Seorang bapak berjalan dengan anaknya yang masih kecil melewati sebuah jalan, dan pada saat yang bersamaan di tempat tersebut lewat seorang Presiden. Si bapak menyapa dengan penuh hormat, menyalami dan bersiap untuk menerima perintah. Bagi si Bapak, menerima perintah dari sang Presiden yang ia cintai dan kagumi adalah suatu kehormatan. Adapun si anak tidak mengacuhkan, bahkan sang Presiden ia permainkan, ia tertewakan dan lempar dengan batu.
Tindakan bapak tadi yang manaruh hormat adalah perwujudan dari tahu dan sadarnya ia dengan siapa sedang berhadapan, dan kalau ia sampai salah sikap, tentu bisa jadi akibat fatal akan menimpanya. Karena ia sadar, Presiden dengan segala wewenang dan kekuasaannya bisa melakukan apapun.
Adapun sikap anak kecil yang tidak acuh dan mempermainkan adalah perwujudan dari kebodohannya dengan siapa ia sedang berhadapan.
Ma`rifatullah adalah titik sentral baik dan bagusnya ibadah kita. Semakin bertambah dan dalam pengetahuan kita tentang Allah akan semakin besar frekuensi dan kualitas ibadah dan ketaatan kita. Karenanya, Allah menyebutkan dalam Al-Qur`an bahwa hamba-hamba yang punya rasa takut di hatinya pada Allah adalah orang-orang yang berilmu.
Dan dari baiknya ma`rifatullah akan terwujud ketaatan yang total pada Allah. Segala berita yang datang dari Allah akan diyakini 100 persen, tanpa ada keraguan satu persenpun. Segala perintah yang Allah sampaikan akan diikuti dan segala larangan akan ditinggalkan. Baik karena takut akan siksaNya kalau membangkang atau karena terdorong untuk mendapatkan balasan pahala yang telah dijanjikanNya.
Diantara langkah-langkah yang harus kita tempuh untuk mengenal Allah adalah dengan selalu membaca dan mentadabburi Al-Qur`an, hadits-hadits Rasulullah Saw., perkataan para sahabat, tabi`in dan generasi as salafus soleh setelah mereka. Kemudian, kita juga perlu menggunakan akal yang telah Allah berikan untuk merenungkan penciptaan diri kita dengan segala kelengkapan dan keindahannya, penciptaan alam semesta dengan segala keteraturan, keindahan dan segala isinya. Sehingga sampailah kita pada kesimpulan, maha suci Allah tidaklah Ia menciptakan semua ini dengan sia-sia.
Dengan terus mengenal Allah, tidak akan henti lidah ini untuk memuji Allah, bersyukur padaNya, takut pada siksaNya, yakin dengan janjiNya dan rindu yang sulit tertahankan untuk bertemu denganNya.
Dan kalau sudah kenal, akan tumbuhlah rasa cinta. Rasa cinta akan selalu hadir dalam hati, akan mengalir seperti derasnya aliran air, cinta yang semakin menggebu dan memabukkan.
Dan kalau sudah cinta, akan datang dengan sendirinya rasa patuh dan tunduk pada yang dicintai. Semuanya akan dikorbankan untuk yang dicintai, tidak hanya harta benda, bahkan jiwa ragapun akan diberikan pada yang dicintai.
Kita sendiri sering melihat, bagaimana rasa cinta begitu kuat mempengaruhi sikap seseorang. Karena cinta, seseorang rela untuk sengsara, menempuh penderitaan dan merasakan kegetiran, Almuhib muthi`un liman ahabba.
Nah, kembali pada diri kita, bagaimanakah sikap kita selama ini dihadapan Allah? Apakah seperti seorang bapak yang menaruh rasa hormat pada sang Presiden ataukah seperti anak kecil yang tidak mengacuhkan?
Setiap kita dengan jujur tentu mengetahui jawabannya. Bila perasaan cinta pada Allah telah hadir dalam diri kita, mari kita bersyukur pada Allah dan berdo`a, semoga Ia selalu menjaganya. Bila ia masih lemah, kadang patuh, tapi ketika dalam kesendirian, kita merasa leluasa untuk berbuat apapun, berarti kondisi hati kita sedang sakit, kita belum sepenuhnya kenal dan cinta pada Allah, masih setengah-setengah. Namun, bila kita selalu mengabaikan perintah Allah dan tidak meninggalkan laranganNya, bahkan apa yang Allah perintahkan kita tinggalkan, apa yang Ia larang kita lakukan, dengan demikian kita masih belum kenal dengan Allah. Ada dua kemungkinan, kemungkinan pertama, adalah karena kebodohan kita dan untuk hal ini kita harus terus dan banyak belajar sampai mengenal Allah. Kemungkinan kedua adalah, karena keangkuhan nafsu dan mengikuti bisikan setan, untuk hal ini, kita mesti cepat menyadarkan diri sebelum terlambat.
Presiden akan bisa ma`lum pada anak kecil atas perlakuannya yang kurang ajar tersebut, karena kebodohannya. Tapi ketika dilakukan oleh orang yang sudah dewasa, yang sudah tahu dengan siapa ia sedang berhadapan, pastinya sang Presiden akan sangat murka, marah dan dengan wewenang yang dimilikinya, para pembangkang dan pemberontak akan ia tangkap, akan dipenjara dan akan disiksa sesuai dengan kejahatan yang dilakukan.
Dan bagi Allah Swt. permisalan yang lebih tinggi. Manusia yang bodoh, yang tidak tahu akan hakekat dirinya yang lemah, hakikat tentang dirinya sebagai seorang hamba, tindakan salah akan menjadi ma`zur baginya. Namun, ketika telah datang berita kebenaran padanya, telah datang cahaya petunjuk kehadapannya, namun ia tetap membantah, membangkang, tentu kemurkaan Allah pada manusia seperti ini akan besar. Dan bila kemungkaran dan pembangkangan itu terus berlanjut sampai ia meninggal, kelak di akhirat ia akan diseret dengan rantai oleh malaikat yang penuh dengan kebengisan dan melemparkan orang tersebut kedalam neraka, dan disanalah ia akan disiksa sesuai dengan tingkat kekufuran dan dosa yang ia perbuat.
Mari kita terus mengenal Allah dengan memperbanyak mentadabburi ayat–ayatNya agar dengannya iman kita bertambah dan keyakinan kita menjadi kokoh.
Lihatlah pada matahari yang tidak lelah dan henti menyinari alam semesta, siapakah yang telah menciptakannya? Lihatlah pada langit yang tinggi, siapakah yang telah mengangkat dan menahannya sehingga ia tidak runtuh? Lihatlah pada burung yang terbang, siapakah yang menahannya? Lihatlah pada berbagai macam tumbuhan, siapakah yang telah menumbuhkannya dan menciptakan berbagai jenisnya? Lihatlah binatang ternak, siapakah yang telah menciptakan dan menundukkannya untuk manusia? Dan kepada gunung, siapakah yang telah menancapkannya? Dan lihatlah kepada bumi, siapakah yang telah menjadikan datar dan terhampar? Dan lihatlah pada diri kita, pada mata yang setiap hari kita gunakan untuk melihat, telinga yang setiap hari kita gunakan untuk mendengar, lidah untuk membantu berbicara, suara yang kita keluarkan, tangan, kaki, rambut akal dan hati, siapakah yang memberi semua itu?
Siapakah yang telah mengukur pertumbuhan tulang-tulang kita, sehingga ia tumbuh dengan seimbang, tidak panjang sebelah, siapakah yang mengukur panjang tangan kita, yang menahan pertumbuhan gigi, alis mata, jari-jari, dan lain sebagainya?
Belumkah semua hal itu mampu mengetuk pintu hati kita untuk mengenal Allah?Untuk mencintaiNya dan patuh padaNya.
Siapakah yang menurunkan hujan dari langit? Siapakah yang telah menumbuhkan berbagai buah-buahan dengan aneka rasa dan jenisnya? Ialah Allah, Tuhan yang kepadaNya semua makhluk akan kembali dan dikumpulkan. Yang dalam genggamanNya segala sesuatu. Tuhan yang Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan, Tuhan yang mengetahui jumlah dedaunan, yang memahami semua bahasa makhlukNya, yang tidak henti siang-malam merawat dan menjaga alam semesta, Tuhan yang mengetahui isi hati, yang mendengar semua kata-kata dan yang melihat semua perbuatan hamba-hambaNya.
Tuhan yang melihat semut yang hitam, yang berjalan diatas batu yang hitam dalam kegelapan malam yang pekat. Tuhan yang mengetahui jumlah tetesan air hujan.
Kalau kita perhatikan, masih banyak manusia yang belum mengenal Allah, bahkan orang-orang yang menamakan dirinya muslim masih banyak yang belum nampak dari tindakannya bahwa ia kenal dengan Allah. Mungkin kita sendiri termasuk kedalam golongan tersebut.
Perhatikanlah tindakan-tindakan kita selama ini, kata-kata kita, pikiran-pikiran kita, keinginan-keinginan kita, sikap kita dan pengamalan agama kita. Apakah telah terwujud dari rasa kenal kita pada Allah, kenal dengan arti yang sesungguhnya?
Karena, kalau kita sudah kenal, kita akan cinta padaNya dan kalau sudah cinta kita akan tunduk dan patuh padaNya. Bila ini belum terwujud, berarti kita perlu membenahi lagi ma`rifatullah dalam diri kita.
Semoga bermanfaat dan menjadi bahan renungan kita bersama.
Salam,
Abu Fathma