Bertambah usia seharusnya semakin dewasa, semakin bahagia, dan semakin dekat dengan keberhasilan
Bertambah usia bagi kaum Hawa memiliki arti yang sangat besar. Banyak orang bilang perempuan sangat dibatasi oleh usia. Karena itu, banyak perempuan yang sangat khawatir terhadap bertambahnya usia mereka. Bertambahnya usia berkonotasi pada semakin sempitnya kesempatan dan berkurangnya kebanggaan.
Semua itu, membuat hidup bagi perempuan bagaikan pilahan-pilahan sempit. Rentang waktu yang membanggakan hanyalah antara 20 hingga 40 tahun. Sebelumnya adalah usia anak-anak dan selebihnya adalah usia yang mengkhawatirkan karena harus berhadapan dengan ketuaan. Sungguh, semuanya membuat perempuan merasa begitu terkejar-kejar oleh waktu.
Orientasi Fisik
Ini semua adalah buah dari paham materialisme yang begitu ampuh memporak-porandakan eksistensi perempuan. Semuanya berorientasi pada fisik. Setiap perempuan dijejali propaganda untuk tampil cantik dan sempurna agar bisa mendapatkan cita-cita yang dimimpikannya. Jenis-jenis kesuksesan yang diekspos pun yang berangkat dari modal fisik.
Perempuan yang cantik dan muda akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan, lebih diterima dalam pergaulan, dan memiliki masa depan yang lebih cerah dibandingkan mereka “yang biasa-biasa saja.” Sehingga anak-anak perempuan pun berlomba untuk memoles diri agar masa depan mereka di usia dewasa terjamin oleh kecantikan dan penampilan. Ketika usia memasuki dasawarsa ketiga, perempuan pun segera dihinggapi kekhawatiran akan penampilan. Tanda-tanda penuaan yang mulai merambah wajah segera membuat kepercayaan diri menurun. Akibatnya, begitu banyak potensi yang lebih penting dibandingkan fisik, terabaikan begitu saja lalu padam sebelum waktunya.
Padahal, bertambahnya usia seharusnya membuat perempuan semakin bersinar dan membuat masa depan semakin cerah. Karena, bertambahnya usia berarti bertambahnya kedewasaan. Bertambah usia berarti semakin banyaknya hikmah kehidupan yang telah berhasil digenggam, sehingga langkah ke depan untuk mencapai keberhasilan pun akan semakin ringan.
Tak mudah memang membangun pengertian ini di dalam benak kita. Karena, propaganda materialisme sedemikian kuat mencengkeram perempuan. Kesan yang dibangun dunia industri pun melulu menggunakan perempuan sebagai objek. Sehingga perlahan, setiap perempuan merasa tak sempurna, bila tak seperti yang terpampang dalam iklan.
Namun, tentu sebagai perempuan, kita sama-sama sepakat bahwa keadaan ini harus segera diubah. Inilah saatnya untuk mengubah pandangan tentang usia, dimulai dari dalam diri sendiri.
Menjadi yang Dicintai
Hal pertama yang harus dikedepankan dalam benak kita adalah usia merupakan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala (SAW). Bertambahnya usia, selayaknya membuat kita menjadi manusia yang lebih bernilai di hadapan Allah SWT. Bila usia yang menapaki masa tua menjadi hal yang merisaukan, marilah menukar tempat kerisauan itu dengan semangat. Semangat untuk melihat lebih dalam apa yang telah kita lakukan dengan usia yang semakin menjemput senja. Bila semangat evaluasi ini menuntun kita pada sebuah kenyataan bahwa tak banyak yang berarti dengan usia yang sekian lama kita lalui, teruskanlah menjadi semangat untuk melakukan lebih banyak hal yang berarti.
Jadikanlah setiap pagi sebagai awal untuk mengukuhkan eksistensi kita sebagai orang yang dicintai oleh Allah SWT. Sebagaimana sebuah riwayat pernah memuat percakapan antara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) dengan seorang Badui. Orang Badui yang kasar itu bertanya kepada Rasulullah tentang ciri-ciri orang yang dicintai oleh Allah SWT dan ciri orang yang dibenci oleh Allah SWT.
Namun, Rasulullah SAW justru balik bertanya kepada orang tersebut, “Dapatkah engkau ungkapkan, bagaimana perasaanmu ketika bangun tidur?” Orang Badui tersebut kemudian menjawab, “Mula-mula yang kurasakan adalah keinginan untuk melakukan kebajikan dan rindu hendak berkumpul dengan orang-orang yang senang berbuat baik. Jika aku tidak bisa berbuat kebajikan, maka remuk-redamlah hatiku. Aku juga sangat berduka, jika tidak dapat menjumpai orang-orang yang saleh dalam pergaulanku.” Atas jawaban tersebut, Rasulullah tersenyum dan kemudian berkata, “Kalau keadaanmu demikian, maka itulah ciri-ciri orang dicintai oleh Allah. Adapun ciri-ciri orang yang dibenci oleh Allah adalah mereka yang ketika bangun tidur sudah berencana untuk berbuat maksiat serta ingin bersuka ria dengan ahli maksiat.”
Bertambahnya pagi juga berarti bertambahnya usia. Bila setiap pagi yang ada di dalam hati kita adalah keinginan untuk berbuat kebaikan dan berkumpul bersama orang-orang yang gemar berbuat baik, maka kita pun tak akan pernah merasa tua. Semangat untuk melakukan kebaikan ini akan membuat kita menyambut hari esok dengan penuh harapan dan kegembiraan. Ini akan membuat kita merasa berarti dan berenergi untuk melakukan hal yang benar-benar bernilai.
Optimis dan Ikhlas
Sebuah penelitian membuktikan bahwa pembentukan sel dan hormon tubuh dipengaruhi oleh emosi. Setiap kali kita berbuat baik, maka terjadilah proses kimiawi dalam tubuh yang menjadikan sel yang terbentuk lebih berkualitas, hormon dan organ menjadi imun dan anti oksidan.
Fakta ini tentu dapat menunjukkan pada kita bahwa apa yang ada dalam hati dan pikiran kita jauh lebih penting dari berbagai produk kecantikan yang selalu ditawarkan untuk memperlambat penuaan. Hati dan tindakan yang positif akan mendorong tubuh untuk memproduksi sel baru yang lebih berkualitas, ini juga berarti peremajaan sel-sel tubuh. Hormon dan organ pun menjadi lebih imun (kebal) terhadap serangan bakteri dan virus yang menggerogoti kebugaran. Tubuh pun menjadi lebih terlindungi dari serangan racun dengan anti oksidan yang berhasil diproduksi oleh tubuh yang memiliki emosi yang baik.
Karena itu, penting kiranya untuk semakin meringankan perjalanan usia kita dengan semangat ikhlas. Ikhlas untuk memaafkan dan ikhlas untuk mengambil hikmah dari setiap lembaran menyedihkan yang pernah kita lalui. Juga ikhlas merelakan segala hal yang urung kita miliki. Sikap seperti ini akan membuat hidup kita akan terasa lebih ringan dan optimis menyambut hari esok.
Kesedihan, kegelisahan, bahkan kemarahan biasanya lahir dari ketidakmampuan kita memiliki sesuatu seperti yang kita inginkan. Inilah yang kemudian melahirkan angan-angan yang membuat kita semakin tertekan dan menyesali keadaan. Akhirnya hidup pun terasa sempit.
Hidup dalam optimisme dan keikhlasan akan membuat kita tak pernah terbebani oleh kesedihan manakala kita tak dapat meraih sesuatu dan ambisi yang berlebihan. Ini akan membuat kita senantiasa menikmati hari-hari yang dikaruniakan oleh Allah. Merasa menjadi hamba yang beruntung dan tak akan terusik oleh hal-hal kecil seperti tanda-tanda penuaan sekalipun. Karena, dalam keadaan fisik seperti apapun, kita tahu apa yang harus kita lakukan. Sehingga kita pun tahu, bahwa kita akan senantiasa cantik dan bermanfaat dengan amal terbaik yang kita upayakan.* Kartika Trimarti, ibu rumah tangga tinggal di Bekasi. SUARA HIDAYATULLAH, MARET 2011