Gaya Hidup

Y O G A

Yoga berasal dari bahasa Sanskrta 'Yuj'berarti "menghubungkan" atau "mempersatukan". Yoga adalah suatu teknik untuk menghubungkan kesadaran manusia dengan Ilahi. Pernyataan ini bukan berarti "penyatuan" Tuhan dan manusia secara fisika, namun kesadaran. Sebenarnya bukannya Tuhan yang terpisah dari manusia, tapi manusialah yang memisahkan diri. Ketidaktahuan (avidya) yang menjadi sebab terjadinya pemisahan antara manusia dan Tuhan. Jenis penyatuan ini sulit untuk diwujudkan. Namun, tiap usaha walaupun kecil tetap ada manfaatnya. Penyatuan ini seperti sungai menuju ke samudra yang kemudian lenyap meninggalkan nama dan bentuknya.

Begitu pula seseorang yang menyatu dengan yang Ilahi..Yoga bukanlah sesuatu yang berhubungan dengan agama atau kepercayaan tertentu. Yoga adalah Yoga. Yoga merupakan suatu satu seni spiritual yang lebih tua dari agama apa pun di dunia, termasuk agama Hindu dan Buddha.

Para Yogi (praktisi yoga) sudah terdapat di India jauh sebelum jaman Veda, jaman berdirinya agama Hindu. Namun harus diakui, bahwa Yoga sekarang merupakan warisan dari budaya India. Maka istilah-istilah dalam Yoga mempunyai banyak kesamaan dengan istilah-istilah dari agama yang lahir di India. Oleh karenanya, bila ingin mendalami Yoga, harus tidak keberatan menerima istilah-istilah sanskrta. Sebagaimana kita tidak pernah keberatan menggunakan istilah-istilah bahasa Inggris untuk mendalami ilmu Ekonomi. Sampai saat ini, praktisi yoga tidak hanya pemeluk Hindu saja, namun dari berbagai agama dan kepercayaan. Yoga adalah milik dunia,
tanpa ada ikatan agama maupun tradisi. Sebagaimana sinar matahari, semua berhak berjemur dibawahnya.

Bila kita mengenal Kungfu dan yang semacamnya sebagai sebagai suatu seni untuk membela diri, maka Yoga merupakan suatu seni untuk mengenal diri. Mengenal diri sendiri adalah syarat dalam spiritual. "Siapa yang mengenal dirinya, maka dia mengenal Tuhannya". Sebagai seni spiritual
(Sadhana), maka gerakan Yoga tidak seperti senam biasa, harus berlandaskan moralitas, barulah diperoleh kesadaran spiritual, sembuh dari penyakit, kebangkitan kundalini, dan penghapusan karma. Sebagaimana seni bela diri, berlatih Yoga juga memerlukan disiplin yang keras. Tidak ada
dispensasi untuk memperpendek jalan. Namun, berlatih Yoga tidak ada istilah terlambat untuk dimulai. Apakah seorang anak - orang tua, wanita - pria, cacat - sehat, terpelajar - buta huruf, bahkan seorang yang suci atau pendosa pun dengan kesungguhan hati semuanya dapat berlatih Yoga.

Latihan yoga tidak harus meninggalkan keluarga dan menyepi di hutan. Seorang Yogi (praktisi yoga) bisa saja berada di tengah keramaian dunia. Seperti bunga teratai yang tumbuh di lumpur, tapi tidak tercemar oleh lumpur.

Teknik yoga merupakan explorasi terhadap diri sendiri, sehingga dapat memaksimalkan segenap potensi diri yang belum dikenali. Tubuh manusia merupakan perangkat komputer yang super canggih sekaligus pesawat yang dapat membawa dirinya menjelajah ke seluruh pelosok penjuru bumi dan langit Yoga membawa manusia untuk melampaui yang fana, baik yang tampak
maupun tidak tampak. Yoga menuntut pengalaman langsung. Tidak hanya berkutat pada pengetahuan saja, sebagaimana kaum cendekiawan, berolah pikir dan berdebat tentang Tuhan, alam dan manusia, tapi tidak pernah sampai pada pengalaman yang lebih jauh tentang alam, manusia, dan Tuhan.

Bahkan seringkali justru terjerumus pada pen-dewa-an akal dan alam, kemudian mengesampingkan Tuhan. Mereka tidak memiliki pengalaman rohani, karena tidak pernah menterjemahkan pengetahuannya dalam hidup sehari-hari. Menguasai berbagai kitab suci, tapi tidak memahaminya. Memahaminya tapi tidak melaksanakan. Di sinilah perbedaan antara para Yogi dengan para cendekiawan.


B. Jenis-Jenis Yoga

Di bumi ini ada ratusan bahkan ribuan macam Yoga. Secara garis besar dapat dibedakan dalam empat macam, yaitu Jnana Yoga, Bhakti Yoga, Karma Yoga, dan Raja Yoga. Adapun Mantra Yoga, Japa Yoga, Hatha Yoga, Kundalini Yoga, dll. dikatagorikan sebagai Yoga hasil dari pengembangan. Namun semua perbedaan terjadi hanya pada penekanannya saja, adapun tujuannya sama.

Jnana Yoga, merupakan yoga yang dilakukan dengan penekanan pengetahuan. Praktisi yoga ini beranggapan bahwa kebodohan (avidya) merupakan penyebab utama terjadinya kesalahan dan kelalaian. Terhapusnya kebodohan, maka terhapus pula kemiskinan, ketidakadilan, kesewenangan, serta kerusakan alam semesta. Dengan demikian semakin damai dunia. Semua itu dikarenakan manusia tahu akan hakekat dirinya. Manusia yang tahu hakekat dirinya, maka dia akan tahu hakekat Tuhannya.

Karma Yoga, merupakan yoga yang dilakukan penekanan pada tindakan. Para praktisinya selalu memperhatikan segala sesuatu yang diperbuatnya, sehingga tidak menimbulkan karma yang membawa pada penderitaan. Para praktisinya tidak pernah mengeluh menghadapi masalah kehidupan. Semua masalah dipandang merupakan akibat dari karma yang telah dibuatnya, maka
harus diterima dan dihadapi sebagai pendidikan dan kasih sayang Ilahi.

Konsep ini banyak disalah-pahami sebagai konsep hidup pasif, padahal konsep ini justru membawa manusia menjadi aktif dalam menghadapi kehidupan. Karma Yoga mengajarkan pada manusia untuk menghadapi dan menyelesaikan persoalan, bukan melarikan diri dari persoalan. Praktisi Karma Yoga tidak pernah melarikan diri dari masalah. Melarikan diri bukan solusi, tapi
justru menimbun masalah dan membuat masalah baru. Masalah tidak akan pernah hilang, yang ada hanyalah penundaan dan penumpukan. Untuk menyelesaikannya, mau ataupun tidak, suka ataupun terpaksa, semua harus dihadapi.

Entah kapan, yang jelas semua persoalan perlu penyelesaian. Banyak penderita stress, bahkan yang bunuh diri, dikarenakan tidak mau menerima suatu persoalan sebagai kenyataan dan menyelesaikannya, kemudian melarikan diri tanpa mau menghadapi dan menyelesaikannya.

Bhakti Yoga, merupakan yoga yang dilakukan dengan penekanan pada bakti kepada Tuhan, yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Tuhan. Semuanya dilakukan dengan cinta tanpa memiliki pamrih apa pun (termasuk ingin masuk sorga). Kecintaan praktisi Bhakti bermakna luas. Bukan hanya pada Tuhan, namun juga pada semua ciptaanNYA. Mencintai ciptaan merupakan manifestasi dari mencintai Sang Pencipta itu sendiri. Cinta seorang Bhakta tidak membeda-bedakan ras, suku, bangsa, dan agama. Tidak membenci yang miskin maupun yang kaya, yang indah maupun yang buruk, yang pintar maupun yang bodoh, yang beriman maupun yang kafir.

Raja Yoga, merupakan yoga yang dilakukan dengan menekankan pada pengendalian pikiran. Dengan mengendalikan pikiran, maka terkendali pula semua indra-indra manusia. Hasil dari semua itu disebut Pencerahan, Manunggaling Kawula Gusti (Jw.). Makrifatullah (Is.). Apapun namanya, bukan suatu masalah yang patut diperdebatkan. Perkembangan kemudian, hanya Raja

Yoga lah yang dikenal sebagai Yoga. Bagi praktisi Raja Yoga, praktek Hatha, Japa, Mantra, Kundalini, dsb. bukanlah sesuatu yang terpisah.

C. Bagian-Bagian Yoga

Patanjali, seorang Yogi, menerangkan bahwa yoga memiliki 8 bagian yang tidak terpisahkan. Bagian-bagian yoga tersebut tidak dapat dipisahkan, sebagaimana bagian tubuh manusia yang juga tidak dapat dipisah-pisahkan. Kedelapan bagian itu adalah :
1. Yama (menjauhi larangan),
2. Niyama (mentaati perintah),
3. Asanas (sikap-sikap badan),
Asanas adalah pengaturan sikap-sikap tubuh. Dalam perkembangannya menjadi sebuah teknik yang disebut Hatha Yoga, yoga yang mempelajari berbagai postur-postur untuk memperbaiki sistem tubuh. Seorang praktisi Hatha Yoga melakukan berbagai postur tubuh untuk merangsang berbagai kelenjar dan syaraf, selain untuk keseimbangan tubuh dan menjaga keremajaan seluruh persendiannya. Asanas tidak hanya berarti sikap yang nyaman dalam postur-postur tubuh saja, tapi secara luas adalah pola hidup yang nyaman, yaitu pola hidup yang seimbang. Makan tidak berlebihan, puasa juga tidak berlebihan. Mencintai tidak berlebihan,-membenci juga tidak berlebihan, dan seterusnya. Rasa nyaman ini harus permanen-tidak temporer.
4. Pranayama (pengaturan prana),
5. Pratyahara (pengaturan indra),
6. Dharana (konsentrasi),
7. Dhyana (meditasi),
8. Samadhi (keseimbangan total).

Kedelapan bagian tersebut adalah satu kesatuan yang dikenal sebagai Astanga Yoga. Telah dijelaskan di atas bahwa Yoga adalah sadhana (disiplin spiritual), maka pondasinya adalah moralitas (Yama dan Niyama). Tanpa moralitas tidak dapat disebut sebagai Yoga.

Kemampuan supernormal (shakti) bukanlah tujuan yoga. Banyak sekali kemampuan supernormal dapat diperoleh dengan teknik yoga. Namun tanpa didukung dengan moralitas yang baik, maka kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan menunjang peningkatan spiritual para praktisi yoga. Keinginan untuk memperoleh kemampuan supernormal bukanlah sesuatu yang salah, namun keterikatan itulah yang tidak dapat dibenarkan. Bagi pemula seringkali kemampuan ini menjadi obsesi sehingga menghambat perkembangannya. Adapun bagi praktisi yang sudah memperoleh seringkali terjerumus dalam penyalahgunaan daya super tersebut sehingga membuat semakin jauh dari tujuan spiritual. Tanpa ditunjang dengan moralitas yang baik, kemampuan supernormal justru memperburuk kondisi praktisi. Perlu diingat bahwa segala perbuatan merupakan "sebab" yang akan melahirkan "akibat".

Rsi Patanjali menetapkan Yama dan Niyama sebagai dasar moralitas kehidupan spiritual. Aturan ini dibuat untuk para praktisi yoga supaya tetap berada dalam jalur spiritual yang benar. Dan hendaknya diingat bahwa moralitas bukan merupakan puncak tujuan hidup kerohanian, namun hanyalah merupakan suatu perangkat. Walau demikian moralitas harus digariskan sedemikian rupa sehingga mampu melengkapi kehidupan manusia dengan penuh "keserasian" dan "keindahan" untuk bergerak maju di dalam menempuh jalan kerohanian. Yama dan Niyama bukan suatu perangkat hukum yang bermakna perintah.

Yama dan Niyama adalah suatu nasehat yang tidak menekankan pada hukuman bila melanggar,
namun menekankan pada keuntungan bila dilaksanakan.

Demikian sekilas penjelasan tentang 8 bagian yoga yang diajarkan oleh Patanjali. Kedelapan bagian tersebut berkaitan-tidak bisa dipisahkan. Pelaksanaan dari 8 bagian tersebut itu-lah yang disebut yoga dalam arti yang sesungguhnya. Ini perlu dijelaskan karena bagi masyarakat Indonesia, yoga seringkali disalahartikan sebagai “akrobat” atau semacam “praktek-praktek klenik”, dan lain sebagainya.

I. Kelenjar-kelenjar penting dalam tubuh

Saling ketergantungan antara kelenjar dan emosi dihubungkan oleh kelenjar endokrin, yang memimpin simponi tubuh yang rumit dengan mengeluarkan cairan hormon ke dalam aliran darah. Hormon-hormon ini mempunyai bermacam-macam efek tidak hanya terhadap fungsi tubuh saja, seperti pertumbuhan, pencernaan, energi, seks, dan lain-lain, melainkan juga
berpengaruh terhadap pikiran. Kadar hormon memiliki efek yang bermacam-macam terhadap suasana hati, temperamen dan efisiensi mental. Kelebihan dan kekurangan hormon dapat menyebabkan gangguan emosi dan mental, yang merusak kesehatan dan ketenangan pikiran. Kelebihan hormon yang berasal dari kelenjar tiroid, misalnya akan membuat orang yang sangat normal menjadi gugup dan mudah marah. Pada saat ovulasi seorang wanita kelihatan optimis dan penuh percaya diri, yaitu pada saat hormon estrogen dan progresteron berkadar tinggi, akan tetapi wanita tersebut akan menjadi was-was dan pemarah ketika kadar hormonnya menurun, yaitu pada saat sebelum dan selama menstruasi.

Ada interaksi yang dinamis antara emosi, hormon dan penyakit - antara tubuh dan pikiran.
Hubungan di atas telah lama dirasakan oleh para yogi yang mengembangkan sistem latihan untuk memberikan tekanan yang spesifik pada bermacam-macam kelenjar endokrin.
a. Kelenjar Pineal
b. Kelenjar Pituitari
c. Kelenjar Tiroid dan Paratiroid
d. Kelenjar Timus
e. Kelenjar Adrenal
f. Kelenjar Pankreas
g. Kelenjar Gonads

II. Efek Asanas

Seluruh jaringan, sel, organ tubuh manusia dipengaruhi oleh hormon, pertumbuhan yang wajar dan fungsi bermacam-macam bagian tubuh hanya mungkin berjalan jika ada keseimbangan pengeluaran hormon, ketidakseimbangan sedikit saja dapat menyebabkan terjadinya berbagai macam penyakit.

Gerakan asanas membuat produksi hormon dari berbagai kelenjar menjadi seimbang. Posisi menekuk dan meregang dari gerakan asanas yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu, memberikan tekanan yang khusus dan kontinyu pada kelenjar-kelenjar, sehingga akan merangsang kelenjar dengan berbagai cara, mengatur produksi kelenjar dan akhirnya akan mengontrol emosi. Jika keseimbangan kelenjar teratasi, pikiran menjadi bebas dan ganggunan emosi serta ketenangan batin yang sempurna akan tercapai.

Go to top