati (Direktorat Keswa Depkes RI, 1988). Karena memiliki sifat terapeutik (Yalom, 1975) sehingga penerapan terapi kelompok di berbagai bagian rawat inap rumah sakit jiwa menjadi salah satu metode pilihan untuk dilaksanakan bahkan menurut hasil seminar dan lokakarya nasional tentang terapi kelompok pada tahun 2003 di Lawang Jawa Timur dikatakan bahwa pelaksanaan terapi kelompok pada dasawarsa terakhir mengalami peningkatan frekwensi secara bermakna karena rumah sakit telah memasukkan ke dalam program terapi rutin antara lain di RS dr. Rajiman Wediodiningrat Lawang, RS Marzuki Mahdi Bogor, RSJD Surakarta dan mungkin di rumah sakit jiwa lainnya. Terapi kelompok sudah dimasukkan ke dalam program rutin oleh bagian perawatan / rehabilitasi rumah sakit tersebut, bahkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Kesehatan Jiwa pada tahun 1988 telah menerbitkan buku petunjuk teknis terapi kelompok pasien mental di rumah sakit jiwa. Penerbitan buku petunjuk teknis tersebut diharapkan dapat menjadi acuan para terapis di dalam melaksanakan terapi kelompok sehingga akan mendapatkan efek terapeutik yang optimal.

Beberapa penelitian tentang terapi kelompok telah dilakukan, ternyata pelaksanaan terapi kelompok di berbagai rumah sakit tersebut memberikan hasil yang bervariasi pada pasien peserta terapi kelompok. Hasil penelitian Keliat, dkk (2001) mengenai dampak terapi kelompok terhadap sosialisasi pasien menarik diri di RS dr Marzuki Mahdi dan RSJP Jakarta menunjukkan bahwa terapi kelompok mampu meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan meningkatkan rasa percaya diri. Penelitian Nurweni (2002) di RS dr. Rajiman Wediodiningrat Lawang

menunjukkan bahwa terapi kelompok tidak menurunkan tingkat halusinasi pada pasien yang mengikuti program tersebut. Sedangkan Adriani, dkk (2003) di RSJD Surakarta mendapatkan bahwa pasien dengan kasus menarik diri yang mengikuti program terapi kelompok tidak menunjukkan perubahan bermakna jika dibandingkan sebelum mengikuti terapi kelompok dan sesudah mengikuti terapi kelompok.

Memperhatikan ketiga hasil penelitian mengenai terapi kelompok yang mendapatkan hasil bervariasi, peneliti ingin melakukan evaluasi pelaksanaan terapi kelompok khususnya yang dilakukan di RSJD Surakarta, tidak adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol merupakan hasil yang menarik mengingat di RSJD Surakarta pernah dilakukan pelatihan terapi kelompok pada tahun 1990 dan saat ini RSJD Surakarta khususnya unit rehabilitasi yang melaksanakan terapi kelompok telah dikelola oleh sepuluh orang tenaga tetap yang khusus menangani bidang terapi kelompok, namun setelah dilakukan penelitian terhadap efektifitas pelaksanaan terapi kelompok terhadap pasien menunjukkan hasil yang tidak signifikan, yaitu tidak ada perubahan bermakna ke arah perbaikan pada pasien yang mengikuti program terapi kelompok, hasil ini disimpulkan dengan pengukuran sebelum pemberian program terapi kelompok dan pengukuran sesudah pemberian program terapi kelompok.

Addis (1997) menulis bahwa keberhasilan dari psikoterapi juga dipengaruhi oleh kebijakan, ekonomi dan pelaksanaannya sehingga pelaksanaan terapi kelompok akan terkait dengan kebijakan yang berlaku di rumah sakit

tersebut karena penerapan terapi kelompok merupakan suatu sistem. Menurut Amirin (1996) sistem adalah suatu proses yang diselenggarakan oleh sekumpulan unsur, yang masing-masing unsur itu terpadukan secara fungsional dan operasional guna mencapai sesuatu tujuan. Berdasar teori sistem akan tampak jelas bahwa optimal atau tidaknya output dari suatu terapi kelompok sangat ditentukan oleh sistem, sub sistem dan input yang ada di rumah sakit tersebut.

Jika mengingat pada tahun 1990 pernah dilakukan pelatihan terapi kelompok di RSJD Surakarta serta adanya petugas dan fasilitas yang khusus mengelola pelaksanaan terapi kelompok seharusnya pelaksanaan terapi kelompok mampu memberikan output yang lebih baik, karena itulah peneliti bermaksud melakukan penelitian terhadap pelaksanaan terapi kelompok yang dilaksanakan di RSJD Surakarta.

Pertimbangan lain RSJD Surakarta dijadikan tempat penelitian karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit jiwa terbesar di wilayah eks Karesidenan Surakarta, dan merupakan rumah sakit jiwa yang dipergunakan untuk mendidik calon perawat, calon dokter, calon psikolog, calon okupasi terapis , dan calon dokter spesialis jiwa, sehingga pelaksanaan program terapi kelompok akan dijadikan role model bagi para mahasiswa yang sedang praktek di RSJD Surakarta.

B. Perumusan Masalah

RSJD Surakarta telah melaksanakan program terapi kelompok secara rutin yang dikelola oleh unit rehabilitasi dengan 10 (sepuluh) orang pegawai sebagai terapis tetap, untuk mendukung program tersebut di RSJD Surakarta pernah

dilakukan pelatihan terapi kelompok. Namun demikian hasil penelitian yang dilakukan Adriani, dkk (2003) di RSJD Surakarta menunjukkan bahwa pasien yang mengikuti program terapi kelompok tidak mengalami perkembangan yang bermakna ke arah kesembuhan. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka dapat dikemukakan beberapa perumusan masalah sebagai berikut : “ Apakah pelaksanaan terapi kelompok di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan terapi kelompok pasien mental di rumah sakit jiwa serta apa yang menjadi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaannya?”.

Add comment


Go to top