Bahasa

Analisa Kata

Analisa Kata

Karena kata itu dapat mengambil bermacam-macam bentuk oleh penggabungan antar morfem, maka secara teoritis kata dapat pula diuraikan menurut urutan peristiwa terjadinya. Unsur-unsur yang tergabung menjadi satu kata, tidak dapat bergabung begitu saja tetapi selalu mengikuti suatu tata-tingkat yang tertentu dan teratur.

Marilah kita mulai mengambil suatu contoh yang sederhana: petani. Kita semua akan sepakat bahwa kata itu dibentuk dari dua unsur yaitu pe dan tani. Tidak ada yang akan menyangkal kenyataan ini.

Marilah kita mengambil contoh yang lain: perbuatan. Dengan contoh ini akan timbul beberapa pendapat. Mungkin ada yang akan berpendapat bahwa perbuatan terjadi dari 3 unsur yaitu per-, buat dan –an.

Kata perbuatan mengandung suatu ide yang lain sekali dari kata perbuat atau buatan. Berarti masing-masing unsur per- dan –an dalam kedua kata tersebut juga mempunyai suatu tugas yang khusus dalam membentuk arti. Sedangkan arti unsur-unsur per- dan –an dalam perbuatan bukanlah gabungan dari kedua unsur itu, tetapi keduanya bersama-sama membentuk suatu arti yang lain. Jadi, kedua bentuk itu, yang mempunyai kesatuan arti, pada suatu saat bergabung dengan kata buat. Sebab itu dapatlah ditegaskan di sini bahwa kata perbuatan terbentuk dari dua unsur yaitu buat dan konfiks pe-an.

Analisa semacam ini, yang dilakukan atas kata disebut analisa unsur bawahan terdekat. Dengan analisa ini kita mencari unsur-unsur yang langsung membentuk kata-kata seperti petani, perbuatan, dan lain-lain. Menurut tata-tingkat pembentukan, setiap unsur yang baru harus selalu terdiri dari dua unsur yang lebih kecil. Tiap-tiap unsur yang langsung membentuk kata itu disebut unsur bawahan terdekat.

Contoh: petani: unsur bawahan terdekatnya adalah pe- dan tani.

            perbuatan: unsur bawahan terdekatnya adalah buat dan per-an. 

A. Analisa Unsur

Dengan dasar-dasar pengertian tersebut kita menerapkan lagi analisa di atas, dengan unsur-unsur yang lebih sulit, misalnya: menerangkan.

Kata dasar menerangkan adalah terang. Kini kita meneliti unsur manakah yang mula-mula bergabung dengan terang. Apakah unsur-unsur me-kan bergabung begitu saja dengan terang? Jika demikian dari manakah datangnya unsur n itu? Akan kita lihat nanti bahwa pembentukan kata menerangkan terjadi tahap demi tahap.

Tahap I: Kata terang mula-mula bergabung dengan unsur –kan, sehingga terbentuklah kata terangkan.

Tahap II: Apakah terangkan lalu bergabung dengan me- atau harus ada tahap-antara dahulu? Andaikata terangkan digabung dengan me- maka kita akan mendapat *meterangkan. Sedangkan kata yang hendak kita analis adalah menerangkan. Tahap II yang harus kita lalui adalah fonem t mendapat proses nasalisasi (penyengauan) menjadi n.

Jadi Tahap II adalah: N (nasalisasi) + terangkan, hasilnya adalah *nerangkan.

Tahap III: Baru pada akhirnya kita menggabungkan me- dengan *nerangkan sehingga terbentuklah kata menerangkan.

Jadi:

  1. Unsur bawahan terdekat dari menerangkan adalah me- dan *nerangkan.
  2. Unsur bawahan terdekat dari nerangkan adalah N (nasalisasi) dan terangkan.
  3. Unsur bawahan terdekat dari terangkan adalah terang dsn –kan.

Inilah teknik dimana kita dapat menunjukkan secara teoritis terbentuknya sebuah kata dan tata-tingkat unsur-unsur pembentukan suatu kata. Teknik ini akan kembali dibicarakan bila kita membahas Sintaksis Bahasa Indonesia.

Tahap II seperti yang telah dituliskan di atas, dimana suatu fonem mendapat nasal, bukanlah suatu hal yang baru dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam dialek Jakarta misalanya, proses nasalisasi ini masih sangat produktif untuk pembentukan kata kerja, seperti kopi-ngopi, kapur-ngapur, surat-nyurat dan sebagainya. Dapat disimpulkan bahwa pada jaman lampau nasalisasi ini juga produktif untuk pembentukan kata kerja. Namun lambat laun mulai berkurang, dan diambil alih oleh prefiks me-. Tetapi dalam pembentukan kata kerja, prefiks me- masih membutuhkan nasalisasi, yang terjadi secara otomatis. Walaupun nasalisasi ini pada kenyataannya sekarang selalu serempak terjadi dengan me- , dalam analisa kita harus memberi tempat yang layak padanya agar kita bisa mengenal struktur tata-tingkat unsur-unsur itu sebaik-baiknya.

* bentuk-bentuk yang bertanda bintang adalah bentuk hipotetis.

B) Nasalisasi

Nasalisasi adalah proses merubah atau memberi nasal pada fonem-fonem. Di atas telah diterangkan bagaimana terjadinya nasal atas kata terang. Dalam menasalkan suatu fonem, orang tidak berbuat sesuka hati tetapi harus mengikuti kaidah-kaidah tertentu.setiap fonem yang dinasalkan haruslah mengambil nasal yang homorgan. Artinya nasal yang mempunyai artikulator dan titik artikulasi yang sama seperti fonem yang dinasalkan itu.

Jadi: p dan b harus mengambil nasal m (karena sama-sama bilabial).

        t dan d harus mengambil nasal n (karena sama-sama dental). 
        k dan g harus mengambil nasal ng (karena sama-sama velar) dan sebagainya. 

Dalam proses nasalisasi tersebut tampak pula bahwa: b, d, g, j, tidak pernah hilang bila mengalami nasalisasi, sedangkan p, t, k, s hilang atau luluh. Hal ini terjadi karena b, d, g itu adalah konsonan bersuara, sama seperti konsonan nasal itu. Jadi tidak perlu diadakan penyesuaian lagi karena sifat fonem itu sama (bersuara). Sebaliknya, p, t, k, s adalah konsonan yang tak bersuara yang harus disesuaikan dengan fonem nasal yang bersuara. Dalam penyesuaian ini konsonan-konsonan yang tak bersuara itu mengalami peluluhan. Kecuali itu fonem-fonem /r/, /y/, /l/, /w/ tampaknya tidak mendapat nasal, misalnya: merajai, meyakinkan, mewarnai, melakukan dan sebagainya. Namun prinsip yang kita ambil adalah pembentukan dengan prefiks me- harus melalui proses nasalisasi, maka kata-kata yang fonem awalnya adalah r, y, l, w, juga harus mengalami proses nasalisasi. Nasalisasi semacam ini dikenal dengan istilah zero (tidak ada).

Ada persoalan lain yang timbul dalam nasalisasi. Mengapa kadang-kadang kita mendapat bentuk-bentuk kembar seperti: menertawakan dan mentertawakan?

Untuk menjawab persoalan di atas, baiknya kita melihat bentuk-bentuk seperti: mempertahankan, memperbaiki, mempersatukan dan sebagainya. Fonem /p/ di sini tidak diluluhkan, walaupun /p/ adalah konsonan tak bersuara. Sebaliknya bentuk-bentuk seperti mengeluarkan, mengemukakan, mengetengahkan mengalami peluluhan pada fonem awalnya: /k/. Selanjutnya kata-kata asing seperti sabot, koordinir, dan lain-lain tetap mempertahankan konsonan awalnya walaupun konsonan itu tak bersuara.

Jawaban dari semua persoalan di atas ialah pada prinsipnya peluluhan berlaku pada kata-kata dasar, bukan pada afiks (imbuhan). Kata tertawa oleh sebagian orang dianggap atau dirasakan terdiri dari prefiks ter- dan kata dasar tawa. Oleh karena itu dibentuklah kata jadian mentertawakan. Sebagian lagi menganggap tertawa adalah kata dasar karena itu fonem /t/ diluluhkan sehingga terdapat bentuk menertawakan. Kata keluar juga dianggap sebagai satu kata dasar, karena itu dibentuk kata turunan mengeluarkan. Sedangkan bentuk-bentuk seperti mengetengahkan, mengemukakan dibentuk secara analogi mengikuti bentuk mengeluarkan.

Sebaliknya, kata-kata asing yang terasa tidak familiar tetap mempertahankan konsonan-konsonan tak bersuara untuk menjaga jangan sampai menimbulkan kesalahpahaman.

Ringkasnya, nasalisasi harus memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:

  1. Nasalisasi berlangsung atas dasar homogen.
  2. Dalam nasalisasi konsonan bersuara tidak luluh, konsonan tak bersuara diluluhkan.
  3. Nasalisasi hanya berlangsung pada kata-kata dasar, atau yang dianggap kata dasar.
  4. Fonem-fonem y, r, l, dan w dianggap mengalami proses nasalisasi juga tetapi nasalisasi yang zero.

Catatan: Kata-kata yang mulai dengan vokal dan fonem /h/ mengambil nasal ng. Hal ini tidak menyalahi prinsip homorgan, karena alat-alat ucap yang menghasilkan buyi-bunyi ujaran itu berada dalam rongga laring dan faring. Untuk itu ia harus mencari nasal yang terdekat, yaitu ng.

Add comment


Go to top