Muhasabah

Menjadi Kaya dengan Memberi

Sebut saja namanya Izul, kawan sedaerah satu keberangkatanku ke Kairo ini adalah tipe orang yang supel. Wajahnya yang murah senyum membuat orang senang berteman dengannya. Sikapnya luwes, dan selalu ringan tangan untuk membantu siapa saja yang membutuhkan. Makanya tidak heran, ia memiliki relasi yang cukup banyak semasa dia berada di negeri kinanah tempat kami belajar sekarang.

Kebanyakan kawan Medan yang kujumpa di sini cenderung kurang bergaul dengan kalangan luar. Kecuali bagi sebagian mereka yang memang menekuni usaha bisnis kecil-kecilan di samping belajar. Atau juga mereka yang aktif di beberapa organisasi masisir (mahasiswa Indonesia di Mesir). Ini sangat beda dengan kawan yang berasal dari daerah lain. Mereka lebih terbuka, dinamika belajarnya lebih tinggi, ya walaupun dari sisi akademis semuanya sama, tapi dilihat dari kreatifitas yang dibuat serta pergaulan yang ada, mereka bisa diandalkan.

Izul bukan orang yang kaya dari segi finansial, tapi bukan pula orang yang tak punya. Kehidupannya sama seperti kebanyakan mahasiswa kita. Namun yang saya perhatikan kebersahajaan dalam hidupnya lebih bernilai dari orang yang tergolong “punya”.

Hal yang paling dikenal darinya adalah sikap sigapnya jika di antara kita butuh flat untuk tempat tinggal. Ia banyak kenal dengan penduduk setempat, dan dari gurunya (orang Mesir) kita sering dapati flat yang lumayan bagus dengan harga terjangkau. Di samping itu, jika kita butuh bantuannya ketika ingin pindahan, maka ia berusaha selalu hadir di selah-selah kesibukannya.

Mungkin bisa dikatakan, dia bukanlah orang yang sering memberi bantuan uang kepada orang lain. Tapi, sumbangsih dalam pergaulannya sehari-hari membuat orang menaruh hormat dan banyak terima kasih. Prinsipnya, ia akan berusaha memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain. Sebab ia ingin menjadi orang yang terbaik seperti yang disebutkan rasul.

Dalam salah satu hadis disebutkan; seseorang akan diperlakukan bergantung pada bagaimana ia memperlakukan orang lain. Ungkapan ini cukup ma’ruf, dan realitanya yang berlaku juga seperti itu. Orang bilang, memberi dahulu baru menerima. Dalam masyarakat, orang akan dihormati manakala ia menghormati orang lain. Ia tidak akan diremehkan kalau ia selalu menghargai orang lain. Orang tua misalnya, pasti akan selalu dihargai oleh anaknya kalau mereka selalu menyayanginya. Seorang guru akan dihormati oleh murid-muridnya jika ia menaruh perhatian yang serius terhadap potensi yang dimiliki para muridnya.

Sikap memberi ini sangat dianjurkan oleh agama. Dalam hadis yang lain, rasulullah pernah memberitahukan bahwa Allah swt senantiasa memberikan pertolongan kepada hamba-hambanya yang gemar menolong sesama. Dalam Al quran juga diperintahkan agar kita senantiasa memberi pertolongan dalam hal kebaikan dan takwa.
Berkaitan hal ini W. Clement Stone mengungkapkan; untuk mendapatkan lebih banyak kehidupan, pertama-tama anda harus memberi lebih banyak. Dalam prinsip ekonomi juga dikenal, untuk memperoleh pemasukan yang banyak harus melakukan produksi yang banyak pula.

Begitulah hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Makanya tidak heran kalau ada orang yang sering membantu, hidupnya akan lebih mudah sebab saat ia membutuhkan bantuan maka banyak orang yang mengulurkan tangan untuk membantunya.

Itulah kekayaan yang diperoleh dari memberi. Dengan memberi bantuan, diri kita akan menjadi kaya melalui jaminan dari bantuan orang lain. Bukankah salah satu karakteristik orang yang kaya adalah mereka yang saat butuh sesuatu maka mereka bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Dan kalaupun orang yang gemar memberi pertolongan ini tidak mendapat bantuan dari orang lain, namun Allah tetap akan membantunya dan akan memenuhi hajatnya di dunia dan akhirat.

Go to top