Keluarga

Antara Taqwa dan Samara

Kamis, 19 April 2007 Majelis Ta'aruf Klab Santri : Dalam setiap khutbah nikah, Rasulullah SAW selalu membaca rangkaian dari tiga ayat Al-Qur'an yang begitu padat berisi pesan-pesan untuk menggapai kesuksesan berumah tangga. Di dalam kesuksesan ini tentu terkandung nilai-nilai Sakinah, Mawaddah, wa Rahmah.

"Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepadaNya, dan janganlan kalian sekali-kali mati melainkan dalam keadaan muslim (tunduk dan patuh)." (QS. Ali Imran : 102).

"Wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakan kalian dari seorang diri, dan darinya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya Allah memberikan keturunan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) namaNya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan kasih sayang. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian." (QS. An-Nisa : 1).

"Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah, dan berkatalah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah meningkatkan kualitas amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barang siapa menta'ati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan (kesuksesan) yang besar." (QS. Al-Ahzab : 70-71).

Rangkaian ayat-ayat di atas merupakan paradigma dalam membentuk rumah tangga samara. Ketiga ayat tersebut sarat muatan taqwa. Tidak mungkin sebuah rumah tangga mendapatkan samara, kecuali apabila sejak awal proses pernikahannya (bahkan proses pra nikah) hingga mendapatkan keturunan, selalu berjalan di atas rel taqwa.

Dalam Surat Ali Imran ayat 102, terkandung pesan, hendaknya setiap mu'min, khususnya yang berniat membangun rumah tangga, mengokohkan kembali status keimanannya. Bahkan meningkatkan kualitasnya hingga mencapai derajat taqwa yang sebenarnya. Persiapan ini diperlukan bukan saja hanya untuk melaksanakan sunnah Nabi tersebut, tetapi juga untuk menjalankan proses pernikahan yang sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya. Sekaligus untuk menjaga kesucian ibadah.

Di surat An-Nisa ayat pertama, mengandung pesan yang lebih khusus mengenai tuntutan sekaligus tuntunan membina rumah tangga samara.

Pertama, Taqwa dalam hal terkait dengan aspek Rububiyah. Bahwa Allah SWT telah menciptakan semua makhluk (termasuk manusia) berikut pasangannya. Karena itu manusia tidak perlu galau dan gelisah dalam masalah jodoh, apalagi melakukan tindakan-tindakan yang tidak disukai Allah dan RasulNya. Yang diperlukan adalah persiapan diri untuk menerima jodoh dari Allah sesuai kufunya pada saat itu.

"Maha suci Rabb yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik segala yang ditumbuhkan bumi, diri mereka (manusia), maupun apa-apa yang tidak mereka ketahui." (QS. Yasin : 36).

Kalau seorang ingin mendapat pasangan yang shalih atau shalihat, maka dia harus mengondisikan diri untuk menjadi pribadi yang shalih atau shalihat. Sebab Allah SWT tidak mungkin menzhalimi hamba-hambaNya. Dia Mahaadil, dan hanya mempertemukan jodoh dengan kualitas yang sesuai dengan kualitas ketaqwaan pasangannya pada waktu itu. Pasangan kita adalah cermin diri kita sendiri. Bagaimana kondisi keshalihan atau keshalihatan pasangan kita, begitulah kondisi kita ketika mendapatkannya.

Allah SWT memaparkan aksioma ini dalam ayatNya yang indah, "Laki-laki pezina tidak akan menikah (mendapatkan jodoh) kecuali dengan perempuan pezina, atau perempuan musyrik; dan perempuan pezina tidak akan dinikahi kecuali oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang mu'min." (QS. An-Nur, 24 : 3).

"Wanita-wanita yang jahat adalah untuk laki-laki yang jahat, dan laki-laki yang jahat adalah untuk wanita yang jahat pula; dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula." (QS. An-Nur, 24 : 26).

Disamping itu, Allah lah yang berkehendak apakah seseorang itu akan diberi keturunan atau tidak. Sehingga, rumah tangga tidak perlu goyah hanya lantaran suara tangisan bayi belum juga kunjung terdengar. Dia pula yang menentukan apakah rumah tangga itu dikaruniai keturunan berupa anak laki-laki atau anak perempuan. Semua sama di mata Allah. Tidak ada hak bagi anggota rumah tangga itu untuk kecewa.

"Kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahi kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang Dia kehendaki), dan Dia menjadikan mandul siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa." (QS. Asy-Syura, 42 : 49-50).

Kedua, adalah taqwa yang berkait dengan aspek uluhiyyah. Bahwa ketenteraman batin dan kasih sayang yang hakiki yang dirasakan seseorang di dalam perkawinan merupakan kepuasan psikologis yang tidak mungkin didapatkan di luar perkawinan. Ketenteraman ini bukanlah seperti ketenteraman yang diperoleh seseorang ketika terlepas dari bermacam kesulitan atau beban pikiran, atau ketenteraman yang datang karena mendapatkan benda-benda yang menyenangkan. Tetapi diperoleh karena kepuasan hati yang dilandasi cinta kasih yang hakiki.

Ikatan cinta kasih antara suami-isteri, berbeda dengan ikatan cinta antara teman. Ikatan ini mengandung rahasia yang hanya Allah sajalah yang mengetahuinya. Bagi orang yang mau menghayati tanda-tanda kebesaran Allah, akan dapat merasakan bahwa sakinah, mawaddah, wa rahmah betul-betul merupakan pengejawantahan dari ikatan hati yang telah dipadukan Allah dalam selimut kasih sayangNya.

Allah SWT adalah Sang Penyatu hati. Maka kepadaNyalah kita memohon dipadukan hati, dan memohon mawaddah dan rahmahNya.

"Dan Allah lah yang mempersatukan hati mereka. Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah lah yang mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Anfal, 8 : 63).

Tetapi untuk mempersatukan hati di antara manusia, memerlukan syarat. Syaratnya, hati itu telah ter-shibghah dengan nilai-nilai taqwa. Surat An-Nisa' ayat pertama di atas ditutup dengan kalimat, "Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kalian." Ini mengandung pesan bahwa, hendaknya manusia jangan sekali-kali berani melakukan tindak pelanggaran syari'at Allah dalam proses membangun rumah tangga ini, sebab Dia Maha Melihat lagi Maha Mengetahui.

Sedangkan di dalam surat Al-Ahzab ayat 70-71, terkandung pesan agar selalu menjaga perkataan dan sikap atau perilaku yang benar dalam berumah tangga. Inilah resep membangun rumah tangga samara yang dibingkai oleh nilai-nilai taqwa.

Sumber : pks-banten.or.id

Go to top