Fiqih Wanita

Meraup Pahala Saat Haid

Wanita haid memang kehilangan kesempatan mendapat pahala. Tapi ada cara lain meraup pahala. Apa saja?

Setiap wanita normal tentu mengalami haid atau menstruasi. Itu sudah menjadi sunnatullah. Justru akan dibilang aneh, jika ada wanita yang tidak mendapat kunjungan “tamu” istimewa ini.

Haid adalah keluarnya darah dari alat kelamin wanita. Datang sebulan sekali, biasanya wanita mengalami haid setelah mencapai usia tertentu dan berhenti sesudah mencapai usia tertentu pula.

Dibilang istimewa, karena wanita yang sedang menerima ‘tamu’ ini mendapat dispensasi untuk tidak shalat, puasa, dan beberapa ibadah lainnya. Malah berdosa bila dalam keadaan haid, lantas shalat atau puasa.

Ada yang bilang, rugi dong wanita karena hilang kesempatan mendapat pahala. Jangan khawatir, ada cara lain meraup pahala, antara lain adalah berzikir, menghafal al-Qur’an dan Hadits, .

Berzikir
Sekalipun lagi haid, yang bersangkutan bukan saja boleh, malah dianjurkan untuk sebanyak-banyaknya membasahi bibir dengan zikir. Kapan dan di manapun. Misalnya dengan melantunkan takbir (Allahu Akbar), tasbih (Subhanallah), dan tahmid (Alhamdulillah).

Dalam sebuah Hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kebaikan dari berzikir dengan kalimat tersebut, bila dibandingkan dengan dunia dan seisinya ini, masih lebih berat kalimat tasbih, tahmid, dan takbir tersesbut.”

Berzikir bisa pula dengan membaca istighfar, memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Istighfar ini penting, karena tiada manusia tanpa dosa. Rasulullah sendiri tak kurang beristighfar 80 kali setiap hari. Itu Rasulullah yang mendapat jaminan pengampunan dosa. Kita yang tak mendapat jaminan, mestinya lebih banyak lagi beristighfar.

Ada manfaat lain dari istighfar selain pengampunan dosa. Ternyata istighfar bisa untuk membuka jalan berbagai persoalan dan juga membuka rezeki. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa melazimkan istighfar, niscaya Allah pasti akan menjadikan baginya jalan keluar dari setiap kesempitan, dan kelapangan dari setiap kesedihan, dan memberinya rejeki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka.” (Riwayat Abu Dawud)

Allah juga berfirman: “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai ” ( Nuh [71]: 10-12).

Nah, tunggu apa lagi. Ayo, perbanyak istighfar.

Menghafal al-Qur`an dan Hadits
Menghafal al-Qur’an bisa mempertajam ingatan. Semakin banyak menghafal al-Qur’an semakin kuat pula daya ingat seseorang. Tak heran bila banyak orang ingin menghafal Kitab Suci ini. Barangkali, ini termasuk kemukjiatan al-Qur’an. Sekalipun ada yang bilang huruf Arab itu seperti benang ruwet, tapi kenyataannya begitu banyak orang yang berhasil menghafal al-Qur’an, mulai dari ayat pertama hingga ayat terakhir.

Tidak ada larangan wanita haid menghafal al-Qur’an. Yang menjadi perselisihan ulama adalah menyentuh mushaf al-Qur’an, boleh atau tidak. Sebagian ulama membolehkan, sebagian lagi melarang. Menghafal tentu saja bisa tanpa menyentuh mushaf, apalagi sekarang sudah banyak ayat al-Qur’an yang dipindahkan ke dalam CD atau komputer.

Wanita haid juga tidak dilarang menghafal Hadits. Itu salah satu bukti kecintaan seseorang kepada baginda Muhammad. Tidak banyak saat ini orang menghafal Hadits, padahal keutamaannya sangat besar. Dalam pembukaan kitab Arba’in Nawawi disebutkan sebuah Hadits bahwa barangsiapa hafal 40 Hadits, maka ia akan masuk surga.

Memperbanyak Infaq
Berinfaq adalah kegemaran orang-orang saleh. Kesalehan seseorang bisa diukur dari kegemaran berinfaq. Serajin apapun dia shalat, puasa, dan bahkan haji, bila ia pelit mengeluarkan harta di jalan Allah, maka patut diragukan kesalehannya.

Infaq adalah wujud dari kesalehan sosial. Setiap Muslim, selain dituntut kesalehan pribadi, juga dituntut punya kesalehan sosial. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah memperingatkan bahwa bukan termasuk umat beliau, bila ada di antara tetangga kita kelaparan, sementara kita perutnya kenyang.

Berapapun yang kita punya, wajib untuk berinfaq. Allah berfirman, “…orang-orang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran [3]: 133-134)

Biasanya, godaan berinfaq adalah takut jatuh miskin. Minimal, takut hartanya berkurang. Jika pakai matematika manusia memang begitu. Tapi bila menggunakan perhitungan Allah, harta yang dikeluarkan infaqnya justru bertambah, bukan berkurang.

“Perumpmaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa denga sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, seratus biji.” (Al-Baqarah [2]: 261)

Dalam hal berinfaq, para Sahabat adalah teladan sempurna. Begitu mendengar seruan berinfaq, tanpa pikir panjang mereka berlomba-lomba melaksanakan. Salah satunya yang pantas menjadi teladan adalah Abu Dahdaah.

Suatu kali turun ayat al-Qur’an: “Siapa yang memberi pinjaman kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu baginya dan untuknya ada pahala yang banyak.” (al-Hadiid [57]: 11)

Ketika mendengar ayat tersebut, Sahabat Abu Dahdaah menemui Rasulullah. “Ya, Rasulullah, benarkah kalau kita berinfaq sama dengan meminjami Allah sebagai qardh?” Rasulullah membenarkan perkataan Sahabatnya itu. Tanpa pikir panjang, Abu Dahdaah kemudian menginfaqkan pekarangannya yang di dalamnya ada 600 pohon kurma.

Melihat demikian itu, Rasulullah berkata, “Allah akan menggantikan untuk Abu Dahdaah sekeluarga sebuah rumah di surga yang bertahtakan intan berlian.”

Meningkatkan Silaturahim

Silaturahim itu anjuran Islam. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung tali silaturahim.” (muttafaq’alaih)

Sebaliknya, Rasulullah menyampaikan ancaman kepada siapa saja yang memutuskan silaturrahim. Sabdanya, “Tidak akan masuk surga, orang yang memutuskan silaturahim.” (muttafaq’alaih).

Saat haid datang, buatlah agenda silaturahim. Bisa ke teman, saudara, atau teman orangtua kita. Jika memungkinkan, ajaklah anak-anak dan suami/istri. Sekaligus itu bentuk rihlah keluarga.

Khususnya bila silaturahim kepada teman-teman orangtua, kita dapat dua pahala. Pahala silaturahim dan pahala birrul walidain (berbakti kepada orangtua). Dalam riwayat Muslim, Rasulullah bersabda, “Jagalah hubungan baik dengan orang-orang yang dicintai ayahmu, janganlah kamu memutuskannya yang menyebabkan Allah memadamkan cahayanya.”

Nah, kepada para wanita yang haid, jangan kecil hati karena tak dapat pahala. Banyak jalan menuju Mekkah, banyak jalan meraup pahala.* Bambang Subagyo/Suara Hidayatullah SEPTEMBER 2010

Go to top