Pertanyaan :
Mengikuti kritik yang gencar sekali di buletin Al Huda tentang kehidupan ekonomi, membuat saya termenung dan juga bingung Kesan saya sepertinya pemerintah begitu tidak tahunya, atau kalau boleh saya katakan, bila saya ikuti buletin Al Huda apa adanya, maka bisa dikatakan bahwa pemerintah kekurangan ilmu, pemerintah kita begitu bodohnya!
Padahal disisi lain sama kita ketahui bahwa ekonomi Indonesia disusun dan dirancang oleh para ekonom jempolan. Ekonom terbaik Indonesia. Ekonom paling jempolan yang Indonesia miliki. Prof. DR. Wijoyonitisastro dan Prof. DR. Emil Salim yang merancang politik ekonomi Indonesia dan yang merancang pembangunan jangka panjang lima puluh tahun, yang kemudian merincinya lagi dalam pembangunan 2 X 25 tahun.
Setelah itu merincinya lagi dalam pembangunan lima tahun yang dikenal sebagai “Repelita” (rencana pembangunan lima tahun). Terakhir disusun aplikasinya secara tahunan, yang terurai satu per satu di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara(APBN).
Kemudian Prof. Wijoyo dan Prof. Emil Salim dibantu oleh puluhan profesor lainnya dan ratusan doktor. Semuanya adalah ekonom terbaik dan paling jempolan Indonesia pada masanya. Begitu pula di Bappenas sekarang diisi oleh puluhan doktor dan profesor yang sebagian diantaranya lulus dengan cumlaude dan memiliki prestasi ilmiah yang tinggi.
Saking jempolannya para ekonom itu sampai-sampai mereka tidak lagi disebut ekonom saja, melainkan disebut teknokrat. Semua rancangan ekonomi mereka tentunya berdasarkan ilmu, asumsi dan argumen yang kuat. Jadi dimana salahnya?
Bukankah agama Islam mengajarkan agar semua urusan diserahkan kepada ahlinya? Bukankah ekonomi Indonesia sudah diserahkan dan sudah diurus oleh para ahlinya ? Jadi dimana salahnya ?
Tapi nyatanya ekonomi kita berantakan. Indonesia terjerumus kedalam jurang krisis yang sangat dalam. Tapi Bappenas tidak bergeming, tetap saja menjalankan politik ekonomi yang sudah menjadi pakem selam 40 tahun lebih, dengan hasilnya yang sama kita saksikan rakyat semakin miskin dan semakin melarat.
Indonesia semakin hari semakin lemah dalam percaturan internasional dan semakin tertinggal dari Singapura dan dari Malaysia, apalagi kalau dibandingkan dengan Jepang, Korea Selatan dan Cina, Indonesia jadinya tidak ada apa-apanya. Kita jadinya seperti bahan olok-olokan dunia.
Tapi pemerintah sepertinya tidak merasakan seperti apa yang kita rasakan. Orang-orang Bappenas sepertinya tidak merasa bahwa mereka gagal. Apalagi kalau sampai merasa berdosa Indonesia jadi begini. Sepertinya semua kesalahan adalah kesalahan Pak Harto sendirian. Orang-orang Bappenas tidak punya rasa bersalah sedikitpun.
Padahal seperti diuraikan oleh buletin Al Huda selain kesalahan perseorangan secara pribadi, sesungguhnya yang lebih berat lagi itu adalah kesalahan kebijakan. Kesalahan dalam merumuskan politik ekonomi. Saya menangkap bahwa dengan demikian dimaksudkan, Pak Harto memang salah. Tapi yang lebih penting lagi bahwa ada kesalahn yang lebih besar, yaitu kesalahan dalam merumuskan kebijakan Kesalahan dalam merumuskan politik ekonomi.
Cuma kembali kepada kebingungan saya diawal pertanyaan tadi, bukankah kebijakan ekonomi Indonesia itu disusun dan dirumuskan oleh para ekonom yang paling jempolan yang Indonesia miliki. Jadi dimana salahnya ?
Jawaban :
Kiranya yang pertama hendaklah kita sadari, bahwa ilmu itu cakupannya sangat terbatas. Seorang dokter senior Indonesia mengisahkan perjalanan hidupnya kurang lebih sebagai berikut:
“Ketika saya memilih fakultas kedokteran. Maka artinya secara sadar, saya mengambil langkah untuk tidak tahu tentang ilmu hukum, tentang ilmu ekonomi, tentang ilmu atom dan disiplin ilmu yang lain-lainnya. Itu adalah kenyataan. Ketika saya mengambil spesialisasi sebagai ahli penyakit dalam, berarti saya tidak mendalami tentang penyakit menular yang disebabkan kuman dan virus. Ketika saya menjadi ahli penyakit dalam tentang ginjal, berarti saya tidak mendalami penyakit jantung. Ketika saya jadi doktor dan profesor, berarti saya menjadi ahli hanya pada bagian terkecil dari ilmu kedokteran”.
“Dan saat itu saya sudah memasuki umur 50 tahunan. Tak tama kemudian saya menjadi tua dan renta dengan ilmu yang sangat terbatas yaitu tentang sub bagian dari sub bagian ilmu kedokteran. Dalam keadaan demikian bagaimana saya bisa mengklaim sebagai orang yang berilmu ? Sebenarnya saya adalah orang yang sangat tidak berilmu !”
Dokter senior itu melanjutkan lagi kisahnya :
“Ketika dimasa tua ini saya renungkan. Si fulan yang mati ditahun 1943 apakah bukan karena kesalahan saya sebagai dokter ? Si fulan yang mati pada tahun 1948 apakah bukan kesalahan saya sebagai dpkter? Si fulan yang nati ditahun 1951 apakah bukan kesalahan saya sebagai dokter? Ya Allah ampuni kesombongan saya selama ini”.
Sesungguhnya dengan hak Allah SWT sudah memperingatkan manusia atas keterbatasan dan kekurangan ilmu itu. FirmanNya :
- “‘…..dan tidaklah kamu diberi ilmu pengetahuan melainkan (hanya) sedikit (saja) “. (Surat 17 / Al Israa’, ayat 85).
- “….dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan (sedikit saja dari) apa yang dikehendaki-Nya…” (Surat 2/Al Baqarah, ayat 255).
- “…dan diatas tiap-tiap orang yang berpengetahuan ada lagi Yang Maha Mengetahui“. (Surat 12 / Yusuf, ayat76).
Kiranya keterpurukan ekonomi semenjak tahun 1997. Kegagalan tinggal landas ditahun 1993. Masih melaratnya sebagian besar rakyat Indonesia dalam kemiskinan dan kemelaratan. Hilangnya kata-kata repelita dalam kehidupan sehari-hari. Menjadikanlah para ekonom kita yang teknokrat untuk merenung dan kerkaca diri dan mengakui kelemahan dan kemungkinan kesalahan dan kekeliruan asumsi dan perencanan ekonomi yang mereka buat dan dijalankan oleh pemerintah selama ini. Mungkinkah itu ?