Dikisahkan, ada dua orang sahabat mengadakan perjalanan cukup jauh dalam rangka misi dagang. Mereka harus berjalan menyusuri lereng pegunungan untuk mencapai tempat yang akan dituju. Di tengah perjalanan, terjadi badai musim dingin yang berhembus disertai serpihan butir-butir salju menerpa mereka, disusul kabut tebal yang terasa mengelilingi sejauh mata memandang.
Dalam kedinginan yang mengigit, tiba-tiba mereka menemukan seorang pria sedang terbaring di pinggir jalan, tampak mengenaskan membeku seperti mayat. Dengan serta merta, mereka berdua berhenti sejenak untuk memastikan apakah tubuh yang tergeletak itu masih bernyawa atau tidak. Mungkin, ia membutuhkan pertolongan segera.
Setelah meneliti secara saksama, ternyata tubuh yang tergeletak itu masih menyisakan denyut lemah, tanda orang tersebut masih hidup. Dengan perasaan lega, salah seorang dari mereka berniat berhenti lebih lama untuk menolong.
Akan tetapi, teman yang lain tidak setuju. "Aku tidak mau membebani diri sendiri dengan membawa orang di pundak. Ayo cepat berjalan lagi! Tinggalkan saja dia di situ, kita harus berjalan lebih cepat agar bisa segera melewati badai salju dan kabut ini, agar selamat sampai ke tujuan," ujarnya sambil bergegas berjalan pergi tanpa menghiraukan teman dan pria malang tersebut.
Sepeninggal temannya, si pemuda mulai memijat dan menggosok-gosok tangan dan kaki si pria, membersihkan lapisan salju dari sekujur badannya. Ia berusaha memberi kehangatan sebisanya pada tubuh yang terbujur kaku itu. Setelah merasa sudah melakukan semampunya, kemudian diangkatnya tubuh itu ke atas pundaknya, dan perlahan-lahan dia mulai melangkahkan kaki dengan susah payah melanjutkan perjalanan. Walaupun beratnya beban di bahu terasa semakin lama semakin berat, tetapi kehangatan tubuh yang saling menempel ternyata menghasilkan daya hidup yang lebih besar bagi keduanya, yang membuat mereka justru mampu bertahan menghadapi cuaca dingin yang membeku itu.
Dengan langkah tertatih sepanjang jalan, sekali lagi tiba-tiba si pemuda menemukan sosok tubuh yang terbaring di pinggir jalan. Dia menghentikan langkahnya, menurunkan beban di pundaknya untuk memeriksa tubuh yang tergolek beku. Kaget dan sedih mendera hatinya, karena ternyata tubuh itu adalah teman seperjalanan yang pergi mendahului tadi, dan ternyata telah tergeletak mati membeku.
Seperti yang sering saya katakan, punya kesempatan memberi kebaikan kepada orang lain di saat yang tepat adalah suatu keberuntungan. Sebaliknya jika percayaan terhadap kebaikan sudah lenyap, maka lenyap pula segala arti kemanusiaan.
Sesungguhnya sebagai manusia secara alami kita ini saling berhubungan, saling membantu saling ada keterkaitan satu denganlainnya. Semakin kita banyak keterkaitan dengan manusia-manusia lainnya, maka mutu hidup kita akan berwarna-warni, dan kekuatan itu bisa kita pakai sebagai pendorong untuk menciptakan kesuksesan yang kita inginkan.
AndrieWongso | abatasa.com