Muhasabah

Ingin Menyerah

Tia sangat kecewa ketika mendapati kenyataan bahwa hampir semua
rencana yang selama ini dibuatnya ternyata tidak terlaksana. Awal
2006, rencana serupa pernah dibuatnya, tapi gagal total. Pada 2007,
kembali Tia membuat rencana yang sama, tapi baru berjalan sebulan,
belum juga terlaksana. Dia jadi putus asa dan malas.
Ambil contoh salah satu rencananya yaitu ingin tidak terlambat masuk
kerja. Tapi selama Januari saja dia hanya berhasil empat kali tidak
terlambat. Dia merasa sangat sulit berangkat lebih pagi karena
banyak yang harus dibereskan dulu.

Belum lagi rencananya untuk berolah raga lari pagi di sekitar
kompleks perumahan setiap Sabtu dan Minggu pagi, sampai kini juga
belum pernah sekalipun dilakukan. Selama ini selalu ada saja
alasannya. Yang masih mengantuklah, yang capailah, yang sedang
kurang enak badanlah, yang mau ke pasar, dan setumpuk alasan lain.

Ada lagi masalah kerapian meja kerjanya. Awal tahun ini Tia sudah
mulai membersihkan meja kerjanya agar tidak berantakan lagi. Hari
pertama sih bisa bersih. Tapi, sorenya mulai ada sehelai dokumen
yang belum sempat disimpan dan untuk sementara diletakkan begitu
saja di meja kerjanya.

Keesokan harinya, di atas meja kerjanya bertambah beberapa dokumen
lain yang belum sempat dibacanya dan ditumpuk di meja karena
rencananya keesokan harinya akan dibaca. Eh, ternyata keesokan
harinya banyak rapat sehingga tidak sempat membacanya. Hari itu,
muncul lagi beberapa dokumen. Hari kelima, meja kerjanya sudah
berantakan lagi.

Karena kesal, seperti biasa, Tia memasukkan tumpukan dokumen
tersebut ke dalam laci meja atau lemari yang terletak di
belakangnya. Dari luar, tampaknya meja kerjanya bersih, tapi dalam
laci dan lemarinya ternyata seperti kapal pecah.

Di dalam laci dan lemarinya, segala macam kertas bertumpuk-tumpuk,
dari dokumen yang sangat penting hingga surat tagihan kartu kredit,
atau tiket parkir yang sama sekali tidak penting.

Tia kadang-kadang membutuhkan waktu lebih dari satu jam untuk
mencari salah satu dokumen penting. Masalahnya, dia harus
mengeluarkan semua tumpukan kertas tersebut terlebih dahulu baru
mencari dokumen yang diperlukan. Memang repot sih, tapi sudah dua
minggu Tia tidak berusaha merapikan lagi. Percuma, katanya.

Siang tadi atasannya bercerita. Beliau paling tidak suka olahraga,
tapi anak laki-lakinya yang masih duduk di bangku SD ternyata punya
hobi bermain bulu tangkis. Anaknya selalu mengajak sang ayah untuk
bermain bulu tangkis setiap malam. Untuk menemaninya berlatih.

Meskipun terpaksa, beliau mau juga. Demi kemajuan anaknya. Beliau
menceritakan betapa tersiksanya setiap malam harus bermain bulu
tangkis. Sudah lelah bekerja, masih harus bermain bulu tangkis
dengan anaknya, terlebih lagi beliau sebenarnya tidak bisa dan tidak
suka bermain bulu tangkis.

Jadi ketika bermain, beliau sering kalah. Entah sudah berapa kali
beliau ingin menyerah dan berhenti main. Tapi melihat anaknya sangat
senang, beliau tidak tega.

Apalagi, katanya, beliau ingat Richard DeVos, pendiri dan mantan
presiden Amway Corporation, yang pernah mengatakan: "Keinginan untuk
berhenti adalah penghalang terakhir antara Anda dan impian Anda."

Mengingat kata-kata itu, beliau terus berlatih bulu tangkis. Setiap
malam. Biarpun kadang-kadang malas, dipaksakannya juga. Eh, lama
kelamaan jadi timbul rasa suka. Sekarang, katanya, beliau dan
anaknya sudah cukup mahir, malah sudah pernah ikut lomba bulu
tangkis di lingkungan RW. Menang lagi. Kunci suksesnya "Tidak boleh
berhenti." Berlatih terus sampai bisa. Ingat kata-kata Richard
DeVos, katanya.

Tia jadi bersemangat lagi mendengar cerita itu. Selama ini Tia
sadar, setiap mau merapikan mejanya, dia seringkali menuruti
perasaan malasnya. Akhirnya dia menyerah dan berhenti merapikan
meja. Padahal kalau tiap sore dirapikan, tidak berat kok. Yang bikin
berat kan kalau ditumpuk?

Setiap akan lari pagi, sebenarnya Tia juga merasa malas. Akhirnya
dia berhenti berusaha dan tidak pernah lari pagi. Padahal rencana
itu kan tidak sulit. Tinggal keluar rumah dan lari pagi sebelum ke
pasar. Kalau dipaksakan pasti bisa.

Begitu pula disiplin untuk berangkat lebih pagi agar tidak terlambat
ke kantor. Sebenarnya kalau mau jujur, bisa sih berangkat lebih
pagi. Urusan rumah bisa dikerjakan malam sebelumnya. Tidak ada yang
mendesak sekali. Sebetulnya tinggal diatur saja. Tapi dia sudah
berhenti berusaha.

Tia ingin menjalankan rencananya lagi. Tiap malam dia akan
membereskan segala sesuatu agar keesokan harinya bisa berangkat
lebih pagi. Dia akan terus melatih dirinya dan tidak akan berhenti
berusaha.

Setiap Sabtu dan Minggu pagi, dia akan lari pagi dalam perjalanan ke
pasar yang tidak terlalu jauh. Sekalian langsung belanja. Tiap sore
dia akan merapikan meja kerjanya sebelum pulang. Dia berniat tidak
akan pulang sebelum mejanya rapi. Pokoknya sekarang dia tidak mau
gampang menyerah. Tidak mau berhenti berusaha. Sampai berhasil.
Never quit!

Go to top