Motivasi

Buka Pikiran, Pesimistis Muncul Dari Rasa Perfeksionis Tinggi

Para pekerja kontrak atau temporer menghadapi risiko lebih besar terkena gangguan kesehatan mental dibandingkan karyawan tetap

Hasil tersebut merupakan kesimpulan penelitian berjudul "Contingent Work and Depressive Symptoms: Contribution of Health Selection and Moderating Effects of Employment Status", yang dilansir pada pertemuan tahunan Asosiasi Sosiologi Amerika.

Studi mengumpulkan data sampel setiap dua tahun antara 1992 dan 2002 dari US National Longitudinal Survey of Youth 1979 (NLSY79). Data ini merupakan survei pria dan wanita yang lahir antara 1957 dan 1964.

Para responden diwawancarai setiap dua tahun selama rentang 1979-1994. Peneliti menghitung hubungan antara status pekerjaan responden dengan skor depresi, tingkat kemiskinan dan pendidikan karyawan.

"Pekerja kontrak rentan terkena depresi dan menurunnya kesehatan mental, karena mereka merasa sebagai 'pekerja kelas dua' atau pekerja yang dapat dibuang (disposable) sewaktu-waktu," kata peneliti utama Amélie Quesnel-Vallee, seorang sosiolog medis di McGill University seperti diberitakan dari Times of India.

Rasa optimistis memang tidak datang begitu saja. Apalagi jika setiap hari Anda selalu mengeluh dan tidak berusaha untuk memunculkan pikiran positif. Jangan biarkan terperangkap dalam rasa pesimistis, dan sebaliknya tumbuhkan optimisme dengan lima cara berikut:

- Perspektif masalah

Orang pesimistis memandang suatu masalah dari kacamata permanen dan berlebihan. Padahal, tidak ada masalah yang tidak akan selesai. Lagipula, sebagian besar masalah tidak bersifat permanen dan rasa pesimistis membuat Anda melupakan hal itu.

"Tipikal pribadi yang optimistis adalah melihat situasi buruk hanya bersifat sementara. Masalah dianggapnya bersifat isolasi, yaitu satu masalah tidak akan berdampak buruk pada aspek kehidupan lainnya," kata Michael Rooke, pelatih bisnis dari AttitudeWorks, Australia, seperti diberitakan dari au.lifestyle.yahoo.com.


- Gunakan bahasa tepat

Sifat pesimistis cenderung membuat seseorang memilih kata yang hiperbola saat menghadapi masalah kecil. Seperti saat terjebak macet, Anda menyebutnya sebagai neraka atau mungkin bencana. Pemilihan kata ini akan membuat pikiran makin stres. Untuk lebih merasa optimistis, coba pilihlah kata yang sesuai dengan keadaan untuk menggambarkan permasalahan yang dihadapi. Bukan dengan penggambaran yang berlebihan.

- Lupakan dan maafkan

Bisa memaafkan adalah jalan pintas untuk mendapat kebahagiaan. Itu menurut psikolog asal Australia, Dr. Anna-Marie Taylor. "Penting untuk diingat bahwa memaafkan adalah keterampilan yang harus dipelajari dan itu didasarkan pada cara Anda berpikir, bukan bagaimana Anda merasa," kata Taylor.

Sulit memaafkan dan menyimpan dendam hanya akan berdampak buruk pada jiwa dan pikiran Anda. Bukannya malah menyakiti orang lain, tapi yang pasti Anda menyakiti diri sendiri.


- Istirahat

Rasa pesimistis sering muncul karena rasa perfeksionis yang sangat tinggi. "Kesempurnaan adalah negatif dan tidak rasional. Tak ada yang salah dengan keinginan untuk melakukan yang terbaik, tapi Anda tidak akan pernah mendapat yang diinginkan jika yang dicari adalah kesempurnaan," kata Rooke.

Akuilah jika Anda telah mencapai sesuatu, bukan hanya ketika Anda belum mencapai yang diinginkan.


- Bersyukur

Bersyukurlah setiap hari untuk apa yang Anda dapatkan. Mulai dari udara yang Anda hirup, nyamannya bantal untuk tidur dan keluarga yang dimiliki. Ini akan membuat Anda lebih optimistis dan merasa bahagia.

Dr. Taylor bahkan merekomendasikan membuat "jurnal bersyukur". Ini semacam catatan yang berisi hal-hal yang Anda dapatkan setiap harinya dan membuat bahagia. Tuliskan dalm sebuah catatan menjelang tidur, ini akan seperti catatan berisi hal-hal positif dalam hidup Anda.

Go to top