Kewaspadaan terhadap penculikan anak menjadi sebuah hal yang penting dilakukan para orang tua dewasa ini. Hal ini dikarenakan semakin tingginya angka penculikan terhadap anak-anak, khususnya di daerah Ibukota. Namun, masyarakat harus dicerdaskan terlebih dahulu tentang perbedaan perampasan dan penculikan anak. Perampasan dalam kriminologi, adalah sebuah tindakan pengambilan secara paksa apa yang dimiliki seseorang. Penculikan merupakan sebuah aksi yang dilakukan dengan cara menyekap korbannya beberapa hari serta meminta tebusan kepada keluarga korban.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penculikan anak, antara lain: faktor ekonomi, kesempatan, lemahnya pengawasan orang tua (khususnya di kota besar), tingkat keamanan yang rendah.
Untuk menghindari tindak kejahatan seperti penculikan anak bisa dilakukan dengan dua cara, tindakan preventif dan kuratif.
Anak-anak tidak diberikan barang-barang mewah dan mencolok seperti perhiasan, handphone, pernak-pernik mahal lainnya adalah suatu bentuk tindakan preventif. Selain itu, kewaspadaan juga harus ditanamkan pada sang anak, dengan tidak mengeluarkan dompet sembarangan, tidak berjalan kaki sendiri di tempat sepi, dan mengunci rumah jika tak ada keluarga. Di satu sisi, anak juga butuh dicerdaskan dengan langsung menghubungi keluarga bila merasa dalam bahaya. Pelaku penculikan tentu saja akan tidak sembarangan bertindak menyikapi kehati-hatian.
Jika dalam keadaan diculik, dituntut keberanian dan pembelaan diri bagi anak yang kuat. Anak-anak bisa diajarkan untuk berteriak dengan keras, melarikan diri dan menarik perhatian orang banyak. Selanjutnya, membekali anak dengan ilmu bela diri menjadi solusi efektif untuk menghindari penculikan anak. Selalu ada jalan jika ada kemauan, termasuk membebaskan diri dari penculik. Keberanian adalah suatu sifat yang bisa diasah, dan ini juga bisa diterapkan pada anak-anak.
Latihlah anak-anak lebih berani dan waspada, maka penculikan pun bisa ditumpas nantinya.
Kabar penculikan anak sering sekali terdengar tidak hanya di dunia nyata tapi juga telah diangkat dalam kisah-kisah yang ada di sinetron-sinetron. Akan tetapi, kita bisa melihat perbedaannya dan belajar dari kisah-kisahnya. Kalau di sinetron, semua terlihat jelas hal-hal yang telah direncanakan sutradara misalnya penculika akan menculik pemeran utama atas suruhan pemeran antagonis dan akhirnya terjadi di dalam adegan dan penonton yang melihat akan emosi karena terbuktilah orang tua anak yang diculik tersebut lalai.
Lain halnya dengan kejadian di dunia nyata, anak yang diculik adalah jelas karena kelalaian dari orang tuanya, karena sangat jarang penculik anak merencanakan menculik anak Pak Anu, lalu diikuti sampai terlihat lengah atau ada kesempatan lalu menculiknya. Akan tetapi, penculik anak rata-rata menggunakan kesempatan yang ada, dengan melihat anak-anak yang sendiri, memantau anak yang sedang bingung dan sendiri lalu menculiknya. Jadi akan sangat kecil kemungkinannya anak yang dijaga baik dengan orang tuanya dapat diculik penculik anak.
Hal tersebut menyatakan bahwa sebenarnya seorang anak diculik karena orang tunya yang lalai dan kurang bertanggung jawab, bukan semata-mata
karena kejahatan yang merebak. Karena benar bahwa kejahatan terjadi karena ada kesempatan, maka perlu kewaspadaan.
Anak yang dibiarkan pulang sekolah atau pergi ke tempat-tempat umum tanpa pengawasan orang tua akan sangat beresiko diculik karena sekarang apapun dikerjakan orang demi mendapatkan uang.
Akan tetapi zaman sekarang orang tua pun ternyata lebih mementingkan sibuk bekerja mencari uang tanpa memberi perhatian dan menjaga anaknya dengna baik dengan alasan semua itu dilakukan untuk masa depan anaknya. Akan tetapi, kalau sudah ditimpa bencana anaknya diculik untuk apa semua uang yang dicari kalau anaknya juga kurang perhatian dan akhirnya diculik.Oleh sebab itu, orang tua sudah seharusnya bijaksana dan bertanggung jawab atas anaknya karena anak adalah harta orang tua.
Kasus penculikan anak kembali marak terjadi sehingga menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat luas. Penculikan anak seringkali terjadi ketika orang tua mulai lengah dalam melakukan pengawasan terhadap anaknya. Seorang anak harusnya mendapatkan perhatian lebih dari orang tuanya. Namun sangat disayangkan, banyak sekali orang tua yang mempercayakan pengawasan anak sepenuhnya kepada pengasuh anak. Padahal tidak semua pengasuh dapat dipercaya. Sudah tidak asing lagi banyak sekali kasus penculikan yang dilakukan oleh para pengasuh anak yang semula telah diberi kepercayaan untuk menjaga sang anak.
Kesibukan orang tua menyebabkan perhatian terhadap anak berkurang. Sehingga pengawasan terhadap anak tidak dapat dilakukan secara maksimal. Orang tua semestinya berperan aktif di dalam hal pengawasan terhadap anak. Biar bagaimana pun, anak merupakan harta yang mahal dan tidak dapat tergantikan. Jika orang tua melakukan pengawasan secara maksimal, maka kasus penculikan anak dapat teratasi.
Kewaspadaan orang tua terhadap lingkungan sekitar juga merupakan hal penting yang tidak dapat dilupakan. Tak jarang kasus penculikan terhadap anak dilakukan oleh orang-orang terdekat yang menjadi teman interaksi korban. Anak selayaknya juga diberikan pendidikan oleh orang tua agar berhati-hati dengan orang yang baru saja dikenal.
Peranan aktif orang tua merupakan langkah efektif untuk mengurangi kasus penculikan terhadap anak. Seandainya orang tua menyadari akan pentingnya kewaspadaan dalam hal pengawasan terhadap anak, maka kasus penculikan akan segera teratasi, dan keresahan di kalangan masyarakat luas akan kasus penculikan pun tidak muncul kembali.
Maraknya kasus penculikan anak belakangan ini semakin memprihatinkan. Terlepas dari faktor apa yang melatarbelakangi kasus penculikan anak, yang jelas kasus ini harus dijadikan bahan perenungan kita bersama. Kita harus menyelamatkan anak-anak kita dari segala macam tindak kekerasan, yang dapat menimbulkan trauma pada diri anak. Bahkan, sampai pada penghilangan nyawa.
Kekerasan dalam bentuk apapun harus dihindari. Berbagai peluang bagi terjadinya kekerasan harus ditutup rapat. Ini menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama, yakni pemerintah, orang tua, dan kalangan pendidikan.
Pemerintah, dalam hal ini petugas keamanan, harus menunjukkan profesionalismenya dalam bekerja.
Terkait dengan aksi penculikan anak, peran orang tua sangat diharapkan untuk dapat dijalankan dengan optimal. Demikian juga dengan pihak pengelola pendidkan, dalam hal ini sekolah. Semuanya harus bersinergi. Modus operandi selama ini, penculikan terjadi saat jam sekolah. Biasanya pendampingan terhadap si anak minim ketika berada di lingkungan sekolah.
Orang tua juga wajib waspada saat menerima anggota keluarga baru yang sebelumnya tidak dikenal. Kewaspadaan tidak saja di rumah dan sekolah, tetapi komunitas lain yang disukai anak, misalnya arena bermain. Juga anak diberi pemahaman agar jika ada hal mencurigakan, segera melaporkan kepada guru ataupun pihak keamanan.
Guru juga harus mempunyai rasa sensitivitas terhadap keamanan anak didik. Jika ada simulasi untuk penanggulangan bencana, perlu juga simulasi untuk penanggulangan penculikan.
Sejauh ini keluarga memang menjadi perisai teraman bagi anak. Karena itu, buat anak-anak betah di rumah agar kehangatan dan keamanan mereka lebih terjaga (Priyo Raharjo).
Kasus penculikan anak-anak ini memang sangat menakutkan. Betapa tidak, anak-anak yang kita besarkan sedari lahir yang nantinya akan jadi penerus keluarga dirampas begitu saja dari tangan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang hanya memikirkan kepentingannya sendiri.
Kasus penculikan ini sudah terjadi sedari dulu di berbagai jaman di seluruh dunia selalu ada. Dan muncul dengan berbagai motif. Yang paling ramai adalah motif uang; si penculik menculik aak untuk dimintai tebusan kepada orang tuanya. Namun ada banyak pula motif lainnya sesuai keinginan si pelaku. Beberapa tahun lalu pernah dimuat pengakuan sebuah keluarga yang mengaku kehilangan anaknya selama 10 tahun yang akhirnya ditemukan anak tersebut di luar kota sebagai pengamen. Rupanya si penculik ialah preman yang merekrut pengamen- pengamen cilik ini. Beruntung si anak mengenali orang tuanya sehingga orang tuanya bisa menyelamatkannya segera.
Yang paling menyeramkan ialah motif penculikan untuk mengambil oragan tubuh si anak. Seorang anak sepatutnya belum pernah merokok, meminum minuman keras maupun melakukan pengobatan yang dapat merusak organ dalamnya, sehingga amat baik untuk diambil organ dalamnya untuk diimplant kan kepada yang membutuhkan yang rela membayar sekian rupiah untuk mendapat jantung baru misalnya, atau ginjal baru. Fenomena heboh kasus penculikan ini amat menakutkan warga Indramayu yang mana beberapa waktu lalu kasus ini begitu santernya terdengar sehingga warga masyarakat pun ketakutan sendiri bahkan mengira seorang penjual batik asal Padang sebagai penculik anak-anak. Warga memukuli dan melempar batu pada si salesman naas ini hingga akhirnya kematian menjemputnya saat itu juga.
Ketakutan masyarakat yang terlalu besar bisa berdampak buruk karena akan menimbulkan kecurigaan berlebih pada orang-orang yang tidak dikenal. Tak pernah ada yang tahu apakah fenomena kasus penculikan ini akan semakin besar atau sebaliknya, namun yang paling epnting adalah para penyelenggara negara yang berkewajiban memberi rasa aman kepada masyarakat harus menunjukkan upayanya dalam memberikan kesan aman kepada masyarakatnya.
Selama masyakarakat merasa belum cukup aman, maka masyarakat pun akan mengambil tindakan waspadanya sendiri seperti yang dilakukan masyarakat Indramayu beberapa bulan lalu.
Maraknya kasus penculikan anak saat ini dapat terjadi karena beberapa faktor. Faktor internal di keluarga dapat terjadi karena pengawasan orang tua yang kurang memadai. Faktor eksternal dapat disebabkan karena tingkat ekonomi masyarakat yg rendah yang mengakibatkan tekanan kebutuhan makin tinggi sehingga bagi pihak tertentu menjadikan kondisi ini seolah memaksa untuk melakukan hal yang membuat para orang tua merinding sekalipun hanya membayangkannya, penculikan anak! Na’udzubillah.
Faktor internal tentu berada dibawah kendali kita, dan tergantung usaha kita sampai mana kepedulian terhadap kasus ini. Tidak demikian untuk faktor eksternal, yang notabene (mungkin) di luar kendali kita. Namun demikian, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk meredam maraknya aksi penculikan anak ini, selain dengan keras menentang dan memberikan dukungan kepada penegak hukum untuk memberikan hukuman seberat-beratnya pada pelaku penculikan.
Hal yang bisa kita lakukan sebagai orang tua adalah melakukan 'konsolidasik di lingkungan keseharian kita, antara lain menjaga hubungan atau 'gaul' di lingkungan tempat tinggal (tetangga), dan juga tetap berkomunikasi dengan pihak sekolah, tidak hanya dengan guru atau kepala sekolah, namun penjaga sekolah pun seyogyanya kita kenal baik. Dengan demikian, di mana pun saat anak kita berada, baik saat bermain ataupun bersekolah, diharapkan secara tidak langsung selalu ada yang peduli dan kenal dengan anak kita. Karena bagaimanapun, kewaspadaan dan pengawasan kita sebagai orang tua cukup terbatas, apalagi bagi anak yang kedua orang tuanya bekerja seharian. Waspadala....waspadalah....!
Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak adalah Tunas, Potensi, dan Generasi Muda Penerus Cita-Cita Perjuangan Bangsa, demikian beberapa kalimat tentang anak yang saya kutip dari UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Mencermati kejadian-kejadian tentang penculikan anak yang akhir-akhir ini terjadi bila dikaitkan dengan isi dari UU No. 23 Tahun 2012 tentang perlindungan anak maka sangat disayangkan hal ini masih terjadi disekitar kita dan berdasarkan data Komnas PA Tahun 2010, tercatat ada 111 kasus penculikan anak di Indonesia sedangkan pada Januari-Juli 2011, terdapat 34 kasus penculikan anak (Hertanto Soebijoto, Kompas, Jumat 6 Januari 2012), sehingga berdasarkan data tersebut menurut pendapat saya perlunya penanganan yang lebih serius dari pihak Pemerintah, Masyarakat maupun keluarga. Begitu pentingnya masalah ini diselesaikan karena dampak yang diakibatkan dari masalah ini bukan hanya kepada keluarga yang kehilangan anggota keluarganya saja melainkan pula berdampak luas terhadap masa depan negara seperti yang telah dijelaskan pada alinea pembuka dari tulisan ini, bahwasanya anak adalah Tunas yang mempunyai Potensi menjadi Generasi Muda Penerus cita-cita bangsa.
Kasus penculikan anak yang terjadi akhir-akhir ini menurut pendapat saya disebabkan oleh beberapa hal seperti kurangnya pengawasan Orang Tua, Lingkungan yang mendukung terlaksananya aksi penculikan, dan belum optimalnya peran pemerintah dalam mengatasi kegiatan yang ada hubungannya dengan penculikan anak terutama penertiban para Tuna Wisma “Lampu Merah” yang aksinya sering memanfaatkan anak-anak dan balita untuk dieksploitasi dengan cara meminta-minta mengharapkan rupiah dari belas kasih orang lain. Terulangnya kasus penculikan anak balita berusia 1,5 tahun yang baru saja terjadi di Bekasi mengindikasikan adanya kelemahan dalam pengawasan Orang Tua dengan membiarkan korban bermain di sekitar rumah hanya ditemani olek kakaknya yang juga masih berusia balita tanpa didampingi oleh Orang Tua atau Orang Dewasa lain sehingga hal ini memuluskan jalan bagi penculik untuk melancarkan aksinya.
Lingkungan juga mempunyai peran yang tidak sedikit terhadap terjadinya kasus-kasus penculikan terhadap anak dimana tidak adanya rasa kepedulian sosial untuk sama-sama peduli terhadap lingkungan sebagai salah satu ciri egoisme sosial kehidupan masyarakat perkotaan yang apatis terhadap sekelilingnya telah melapangkan jalan bagi pelaku penculikan anak untuk beraksi sekalipun dilakukan pada siang hari hal ini di tambah dengan lemahnya peran pemerintah dalam pengungkapan sindikat berkedok Tuna Wisma “Lampu Merah”, pengusaha yang menggunakan anak-anak sebagai pekerja dibawah umur dengan cara jual-beli hasil penculikan anak, maupun praktek-praktek eksploitasi anak lainnya telah membuat carut marutnya penanganan permasalahan penculikan anak sehingga menurut pendapat saya ini tidak sejalan dengan Pasal 20 UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dimana telah dijelaskan bahwa Negara, Pemerintah, Masyarakat, Keluarga dan Orang Tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak artinya adalah seluruh komponen masyarakat dalam Republik ini punya kewajiban dan tanggung jawab yang sama untuk memberikan perlindungan terhadap anak dari aksi-aksi penculikan dan lain sebagainya.
Solusi dari permasalahan ini menurut pendapat saya terletak dari keseriusan komponen-komponen masyarakat yang ada di negeri ini untuk bersama-sama mengimplementasikan secara penuh isi dari UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan penerapan untuk masing-masing komponen antara lain:
- Pemerintah dan Negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab memberikan perlindungan, pemeliharaan, dan kesejahteraan sekaligus sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.
- Masayarakat berkewajiban dan bertanggung jawab melalui kegiatan dan peran serta masyarakat melalui pengamanan lingkungan, kepedulian sosial dan perlindungan anak.
- Keluarga dan Orang Tua mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak dengan sebaik-baiknya.
Semoga dengan memahami, menghayati dan melaksanakan isi UU No. 23 ini tidak ada lagi anak-anak yang harus tercabut kasih sayang Orang Tua dan keluarga karena perbuatan orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Saat ini kejahatan penculikan merupakan teror kejahatan baru yang terus mengintai. Korban biasanya anak-anak. Modus dan penyebab penculikan pun makin beragam dan sulit dideteksi, tidak hanya karena uang, bisnis, atau dendam, tetapi juga karena penjualan organ, perdagangan manusia, dan seks.
Dulu, biasanya hanya kalangan keluarga kaya yang menjadi korban kejahatan ini, namun sekarang keluarga biasa pun bisa menjadi korban. Jadi, semua kalangan baik kaya atau miskin dituntut untuk selalu waspada dan menjaga anak-anaknya karena kejahatan ini kebanyakan dilakukan oleh kelompok sindikat.
Menurut salah satu laporan Komisi Nasional Perlindungan Anak, kejahatan penculikan dilakukan di: 1, sekolah, 2, di rumah, 3, di tempat hiburan.
Oleh karena itu, tindakan waspada dan mengenali modus penculikan bisa menjadi jalan pencegahan yang baik. Berikut ini beberapa tindakan yang bisa dilakukan yang pada dasarnya dimulai dari rumah:
Jangan mudah mempercayai orang baru di sekitar kita termasuk pembantu, pengasuh anak, pengantar anak ke sekolah atau tetangga. Hati-hati juga dengan anggota keluarga yang punya riwayat kejiwaan yang menyimpang. Intinya selalu waspada pada orang-orang di sekeliling kita. Mengajar anak mencegah penculikan. Contohnya: mengajar anak untuk tidak pulang sekolah sebelum dijemput oleh orang tua. Anak diajar untuk tetap menunggu di sekolah saja karena sekolah adalah tempat yang menempati urutan pertama terjadinya penculikan.
Jangan menciptakan konflik dengan orang lain yang berkemungkinan dendam di kemudian hari. Pastikan setiap konflik bisa diselesaikan dengan tuntas.
Melaporkan kepada pihak berwajib segera. Pelaporan akan mempermudah kepolisian untuk menindaklanjuti. Selama ini ditengarai banyak orang tua korban tidak melaporkan karena alasan takut, pada akhirnya terjadi pemerasan dan kemungkinan anak yang diculik meninggal.
Sejauh ini korban penculikan lebih banyak yang tidak ditemukan atau meninggal. Pihak kepolisian dituntut untuk tegas dan tuntas mengungkap sekaligus menangkap sindikat penculikan sampai ke akar-akarnya. Hukuman maksimal harus diterapkan untuk membuat efek jera kepada pelaku penculikan.
Penculikan anak saat ini semakin berkeliaran. Banyak motif dibalik penculikan ini dan berbagai modus telah dilakukan oleh para pelaku penculikan untuk menjalankan aksinya. Motif yang sering dipakai adalah faktor tuntutan ekonomi. Para penculik biasanya adalah pengangguran. Mereka menculik anak-anak untuk meminta tebusan kepada orangtuanya. Tebusan itu berupa uang.
Pemerintah harus bertindak cepat menyelesaikan kasus ini. Cara konkret yang dapat dilakukan adalah dengan terus aktif dan kreatif membuka lapangan pekerjaan baru, memberikan semacam keterampilan dan keahlian agar para pengangguran dapat membuka usaha sendiri sehingga tak ada lagi niat dan kesempatan melakukan tindakan penculikan demi uang. Pemerintah juga harus memerintahkan aparat keamanan/kepolisian agar siap sedia dan was-was untuk mencegah kejahatan ini.
Bagi orang tua, harus ekstra hati-hati dalam menjaga dan memperhatikan setiap pergerakan anaknya. Mengawasi dan melerai anak-anaknya untuk tidak bermain terlalu jauh. Mengingatkan anak-anak untuk tidak berhubungan dengan orang yang tidak dikenal. Orangtua juga harus memberikan informasi yang cukup seputar maraknya kasus penculikan akhir-akhir ini agar mereka lebih mengetahui dan lebih jeli membaca situasi ketika kasus penculikan akan terjadi.
Demikian juga kepada anak-anak agar tidak cepat-cepat menerima 'pemberian' berupa permen, makanan, mainan dsb. Anak-anak juga tidak boleh mengikuti perkataan orang yang dianggap mencurigakan. Anak-anak harus berhati-hati dengan lingkungan sekitar dan berhati-hati terhadap orang yang belum pernah dijumpai. Anak-anak harus tidak termakan “rayuan” orang-orang yang mengaku adalah kerabat/keluarga.
Dengan tips-tips ini, semoga kasus penculikan dapat terhindari!
MENUNTUT KESADARAN
Apa jadinya jika keamanan di Negara ini tidak terjamin seratus persen? Salah satu akibat nyatanya adalah maraknya penculikan anak. Aksi penculikan anak sekarang ini bak memungut kerikil di jalan. Beberapa kasus penculikan anak dialami Jovino dan Khasyia di Bekasi. Keduanya diduga diculik oleh seseorang yang tak dikenal dan sedang diproses oleh kepolisian setempat. Kejahatan semakin hari semakin tidak mengenali waktu dan tempat. Terlepas dari siapa pelakunya dan mengapa bertindak kriminal, sepatutnya harus ada koreksi kritis terhadap dua peran besar di belakang penyebab penculikan itu terjadi.
Lakon pertama adalah orang tua. Jika melihat fakta disekitar kita, tanpa melakukan penelitian secara mendalam kita sudah tahu persis, kebanyakan orang tua jaman sekarang sangat super sibuk. Kesibukan itu dipicu oleh beberapa faktor, seperti tuntutan kebutuhan hidup (ekonomi) dan masa depan anak, sehingga ibu yang seharusnya mendampingi anak setiap hari terpaksa menanggalkan perannya membantu suami mengais rejeki. Kesibukan itu salah satunya berujung pada berkurangnya bahkan hilangnya perhatian orang tua kepada anaknya.
Dalih orang tua sibuk demi masa depan anak yang cerah ternyata kurang benar. Justru ironi yang ditimbulkan. Meski orang tua sepulang kerja masih memiliki waktu untuk anaknya, tapi tetap saja tidak begitu maksimal pendampingannya. Mereka lekas mencari hiburan untuk melepas penat setelah seharian menguras keringat. Ironinya, mereka melampiaskannya pada televisi, bukan pada bersenda gurau dengan anaknya. Akibat selanjutnya adalah anak semakin terjajah dengan direbutnya TV sebagai hiburannya oleh orang tuanya. Anak-anak dipaksa mengonsumsi tayangan khusus orang dewasa. Atau kalau tidak ikut menonton TV, dia akan keluar mencari kesenangan dan perhatian di luar rumah.
Orang tua yang sedang asyik dengan TVnya tidak akan tahu apa aktivitas anaknya dan apa yang terjadi di luar sana. Ujungnya baru menyesal menangis darah ketika anaknya diculik, bahkan terjerumus dalam kubangan negatif. Tidak ada pilihan lain bagi orang tua untuk tetap meluangkan waktu. Paling tidak menebar senyum gembira di ruang keluarga bersama anak. Dengan demikian anak akan nyaman dan betah di rumah. Komunikasi penting untuk terus dijalin agar proses anak menuju kedewasaannya terarah dengan baik.
Lakon kedua yang harus bertanggung jawab adalah pemerintah. Para pemegang kebijakan di Negara ini hanya sibuk membuang dana untuk proyek yang ujungnya menguntungkan pihak tertentu. Mereka sibuk mengurusi partainya. Mereka lupa dengan kewajiban manusiawi mereka. Setiap hari rakyat selalu disuguhi berita kecerobohan pemerintah. Mulai dari hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas sampai keamanan. Salah satunya rakyat dibuat susah mengais rejeki tiap harinya.
Pemerintah melalui aparat keamanannya bertanggung jawab melindungi rakyatnya dari kejahatan. Namun apa yang terjadi serang ini, aparat terkesan lamban. Mereka kebanyakan baru bekerja saat rakyat mulai mengeluh, atau bereaksi jika kasus itu nantinya menurunkan citra mereka. Dengan kata lain aparat kita enggan menjemput bola. Kalau begini rakyat bisa dibuat bermimpi dari adegan film barat bagaimana tentara amerika mempertahankan satu nyawa warga Negara yang bernilai tak terhingga.
Kalau sudah begini, lantas apa yang rakyat hendak harapkan terhadap pemegang kebijakan di Negara ini? rakyat hanya dijadikan penonton panggung sandiwara politik dan dibuat miris hingga menangis olehnya. Sudak tidak ada lagi pilihan bagi para pemegang kebijakan kecuali sadar diri dan cepat beraksi agar kekecewaan masyarakat tidak berpuncak pada berontak.
Mengurusi kasus penculikan anak saja tidak sanggup, apalagi kasus-kasus besar lainnya yang ditunggangi orang-orang berkarung uang.