Bahasa

PERSPEKTIF ANALOGI DAN ANOMALI KATA SERAPAN DALAM BAHASA INDONESIA

I. PENDAHULUAN

Perdebatan mengenai analogi dan anomali bahasa (pengertian terminologi analogi dan anomali diuraikan dalam bab II) telah berlangsung sejak zaman Yunani kuno, dan sampai sekarang masih ada pendukung-pendukungnya. Pendapat masing-masing pendukung didasarkan pada kenyataan realita bahasa yang sama-sama akuratnya dan dengan argumen yang sama kuatnya. Perdebatan ini nampaknya seperti rel kereta api yang tidak memiliki ujung temu, masing-masing berpijak pada kutub yang berbeda.

Kalaupun perdebatan analogi dan anomali ini sudah berkembang sejak sekian waktu yang lama namun dalam kenyataan realita bahasa hal ini masih saja merupakan issu yang relevan dan aktual dengan perkembangan zaman. Issu analogi dan anomali memang merupakan issu yang menyangkut tentang perkembangan bahasa. Selagi bahasa masih berkembang, maka issu analogi and anomali masih selalu menyertainya.

Salah satu bentuk perkembangan bahasa Indonesia adalah berupa penyerapan kata ke dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa-bahasa asing pemberi pengaruh. Penyerapan kata-kata asing ke dalam bahasa Indonesia ini melahirkan permasalahan-permasalahan kebahasaan yang dapat disoroti dari perspektif analogi dan anomali bahasa. Untuk tujuan inilah karya tulis ini dilakukan.

II. TERMINOLOGI ANALOGI DAN ANOMALI

Analogi dan anomali sebagai suatu terminologi telah dikenal sejak zaman Plato dan Aristoteles. Kemunculan terminologi ini disebabkan karena populemya teori analogi dan anomali pada waktu itu yang masing-masing memiliki pendukung.

Golongan pendukung analogi mengatakan bahwa alam ini memiliki keteraturan, manusia juga memiliki keteraturan, demikian juga halnya dengan bahasa. Kelompok analogii mengatakan bahwa bahasa itu teratur. Sebagai bukti dalam bahasa Inggris bentuk jamak dari boy menjadi boys, table menjadi tables, flower menjadi flowers.

Keteraturan bahasa membawa konsekwensi dapat disusunnya suatu tata bahasa. Analogi ini dianut oleh Plato dan Aristoteles. Prinsip analogi ini sebenarnya merupakan tranforrnasi dari keteraturan logika dan matematika di dalam bahasa (Kaelan, 1998 :36).

Sebaliknya kaum anomalis berpendapat bahwa bahasa itu berada. dalam bentuk tidak teratur (irregular). Sebagai bukti mereka menunjukkan bentuk jamak bahasa Inggris child menjadi children, man menjadi men. Dalam kenyataan sehari-hari mengapa ada senonimi dan homonimi. Dalam pengertian ini bahasa itu pada hakekatnya bersifat alamiah. Pendapat kaum anomali ini masih digunakan sebagai salah satu ciri bahasa bahwa bahasa itu pada hakikatnya orbitur (Porera, 1986:46).

Ringkasnya dapat disusun secara sederhana bahwa analogi adalah keteraturan bahasa, sedangkan anomali adalah ketidak teraturan bahasa atau penyimpangan bahasa.

Selain pengertian ini di dalam kamus linguistik karangan Kridalaksana terminologi analogii diartikan dengan arti yang berbeda yaitu: "Proses atau hasil pembentukan bahasa karena pengaruh pola lain dalam bahasa: misal terbentuknya konstruksi neonisasi karena sudah adanya pola yang ada dalam konstruksi mekanisasi dsb. (Kridalaksana, 1989: 13).

Perbedaan arti ini adalah wajar, karena dalam kamus linguistik makna yang dimaksudkan adalah makna yang berkaitan dengan linguistik. Sedang makna analogi yang lebih dahulu adalah makna yang berkaitan dengan filosofis bahasa.

Karena itu sebagai dasar dalam uraian-uraian selanjutnya maka makna yang digunakan adalah makna yang filosofis bukan makna yang linguistik : yaitu bahwa analogi adalah keteraturan-keteraturan bahasa, dan anomali adalah penyimpangan atau ketidak teraturan bahasa.

III. KATA SERAPAN SEBAGAI BAGIAN PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Soal kata serapan dalam bahasa atau lebih tepatnya antar bahasa adalah merupakan suatu hal yang lumrah. Setiap kali ada kontak bahasa lewat pemakainya pasti akan terjadi serap menyerap kata.

Unit bahasa dan struktur bahasa itu ada yang bersifat tertutup dan terbuka bagi pengaruh bahasa lain. Tertutup berarti sulit menerima pengaruh, terbuka berarti mudah menerima pengaruh.

Bunyi bahasa dan kosa kata pada umumnya merupakan unsur bahasa yang bersifat terbuka, dengan sendirinya dalam kontak bahasa akan terjadi saling pengaruh, saling meminjarn atau menyerap unsur asing. Peminjaman ini dilatar belakangi oleh berbagai hal antara lain kebutuhan, prestise kurang faham terhadap bahasa sendiri atau berbagai latar belakang yang lain.

Tidak ada dua bahasa yang sama persis apalagi bahasa yang berlainan rumpun. Dalam proses penyerapan dari bahasa pemebri pengaruh kepada bahasa penerima pengaruh akan terjadi perubahan-perubahan. Ada proses penyerapan yang terjadi secara utuh, ada proses penyerapan yang terjadi dengan beberapa penyesuaian baik yang terjadi dalarn bahasa lisan maupun bahasa tulis. Dalam penyesuaian itu akan terjadi, pergeseran baik dalam ucapan maupun ejaan antar bahasa pemberi dan penerima pengaruh maupun pergeseran semantis.

Bahasa Indonesia dari awal pertumbuhannya sampai sekarang telah banyak menyerap unsur-unsur asing terutarna dalam hal kosa kata. Bahasa asing yang memberi pengaruh kosa kata dalam bahasa Indonesia antara lain : bahasa Sansekerta, bahasa Belanda, bahasa Arab dan bahasa Inggris. Masuknya unsur-unsur asing ini secara historis juga sejalan dengan kontak budaya antara bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa pemberi pengaruh. Mula-mula bahasa Sansekerta sejalan dengan masuknya agama Hindu ke Indonesia sejak sebelum bahasa Indonesia memunculkan identitas dirinya sebagai bahasa Indonesia, kemudian bahasa Arab karena eratnya hubungan keagamaan dan perdagangan antara masyarakat timur tengah dengan bangsa Indonesia, lalu bahasa Belanda sejalan dengan masuknya penjajahan Belanda ke Indonesia, kemudian bahasa Inggris yang berjalan hingga sekarang, salah satu faktor penyebabnya adalah semakin intensifnya hubungan ilmu pengetahuan dan teknologi antara bangsa Indonesia dengan masyarakat pengguna bahasa Inggris.

Unsur-unsur asing ini telah menambah sejumlah besar kata ke dalam bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan zaman. Dan sejalan dengan perkembangan itu muncullah masalah-masalah kebahasaan. Ada kosa kata yang diserap secara utuh tanpa mengalami perubahan dan penyesuaian. Dan ada kosa kata yang diserap dengan mengalami penyesuaian-penyesuaian. Kata-kata serapan ini ternyata tidak lepas dari permasalahan analogi dan anomali bahasa yang secara khusus akan diuraikan dalam bab berikut.

III. PERSPEKTIF ANALOGI DAN ANOMALI KATA SERAPAN DALAM BAHASA INDONESIA

Pada bab II di atas telah dikemukakan pengertian tentang analogi dan anomali. Analogi adalah keteraturan bahasa dan anomali adalah penyimpangan atau ketidak teraturan bahasa. Dii dalam bab IV ini akan dilihat perspektif analogi dan anomali di dalam kata-kata serapan bahasa Indonesia. Di depan telah dikemukakan bahwa kata serapan adalah merupakan bagian perkembangan bahasa Indonesia, sebagaimana telah kita pahami bahwa dimana ada perkembangan pasti selalu disertai dengan issu analogi dan anomali.

4.1. Perspektif Analogi

Analogi adalah keteraturan bahasa, suatu satuan bahasa dapat dikatakan analogis apabila satua tersebut sesuai atau tidak menyimpang dengan konvensi-konvensi yang telah berlaku.

Pembicaraan mengenai kata serapan apabila bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan atau penyesuaian-penyesuaian yang terjadi tentu dilakukan dengan memperbandingkan antara bahasa pemberi pengaruh dengan bahasa penerima pengaruh. Untuk membicarakan kata serapan ke dalam bahasa Indonesia tentu dilakukan dengan memperbandingkan kata-kata sebelum masuk ke dalam bahasa Indonesia dan setelah masuk ke dalam bahasa Indonesia.

Akan tetapi dalam pembicaraan kata serapan yang dikaitkan dengan analogi bahasa justru dilakukan dengan memperbandingkan unsur-unsur intern banasa penerima pengaruh itu sendiri. Artinya suatu kata serapan perlu dilihat aslinya hanya sekedar untuk mengetahui bahwa kata tersebut benar-benar kata serapan, tanpa harus mengetahui bagaimana proses perubahan atau penyesuaian yang terjadi, yang lebih proporsional perlu dilihat adalah bagaimana keadaan setelah masuk ke dalam bahasa Indonesia, kemudian diperbandingkan dengan konvensi-konvensi yang lazim yang berlaku sekarang ini. Karena analogi berbicara mengenai keteraturan bahasa yang berkaitan dengan konvensi bahasa, tentu saja disini lebih banyak berkaitan dengan kaidah-kaidah bahasa, bisa dalam bentuk sistem fonologi, sistem ejaan atau struktur bahasa.

4.1.1. Analogi Dalam Sistem Fonologi

Banyak sekali kata-kata serapan ke dalam bahasa Indonesia yang temyata telah sesuai dengan sistem fonologi dalam bahasa Indonesia baik melalui proses penyesuaian atau tanpa melalui proses penyesuaian. Di antara kata-kata tersebut misalnya :

Indonesia aslinya

Aksi actIon (Inggris)

bait bait (Arab)

boling bowling (Inggris)

dansa dance (Inggris)

derajat darrajat (Arab)

ekologi ecology (Inggris)

Fajar fajr (Arab)

galaksi galaxy (Inggris)

Hikmah hikmat (Arab)

insan insan (Arab)

Fonem-fonem /a/, /b/, /d/, /e/, /f/, /g/, /h/, /i/, /k/, /l/, /m/, /n/, /0/, /r/, /s/, dan /t/ yang digunakan dalam kata-kata sebagaimana tersebut di atas adalah

fonem-fonem yang sesuai dengan sistem fonologi dalam bahasa Indonesia, dengan demikian termasuk pada kriteria yang analogis, artinya yang sesuai dengan fonem yang lazim dalam bahasa Indonesia. Tentu contoh-contoh tersebut masih merupakan sebagian fonem dalam bahasa Indonesia selain fonem-fonem tersebut tentu juga masih ada fonem-fonem yang lain yang lazim dalam sistem fonologi dalam bahasa Indonesia yaitu : /c/, /j/, /p/, /q/, /v/, /w/, /x/, /y/, /z/, /kh/, /sy/, /u/ dan /a/.

Apabila dikaitkan dengan kenyataan historis ternyata ada kenyataanyang menarik untuk dicermati yaitu misal fonem /kh/ dan /sy/ kedua fonem ini diakui sebagai fonem lazim dalam sistem fonologi bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994:15). Namun apabila diselidiki lebih teliti secara historis, ternyata kedua fonem ini bukan fenem asli Indonesia, ini bisa dibuktikan bahwa semua kata-kata yang menggunakan fonem /kh/ dan /sy/ masih bisa dilacak aslinya berasal dari bahasa Arab.

Kalau kedua fonem /kh/ dan /sy/ ini bukan asli Indonesia tentu saja. pada awall munculnya dalam bahasa Indonesia bisa dianggap sebagai gejala penyimpangan atau gejala yang anomalis, tetapi setelah demikian lama berlangsung serta dengan frekwensi kemunculan yang cukup tinggi lama kelamaan akan dianggap sebagai gejala yang wajar, tidak lagi dianggap gejala penyimpangan dengan demikian dapat dikatakan sebagi gejala yang analogis.

Dari kenyataan historis ini memperlihatkan bahwa ada suatu peristiwa perubahan-perubahan dimana suatu gejala bahasa yang pada awalnya kemungkinan dianggap anomalis, setelah berlangsung terus menerus dengan frekwensi yang tinggi maka hal yang dianggap anomalis. tersebut bisa berubah kondisinya sehingga dianggap analogis.

Fonem-fonem yang lain yang juga merupakan fonem serapan- serapan lain adalah : /f /, /q/, /v/, dan /x/.

4.1.2 Analogi Dalam Sistem Ejaan

Sistem ejaan adalah hal yang berhubungan dengan pembakuan. tentu saja pembicaraan mengenai analogi bahasa disini disandarkan pada ejaan yang berlaku sekarang yaitu ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Mengenai hal ini ada pembicaraan yang khusus yaitu tentang penulisan unsur serapan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994:38).

Menurut taraf integrasinya unsur pinjaman ke dalam bahasa lonesia dapat dibagi ke dalam dua golongan besar. Pertama unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia .seperti kata : reshuffle, shuttle cock. Unsur-unsur seperti ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia tetapi penulisan dan pengucapannya masih :mengikuti cara asing. Kedua unsur pinjaman yang pengucapan dan tulisannya telah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994:38).

Tentu saja yang termasuk kriteria analogi bahasa adalah kategori kedua yaitu unsur serapan yang telah disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia baik dalam pengucapan maupun dalam penulisan.

Di dalam Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan telah tersusun kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan.

Contohnya :

Indonesia aslinya (Inggris)

kaustik caustic

sentral central

akomodasi accomodation

aksen accent

kolera cholera

efek effect

idialis idealist

rase phase

akuarium akuarium

Contoh-contoh di atas hanya merupakan sebagian kecil dari contoh yang telah dikemukakan dalam pedoman tersebut, dan untuk selengkapnya bisa dilihat langsung dari pedoman yang telah ada yang temyata aturan-aturannya tidak cukup mudah dihafal, karena meliputi seperangkat aturan berjumlah 56 point.

4.2 Perspektif Anomali

Anomali adalah penyimpangan atau ketidak teraturan bahasa. Suatu satuan dapat dikatakan anomalis apabila satuan tersebut tidak sesuai atau menyimpang dengan konvensi-konvensi yang berlaku.

Metode yang digunakan untuk menentukan anomali bahasa pada kata-kata serapan dalam bahasa Indonesia disini adalah sama dengan metode yang digunakan untuk menetapkan analogi bahasa yaitu dengan memperbandingkan unsur intern dari bahasa penerima pengaruh, suatu kata yang tampak sebagai kata serapan dibandingkan atau dilihat dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia. Apabila kata tersebut ternyata tidak menunjukkan kesesuaian dengan kaidah yang berlaku berarti kata tersebut masuk kata yang anomalis.

Sama seperti pada kata yang analogis, kata-kata yang anomalis juga bisa dalam bentuk fonologi, ejaan maupun struktur.

4.2.1 Anomali Dalam Ejaan

Semua kata-kata yang asing yang masih diserap secara utuh tanpa melalui penyesuaian dengan kaidah di dalam penulisan, pada umumnya merupakan kata-kata yang anomalis di dalam bahasa Indonesia.

Contoh kata-kata tersebut antara lain adalah :

Indonesia aslinya

bank bank (Inggris)

intern intern (Inggris)

modem modem (Inggris)

qur'an qur'an (Arab)

jum'at jum'at (Arab)

fardhu fardhu (Arab)

Kata-kata seperti tersebut di atas temasuk anomali bahasa karena tidak sesuai dengan kaidah di dalam bahasa Indonesia. Hal-hal yang tidak sesuai disini adalah : <nk>, <m>, <'> dan <dh>. Ejaan-ejaan ini tidak sesuai dengan ejaan dalam bahasa Indonesia.

Kadang-kadang juga ditemukan kata-kata asing yang diserap kedalam bahasa Indonesia dan ditulis sebagaimana aslinya, akan tetapi untuk muncul sebagai gejala anomalis karena secara kebetulan kata-kata tersebut tidak rnenyimpang dengan kaidah dalam bahasa Indonesia.

Contoh kata-kata ini antara lain adalah :

Indonesia aslinya

era era (Inggris)

label label (Inggris)

formal formal (Inggris)

edit edit (Inggris)

etalase etalase (Inggris)

bin bin (Arab)

daur daur (daur)

4.2.2. Anomali Dalam Fonologi

Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia secara utuh tanpa mengalami perubahan penulisan memiliki kemungkinan untuk dibaca bagaimana aslinya, sehingga menyebabkan timbulnya anomali dalam Fonologi.

Contoh-contoh anomali dalam fonologi antara lain adalah :

Indonesia aslinya

Export export

Expose expose

Exodus exodus

4.2.3. Anomali Dalam Struktur

Karena pembicaraan kita adalah tentang kata maka yang dimaksud disini adalah juga struktur tentang kata. Kata adakalanya terdiri dari satu morfem, tetapi adakalanya tersusun dari dua morfem atau lebih.

Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia adalah kata-kata sebagai satu satuan utuh baik terdiri dari satu morfem, dua morfem atau lebih.

Misalnya :

Indonesia aslinya

federalisme federalism (Inggris)

bilingual bilingual (Inggris)

dedikasi dedication (Inggris)

edukasi education (Inggris)

eksploitasi exploitation (Inggris)

Kata-kata seperti tersebut dalam contoh, proses penyerapannya dilakukan secara utuh sebagaii satu satuan. Jadi kata "Federalisme" tidak diserap secara terpisah yaitu "Federal" dan "isme". Kata "bilingual" tidak diserap "bi", "lingua" dan "aI". Kata dedikasi tidak diserap dari "dedicate" dan "tion" demikian seterusnya kata "edukasi" tidak diserap dari "educate" dan "tion".

Kata serapan dari bahasa Inggris yang aslinya berakhir dengan "tion” yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan mengalami penyesuaian sehingga berubah menjadi "si" diakhir kata berlangsung dengan frekwensi sangat tinggi. kenyataan ini melahirkan masalah kebahasaan yaitu munculnya akhiran sasi yang melekat pada kata-kata yang tidak berasal dari bahasa Inggris sehingga timbul kata-kata seperti :

Islamisasi - islam + sasi

kristenisasi - kristen + sasi

neonisasi - neon + sasi

polarisasi - pola + sasi

jawanisasi - jawa + sasi

Proses pembentukan seperti ini dalam linguistik lazim disebut “anologi" (bedakan istilah analogi dalam linguistik dengan istilah dalam filsafat bahasa). Penggunaan istilah anologis ini memang wajar karena maksudnya adalah menggunakan bentuk yang sesuai dengan bentuk yang telah ada. artinya penggunaan struktur neonisasi didasar kata pada kata: mekanisasi dan sejenisnya yang telah ada.

Akan tetapi apabila kita bandingkan dengan kaidah gramatikal khususnya yang berkaitan dengan struktur morfologi kata, sebenanya akhiran (sasi) di dalam bahasa Indonesia tidak ada. Dengan demikian hal ini termasuk gejala anomali bahasa. Namun masalah selanjutnya adalah tinggal masalah pengakuan dari para pakar yang memiliki legalitas di dalam bahasa. Apakah akhiran (sasi) ini dianggap resmi atau tidak di dalam bahasa Indonesia, kalau dianggap tidak resmi berarti akhiran (sasi) ini benar murupakan gejala anomali. Tetapi kalau akhiran (sasi) inii sudah bisa diterima sebagai akhiran yang lazim dalam bahasa Indonesia maka Ada perubahan dari anomali menjadi anologi.

Kasus seperti ini tidak hanya terjadi pada proses penyerapan dari bahasa Inggris, tetapi ternyata terjadi juga pada bahasa Arab, yaitu adanya akhiran (i), (wi), (ni). Pada awalnya akhiran ini memang melekat langsung pada kosa kata bahasa Arab yang diserap secara utuh ke dalam bahasa ldonesia. Kata kata seperti :

Indonesia aslinya

msanl msanl

duniawi dunyawi

ruhani ruhani

Diserap secara utuh dari bahasa Arab, akhirnya akhiran (i), (wi) dan (ni) ini digunakan di dalam bahasa Indonesia, dilekatkan pada kata-kata yang tidak berasal dari bahasa Arab, seperti :

aslinya

gerejani gereja + ni

ragawi raga + wi

Kasus akhiran (ni) dan (wi) dalam bahasa Indonesia ini sama seperti kasus akhiran (sasi) hanya saja berbeda dari sudut frekwensinya yakni frekwensi akhiran (wi) dan (ni) lebih jarang dibandingkan dengan akhiran (sasi).

V. KESIMPULAN

Analogi dan anomali bahasa terjadi di dalam bahasa Indonesia dan secara khusus terjadi di dalam kata-kata serapan ke dalam bahasa Indonesia.

Suatu gejala bahasa pada awalnya bisa dianggap anomali, namun setelah berlangsung terus menerus dengan frekwensi yang tinggi bisa berubah menjadi analogi. Suatu gejala bahasa apakah termasuk ke dalam kriteria analogi atau anomali sebenarnya tergantung pada keberteriman masyarakat terutama mereka yang memiliki legalitas tentang bahasa. Penyimpapgan bahasa dari konvensi dengan frekwensi yang kecil cenderung dikatakan sebagai gejala yang anomalis.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Echols, John M. dan Hasan Shadily. 1976. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Echols, John M. dan Hasan Shadily. 1989. Kamus Indonesia Inggris. Jakarta: Gramedia.

Kaelan. 1998. Filsafat Bahasa Masalah dan Perkembangannya. Yogyakarta : Pardigma.

Kridalaksana, Harimurti. 1984. Kamus Linguistik. Jakarta. PT Gramedia.

PaTera, Jos Daniel. 1987. Studi Linguistik Umum dan Historis Bandingan. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakrata: Balai Pustaka.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta.

Suriasumantri, Jujun S. 1995. Filsafat lImu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustakan Sinar Harapan.

Add comment


Go to top