Kita semua adalah "anak.". Meskipun sebagian kita sudah ada yang berkeluarga, menjadi orang tua, atau bahkan sudah ada yang punya cucu, tetapi hal itu tidak bisa menghilangkan hakikat bahwa kita punya atau pernah punya orang tua, ayah bunda kita, artinya kita anak mereka. Suatu hakikat yang tidak bisa kita pungkiri, meskipun juga sebagian orang ada yang tidak tahu siapa ayah dan bunda kandungnya.
Hakikat kita sebagai "anak", kadang-kadang kita lupa atau melupakannya, bahkan kita ingin melupakannya... Hal itu terlihat dalam ucapan, pikiran dan perbuatan-perbuatan kita suatu saat misalnya, "Aku khan sudah besar??", "Aku bukan anak-anak lagi tau!!", "Aku sudah pake saragam putih abu-abu nih!", ketika misalnya kita mendapat nasehat yang kita rasakan terlalu mendekte baik itu dari orang tua kita atau orang yang lebih tua dari kita, atau dengan perbuatan kita yang tidak mendoakan mereka atau tidak berhubungan dengan mereka bila mereka jauh dari kita.
Ketika kita menjadi orang tua atau sudah punya anak, mungkin kita baru akan tahu, bagaimana sosok orang tua yang kita lupakan, bagaimana perasaan mereka pada anak-anaknya, bagaimana mereka merasakan tanggung jawab yang ada dipundak mereka, sehingga sebesar apapun anak itu, orang tua akan merasa bahwa dia tetap anaknya, masih tetap memberinya nasihat-nasihat yang mungkin dipikir oleh anaknya tidak dibutuhkan lagi, atau mungkin malah tetap memandang anaknya yang sekarang adalah tetap anaknya yang 20 atau 30 tahun yang lalu...
Kembali kepada hakikat bahwa kita sebagai anak, terkadang kita lupa untuk menunaikan kewajiban kita sebagai anak, apalagi yang hidup berjauhan dari orang tua, karena kesibukan kita, karena jarak yang jauh, atau karena sebab lainnya, kita sejenak melupakan bunda atau ayah kita.
Aku yang sejak lulus sekolah dasar hidup berjauhan dengan orang tua, dan hanya bertemu beberapa kali dalam setahun, sering sekali melupakan keberadaan orang tua dan hakikatnya. Alhamdulillah kahir-akhir ini, aku sering diingatkan isteri tercinta, meskipun tidak dengan kalimat langsung untuk ingat orang tua, tapi dengan keadaannya, yang mengingatkanku kepada orang tua, terutama kepada bunda, iya bundaku.
Artikel ini aku tulis pertama kali pada pertengahan Juli lalu, waktu itu isteriku sedang hamil sekitar empat bulanan (Alhamdulillah sekarang telah melahirkan putri pertama kami). Isteriku yang sebelumnya langsing, tidak punya perut, sekarang perutnya seperti setengah bola… sehingga kalau jalan pun harus pelan-pelan, berat, tidak bisa seenaknya bergerak cepat-cepat atau keras-keras, kadang-kadang (mungkin karena adeknya lagi main-main didalem yah?) tanpa sebab yang jelas tiba-tiba perut terasa sakit, tidak bisa digambarkan sakitnya, kata isteri. Aku yang hanya melihat, seakan-akan ikut merasakan sakitnya, kadang terfikir untuk menggantikan sakitnya, atau paling tidak membagi setengah sakitnya kepadaku.
Ternyata rasa sakit-sakit yang dialami isteriku dan semua ibu-ibu yang sedang mengandung terutama masa-masa hamil muda, belumlah seberapa bila dibandingkan dengan rasa sakit ketika hari-hari akhir menjelang melahirkan, perut yang berkontraksi dengan hebat, bayi yang menendang-nendang ingin keluar, rasanya tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Aku hanya bisa terdiam sambil sesekali mengelus-elus perut isteriku berharap bisa mengurangi rasa sakitnya.
Subhanallah… kata isteriku setelah melahirkan… ternyata rasa sakit ketika kontraksi mau melahirkan, yang sampai membuat isteriku berlinang air mata, tidaklah seberapa dibandingkan rasa sakit ketika kontraksi final waktu sibayi akan lahir… ketika itu nafas harus ditahan, konsentrasi semua tenaga dikeluarkan sekuat-kuatnya sambil hati dan fikiran yang terus berdio'a dan berharap semoga si adik lahir selamat, tidak difikirlan lagi keselamatan dirinya, yang penting si adik bisa selamat…
Dan ternyata lagi… rasa sakit itu belumlah selesai meskipun si adik sudah lahir…
Hari-hari pertama setelah melahirkan, semua badannya merasakan sakit, mulai dari kepala yang sering pusing-pusing, payudara yang mengeras, perut juga sering melilit-lilit dan tentunnya sakit dibagian bawah tubuh yang mengeluarkan bayi…
Payudara yang mengeras bila tidak dikeluarkan air susunya… membuat tubuh menjadi meriang dan demam. Rasa sakit ketika buang air, bekas-bekas jahitan yang belum mengering pedih rasanya bila terkena air.
Keadaan inilah yang mengingatkanku dengan ibunda, pernah sekali isteri mengingatkan hal itu, untuk mengingat bunda di Indonesia, seterusnya aku tidak usah diingatkan, setiap kali melihat keadaan isteri aku jadi ingat juga dengan bunda.
Ya Allah bagaimana bunda dahulu (seperti isteriku juga) ketika tengah mengandungku? Pasti merasakan sakit juga, pasti berat juga jalannya, pasti tidak bisa seenaknya bergerak atau beraktifitas, mungkin juga dulu aku sering nendang-nendang perutnya?? Pasti dulu aku merepotkanmu bunda?
Belum lagi aku bayangkan keadaan bunda ketika melahirkannku… alhamdulillah dengan normal, tapi itu pasti lebih sakit daripada kalau operasi khan? Belum lagi ketika aku bayi, mungkin sering ngompol kalo malam-malam, mengganggu tidur bunda, mungkin sering menangis, membuat bunda sedih, dan banyak hal lagi yang membuat ibu selalu khawatir dan bersedih hati.
Bunda… betapa berat beban yang kau tanggung, untuk membesarkanku.. tapi aku yakin, bahwa bunda pasti melakukan semua itu dengan senang hati, dengan ikhlas tanpa pamrih, dengan penuh kasih sayang, sehingga aku sebesar ini. Yaa Allah sungguh Maha Benar Engkau, yang telah berfirman "kelemahan- di atas kelemahan" QS 31:14.
Sungguah aku anak yang tak tahu diri, kalau melupakan semua itu, melupakan jasa-jasa bundaku, yang membesarkan dan mendidikku, dan tidak membalas jasa-jasanya. Bunda… terimalah maafku, yang kadang melupakanmu, membuatmu khawatir dan bersedih.
Bundaku… terima kasih atas segala sesuatu, yang telah engkau lakukan, yang telah engkau korbankan, untuk menjadikanku menjadi seperti sekarang.
Bundaku… aku sekarang hanya bisa membalas semua budimu… dengan selalu menyertakanmu, dalam do'a-do'aku, dalam munajat-munajatku, semoga Allah membalas semua amal baikmu, semoga Allah menerima semua amal-amalmu, mengampunkan dosa-dosamu, semoga Allah mencintai dan menyayangimu, sebagaimana engkau mencintai dan menyayangi dan mendidikku… yaa Allah terimalah do'aku. Amiin.