Keislaman

MEMBUMIKAN SAYYIDINA MUHAMMAD DI BUMI NUSANTARA

Oleh : Ahmed Azzimi
MEMBUMIKAN SAYYIDINA MUHAMMAD DI BUMI NUSANTARA

Dalam setiap khutbah jumah, ceramah, pengajian-pengajian khususnya di Indonesia, sering ditemukan bahwa sang Khatib dan penceramah tidak mengunakan Lafadz ‘’Sayyidina’’. Sebagian lagi selalu dan selalu menggunakan ''Sayyidina Muhammad''. Bahkan, ada yang menambahi dengan ''Sayyidina, wa Maulana, wa Habibibina, Wa Syafiiina Muhammad''. Penggunaan istilah ''Sayyidina'' itu menjadi sebuah identitas. Tetapi menariknya, perbedaan itu tidak membuat orang-orang berselilih faham, karena keduanya saling memamahami indahnya sebuah perbedaan.

Ketika mendengarkan sebuah khutah atau ceramah dengan tanpa menggunakan ''Sayyidina'' persepsi yang muncul adalah ‘’ini masjid Muhammadiyah atau Wahabi salafi’’. Sebab, sebagian dari Muhammadiyah dan wahabisme, tidak terbiasa dengan mengucapkan ‘’Sayyidina Muhammad’’ dengan alasan bahwa Nabi SAW tidak menganjurkannya. Ada juga yang berpendapat bahwa Nabi SAW tidak mau diagungkan secara berlebih-lebihan.

Sedangkan sebagian lagi dari warga Muhammadiyah sudah terbiasa dengan menggunakan ''Sayyidina'' dalam khutbah, ceramah, karena menang KH Ahmad Dahlan dalam kitab Fikihnya selalu mengunakan lafadz (sayyidina), baik dalam sholat maupun di luar sholat. Begitu juga dengan muqoddimah Putusan Tarjih, tahun 1968-1969 juga menggunakan ‘’Sayyidina’’. Dengan begitu, anggapan bahwa Muhammadiyah tidak mau mengunakan sayyidina itu terbantahkan. Hanya saja, dalam berbagai kesempatan, baik ceramah, khutbah, sebagian dari mereka tidak menggunakan ‘’sayyidina’’.

Biasanya hadis yang dipergunakan untuk melarang (doktrin) tidak diperkenankan membaca ‘’sayyidina Muhammad’’ itu sebagai berikut: “Jangan kamu agungkan aku sebagaimana orang-orang Nasrani mengagungkan ‘Isa bin Maryan.Sesungguhnya saya adalah hamba Allah S.W.T maka panggilah saya ‘Abdullah wa Rasulullah.”. (H.R Ahmad).

Ada juga sebuah pernyataan bahwa Rosulullah SAW itu tidak mau di puji dengan berlebihan, dan kalimat ‘’Sayyidina’’ dalam bahasa Arab itu merupakan bentuk memuji secara berlebihan. Orang yang berpendapat seperti lupa, bahwa dalam ceramah, khutbah sering memuji Rosulullah SAW dengan istilah bahasa Indonesia ‘’Nabi besar/mulia’’ Muhammad SAW. Bukankan sebutan Nabi besar/mulia itu bagian dari pujian kepada Rosulullah SAW?

Arab Saudi yang paling tidak suka dan tidak setuju dengan penggunaan tambahan lafadz ‘’sayyidina’’ baik dalam sholat maupun diluar sholat sudah berubah. Zam-Zam Tower sebuah ikon baru di tanah suci Makkah sudah ada tulisan اللهم صلى على سيدنا محمد. Bangunan raksasa itu menarik perhatian jamaah umrah dan haji, sehingga kadang lebih menarik dari pada Baitullah. Bagi siapa saja yang melihat pucuk bangunan itu, akan melihat tulisan sholawat yang berwarna terang ‘’Allahumma Solli Ala Sayyidina Muhammad’’.

Saat ini, para pengajar di Masjidilharam, dan khotib jumat juga terbiasa mengunakan ‘’sayyidina’’. Ini saya rasakan ketika umrah pada bulan Ramadhan (2013), dan umrah pada februari 2014, khotib jumat berkali-kali mengunakan sayyidina Muhammad dalam sebuah khutbah ber-ulang-ulang.

Dulu, pada awal-awal berdirinya Arab Saudi, hingga ahir tahun 2004, penggunaan ‘’sayyidina Muhammad’’ masih sangat tabu, bahkan terkesan aneh. Sebagian orang, khususnya jamaah haji dan umrah selalu mengatakan:’’ di Makkah saja, sholawatanya tidak ada ‘’Sayyidina Muhammad’’. Al-Fatihanya juga tidak diawali dengan ‘’basmallah’’.Padahal, Makkah dan Madinah menjadi rujukan dan kiblat Islam dunia.

Bahkan saking ga suka dengan Sayyidina, sampai-sampai ada ustad di Indonesia mengatakan ‘’Sayyidina itu bukan dari nabi, tetapi tambahan dari ulama’’. Apalagi ketika mendengarkan orang islam Jawa yang mengatakan’’Kanjeng Nabi Muhammad’’ dikritik abis-habisan, karena telaha melakukan sesuatu yang tidak pernah di lakukan dan di ajarkan Nabi SAW.

Rupanya, sang ustad yang bilang seperti ini belum khatam ngajinya. Seolah-olah tidak pernah membaca hadis Rosulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, bahwasanya Rosulullah SAW mengatakan:’’ Ana Sayyidul Kaum Yauma Al-Qiyamah (HR Bukhori). Sedangkan dalam hadis muslim, Rosulullah SAW mengatakan:’’ Ana sayyidu waladi Adam yaumi Al-Qiyamah (HR Muslim).

Dalil dan pendapat ini tersebut di dalam hadith Bukhari dan Muslim bahwa pada suatu ketika Nabi Muhammad SAW tidak ada dalam kota dikarekan sedang pergi ke suatu tempat untuk mendamaikan dua kaum yang berselisih.

"أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَهَبَ إِلَى بَنِيْ عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ، لِيُصْلِحَ بَيْنَهُمْ، فَحَانَتِ الصَّلَاةُ، فَجَاءَ الْمُؤَذِّنُ إِلَى أَبِيْ بَكْرٍ، فَقَالَ: أَتُصَلِّيْ لِلنَّاسِ فَأُقِيْمَ؟ قَالَ: نَعَمْ، فَصَلَّى أَبُوْ بَكْرٍ، فَجَاءَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ يُصَلُّوْنَ، فَتَخَلَّصَ حَتَّى وَقَفَ فِي الصَّفِّ، فَصَفَّقَ النَّاسُ حَتَّى اِلْتَفَتَ أَبُوْ بَكْرٍ فَرَأَى النَّبِـيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَشَارَ إِلَيْهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ امْكُثْ مَكَانَكَ، فَرَفَعَ أَبُوْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَدَيْهِ فَحَمِدَ اللهَ عَلَى مَا أَمَرَهُ بِهِ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ ذَلِكَ، ثُـمَّ اسْتَأْخَرَ حَتَّى اسْتَوَى فِي الصَّفِّ، وَتَقَدَّمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى. فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ: يَا أَبَا بَكْرٍ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَثْبُتَ إِذْ أَمَرْتُكَ؟ فَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ: مَا كَانَ لِابْنِ أَبِيْ قُحَافَةَ أَنْ يُصَلِّيَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ".) رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ، ابن حبان، الشافعى، الطبرانى (

Nabi SAW pergi ke tempat Bani Amru bin `Auf untuk memperbaiki hubungan antara sesama mereka. Kemudian masuklah waktu sholat. Lalu seorang muadzin datang kepada Abu Bakar seraya berkata: Bolehkah engkau meng-imamkan sholat, kalau boleh saya hendak iqamah? Abu Bakar menjawab: Ya. Lalu Abu Bakar pun sholat (sebagai imam]. Kemudian Rasulullah SAW datang ketika mereka sedang melaksanakan sholat. Rasulullah SAW masuk ke dalam kerumunan sahabat sehingga sampai ke dalam saf. Orang pun menepuk tangan [sebagai memberikan isyarat] sehingga Abu Bakar ra menoleh, lalu dilihatnya Nabi SAW. Rasulullah SAW memberikan isyarat kepada Abu Bakar supaya tetap berada di tempatnya [meneruskan tugasnya sebagai imam], tetapi Abu Bakar menolak kedua tangannya seraya memuji Allah atas perintah Rasulullah SAW itu. Kemudian Abu Bakar berundur ke belakang sehingga sama dengan saf, dan Rasulullah SAW pun tampil ke hadapan lalu bersembahyang, baginda bersabda: Wahai Abu Bakar, apakah yang menghalangi engkau supaya tetap di tempatmu apabila aku menyuruh engkau? Abu Bakar menjawab: Tidak layak bagi anak Abu Quhafah untuk melaksanakan di hadapan Rasulullah SAW ”. (HR-Bukhari)

Dalam penjelasan ini, Abu Bakar ra mengutamakan tingkah laku yang sopan daripada melaksanakan perintah Rasulullah SAW menjadi Imam sholat, sementara Nabi SAW ada dibelakangnya. Inilah sikap yang tepat bagi seorang sahabat terhadap junjunganya Rosulullah SAW. Sangat tepat, jika para ulama menyebutkan ‘’sayyidina’’ baik dalam sholat maupun diluar sholat, karena memulyakan manusia yang dimulyakan Allah SWT.

Beberapa hadis yang mengisaratkan bahwa Rosulullah SAW mengatakan kalau dirinya itu ‘’sayyid’’ sebagai berikut:

"أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ ءَادَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ". رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ

Artinya:’’aya adalah pemimpin bagi sekalian anak Adam di hari kiamat kelak dan bukanlah untuk berbangga-bangga”. (HR at-Tirmizi).

Di dalam Redaksi lain, Rosulullah SAW bersabada:’’

عَن أبي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّع( رواه مسلم، أَبُو دَاوُدَ)

Artinya:’’ dari Abu Hurairah ra, dia berkata, Rosulullah SAW bersabda:’’Saya adalah pemimpin (sayyid) anak Adam di hari kiamat kelak dan bukanlah untuk berbangga-bangga dan orang yang pertama akan bangkit dari kubur dan orang yang pertama memberi syafaat dan orang yang pertama dibenarkan memberi syafaat” (HR Muslim dan Abu Dawud).

Dalam hadis lain Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ وَبِيَدِى لِوَاءُ الْحَمْدِ وَلاَ فَخْرَ وَمَا مِنْ نَبِىٍّ يَوْمَئِذٍ آدَمُ فَمَنْ سِوَاهُ إِلاَّ تَحْتَ لِوَائِى وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ تَنْشَقُّ عَنْهُ الأَرْضُ وَلاَ فَخْرَ(رواه الترمذى)

Artinya:’’Dari Abu Said, beliau berkata, Rosulullah SAW bersabda:’’ Saya adalah penghulu anak Adam [di hari akhirat kelak] dan di tangan saya panji-panji kepujian dan bukan untuk berbangga-bangga, nabi-nabi bermula dari nabi Adam sehinggalah ke bawah adalah dibawah naungan benderaku dan akulah orang yang mula-mula akan dikeluarkan dari kubur” (HR Al-Tirmidzi). (www.wisatahaji.com).

Go to top